20 Juni 2011

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK : STIMULASI PERSEPSI TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI YANG DIALAMI PASIEN SKIZOPRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA PRO

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Multi krisis yang menimpa masyarakat dewasa ini merupakan salah satu pemicu yang memunculkan stres, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organization (WHO), masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang menjadi masalah yang sangat serius. WHO (2001) menyatakan paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental. Diperkirakan ada sekitar 450 juta orang didunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Di Indonesia diperkirakan sebanyak 246 dari 1.000 anggota rumah tangga menderita gangguan kesehatan jiwa. Angka ini menunjukkan jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa di masyarakat sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa dari cemas, depresi, stress, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. (Yosep, 2007).
Gangguan jiwa merupakan proses psikologis dari seseorang yang tidak berfungsi dengan baik sehingga mengganggu dalam keadaan sehari-hari, oleh karena menyulitkan diri-sendiri dan orang lain di sekitarnya. Gangguan jiwa yang menonjol adalah gejala yang patologik dari unsur psikologik, berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu yang sakit dan menderita adalah manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwa/lingkungannya. (Maramis, 2005). Gangguan jiwa merupakan kumpulan dari keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Secara umum gangguan jiwa (neurosa) ataupun sakit jiwa (psikosa) ialah gejala – gejala patologik dominan berasal dari unsur psikis dan akan melibatkan semua unsur. Jenis dan karakteristik gangguan jiwa sangat beragam, salah satunya gangguan jiwa yang sering kita temukan dan dirawat yaitu skizoprenia (Maramis, 2005). Sekitar 45 % penderita yang masuk rumah sakit jiwa merupakan klien skizoprenia dan sebagian besar klien skizoprenia yang memerlukan perawatan (rawat inap dan rawat jalan) yang lama.
Melalui survey kesehatan jiwa yang dilakukan oleh Soejono (2007) pada penduduk 11 kota terpilih di Indonesia, dilaporkan prevalensi gangguan kesehatan jiwa sebesar 185 orang pada 1000 penduduk. Ini berarti bahwa disetiap rumah tangga yang terdiri dari 5-6 anggota keluarga terdapat satu orang yang menderita gangguan jiwa. Dari hasil survey di seluruh rumah sakit di Indonesia yang dilakukan oleh Chaery Indra (2009), ada 0,5-1,5 perseribu penduduk mengalami gangguan jiwa, sedangkan di kota-kota besar jumlahnya berkisar antara 0,5-1 perseribu penduduk. Hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali di Bangli jumlah rata-rata pasien yang dirawat tiap bulan dalam tiga bulan terakhir yaitu bulan Juli sampai dengan September tahun 2010 sebanyak 285 orang. Dari 285 pasien tersebut 62 orang (21,7%) adalah pasien dengan halusinasi. Data bulan Oktober tahun 2010 menunjukkan jumlah pasien halusinasi mengalami peningkatan yaitu 68 orang (24,1%) dari 282 orang pasien yang mengalami rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali (Rekam medik, 2010). Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada Bulan Oktober 2010 terhadap 10 pasien yang mengalami halusinasi yang dilakukan dengan wawancara tentang frekuensi halusinasi yang dialami pasien, menunjukkan enam orang mengalami halusinasi dengan frekuensi < lima kali dan empat orang mengalami halusinasi dengan frekuensi > lima kali.
Klien dengan kasus Skizoprenia mempunyai banyak masalah salah satunya adalah halusinasi. Pasien yang mengalami halusinasi disebabkan karena ketidakmampuan klien dalam mengadapi stressor dan kurangnya kemampuan dalam mengenal dan cara mengontrol halusinasi. Adanya ancaman terhadap kebutuhan akan menyebabkan seseorang akan berusaha menanggulangi ancaman tersebut dengan mengadakan adaptasi, pada klien dengan gangguan jiwa kemampuan untuk menghadapi stressor sangat kurang disertai ketidakmampuan untuk mengadakan adaptasi akan mengakibatkan terjadinya kekambuhan (Maramis, 2005). Dari survey pendahuluan yang peneliti lakukan sebagian besar pasien halusinasi mengalami gangguan dalam berhubungan dengan orang lain (menarik diri). Adanya gangguan dalam berhubungan dengan orang lain akan mengakibatkan kurangnya kemampuan untuk mengungkapkan masalah yang mereka hadapi kepada orang lain, bila ada masalah klien cenderung akan memendamnya sendiri dan berusaha mencari solusi pemecahan dengan caranya sendiri. Karena berperilaku menarik diri mereka biasanya mereka akan mulai dengan memikirkan hal-hal yang menyenangkan bagi dirinya, apabila hal ini terus menerus berlangsung maka klien akan mengalami gangguan dalam mempersepsikan stimulus yang dialami.
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh klien yang mengalami halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak lingkungan. Dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan. Aktifitas fisik merefleksi isi halusinasi seperti ; perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia. Tidak mampu berespon terhadap perintah yang komplek. Tidak mampu berespon lebih dari satu orang (Hawari, 2003).
Jumlah pasien yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali dengan halusinasi cukup tinggi, hal ini tentunya perlu mendapat perhatian serta penanganan yang serius karena semakin awal pasien ditangani dapat mencegah klien mengalami fase yang lebih berat sehingga resiko kekerasan dengan sendirinya dapat dicegah. Penanganan pasien skizofrenia dengan halusinasi yang dilakukan dengan kombinasi psikofarmakologi dan intervensi psikososial seperti psikoterapi, terapi keluarga, dan terapi terapi aktivitas kelompok menampakan hasil yang lebih baik. Hal ini telah terlihat dari penelitian mengenai pengaruh terapi aktivitas kelompok orientasi realitas terhadap frekuensi terjadinya halusinasi pada klien psikosis. Penelitian menggunakan tehnik purposive sampling. Pada penelitian ini di mendapatkan adanya pengaruh yang bermakna dari pelaksanaan terapi aktivitas kelompok orientasi realita terhadap frekuensi terjadinya halusinasi pada klien psikosis (Megayanthi, 2009).
Penggunaan terapi aktifitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi dalam praktek keperawatan jiwa memberikan dampak positif dalam upaya pencegahan, pengobatan, atau terapi serta pemulihan kesehatan jiwa seseorang. Meningkatnya penggunaan terapi modalitas merupakan bagian dan memberikan hasil yang positif terhadap perilaku pasien. Proses TAK stimulus persepsi adalah merangsang atau menstimulasikan klien melalui kegiatan yang disukainya dan mendiskusikan aktivitas yang telah dilakukan yang untuk mencegah pencerapan panca indra tanpa ada rangsang dari luar dan bertujuan membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptive dengan aktivitas mengenal halusinasi, aktivitas mengusir/menghardik halusinasi, aktivitas mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan, aktivitas mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap, aktivitas mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat. Dengan aktivitas yang telah dilakukan tersebut sehingga klien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya, serta klien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat, klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami sehingga bila klien mampu mengontrol maka frekuensi halusinasinya akan menurun (Keliat,2005).
Metode TAK stimulasi persepsi selama ini jarang dilaksanakan oleh perawat di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali, berdasarkan hal tersebut peneliti terdorong untuk meneliti pengaruh terapi aktivitas kelompok : stimulasi persepsi terhadap frekuensi halusinasi yang dialami pasien skizoprenia di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali tahun 2011.

B. Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh terapi aktivitas kelompok : stimulasi persepsi terhadap frekuensi halusinasi yang dialami pasien skizoprenia di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali?.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok : stimulasi persepsi terhadap frekuensi halusinasi yang dialami pasien skizoprenia di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali tahun 2011.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui frekuensi halusinasi sebelum diberikan TAK : stimulasi persepsi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol yang tidak diberikan TAK : stimulasi persepsi.
b. Mengetahui frekuensi halusinasi sesudah diberikan terapi aktivitas kelompok : stimulasi persepsi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol yang tidak diberikan TAK : stimulasi persepsi.
c. Menganalisis pengaruh terapi aktivitas kelompok : stimulasi persepsi terhadap frekuensi halusinasi pasien kelompok perlakuan dan kelompok kontrol kelompok kontrol yang tidak diberikan TAK : stimulasi persepsi.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi rumah sakit jiwa propinsi Bali
Sebagai bahan masukan penentuan kebijakan dalam menangani dan merawat klien yang mengalami halusinasi untuk mencapai mutu pelayanan rumah sakit yang optimal.
2. Bagi Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali
Sebagai acuan dalam meningkatkan ketrampilan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami halusinasi.
3. Bagi instansi pendidikan
Sebagai masukan bagi proses pembelajaran untuk optimalisasi kemampuan dan pengetahuan peserta didik tentang perawatan klien dengan halusinasi dan sebagai bahan literatur dalam kegiatan pembelajaran mengenai pengaruh pelaksanaan TAK : stimulasi persepsi terhadap penurunan frekuensi halusinasi terutama pada klien Skizoprenia
4. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian yang didapatkan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dasar oleh peneliti lain dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan pelaksanaan TAK stimulasi persepsi

E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap penurunan frekuensi halusinasi belum pernah dilakukan, namun terdapat beberapa penelitian mengenai pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori antara lain :
1. Penelitian yang dilakukan oleh I Wayan Murjana tahun 2009 dengan judul pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi di Tumah Sakit Jiwa Propinsi Bali di Bangli. Mahasiswa Stikes Wira Medika PPNI Bali. Skripsi ini tidak diterbitkan, adapun hasil penelitian yang didapatkan hasil yang signifikan dengan p<0,5 (p =0,000). Adapun perbedaan skripsi ini dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah pada variabel terikatnya dimana pada penelitian sebelumnya variable terikatnya adalah kemampuan mengontrol halusinasi, sedangkan pada penelitian yang akan penulis lakukan adalah penurunan frekuensi halusinasi. Adapun kesamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah Jenis penelitian sama-sama Quasi Experiment (eksperimen semu), sampel pasien halusinasi, teknik sampling Probability sampling yaitu dengan Purposive sampling dan variabel besas terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Megayanthi tahun 2009 dengan judul pengaruh terapi aktivitas kelompok orientasi realita terhadap frekuensi terjadinya halusinasi pada klien psikosis di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang Malang. Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, adapun hasil penelitian didapatkan hasil yang cukup signifikan yaitu p<0,5 (p =0,004). Adapun perbedaan skripsi ini dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah pada variable bebas dimana pada penelitian sebelumnya TAK yang digunakan adalah orientasi realita sedangkan pada penelitian yang akan penulis lakukan mempergunakan TAK stimulasi persepsi. Adapun kesamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah Jenis penelitian sama-sama Quasi Experiment (eksperimen semu), sampel pasien halusinasi, teknik sampling Probability sampling yaitu dengan Purposive sampling dan variabel terikatnya penurunan frekuensi halusinasi.

Tidak ada komentar: