24 Agustus 2011

ANALISIS JURNAL PENELITIAN KEPERAWATAN

ANALISIS JURNAL PENELITIAN
PENGARUH LATIHAN LINGKUP GERAK SENDI (ROM) TERHADAP
KEMANDIRIAN PASIEN HEMIPARISE PASCA STROKE
NON HEMORAGIK DI RS DR. KARIADI SEMARANG
Oleh : Waginah
Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Diponogoro.


Latar Belakang : Stroke merupakan problem penyakit saraf yang dapat menyebabkan kematian, stroke ulang dan kecacatan. Banyak parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan kemajuan defisit neurology diantaranya dengan cara mengukur fungsi motorik dan disabilitas dengan skala Indeks Barthel dan latihan lingkup gerak sendi (ROM).
Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh latihan lingkup gerak sendi (ROM) terhadap kemandirian pasien dengan perbaikan aktifitas kehidupan sehari-hari pada pasien pasca stroke non hemoragi.
Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan quasi eksperimen dengan subyek penelitian adalah 33 pasien stroke hemoragi yang dirawat inap di bangsal syaraf dan unit stroke RS Dr. Kariadi Semarang selama bulan Desember 2009 sampai dengan Mei 2010. Pelatihan lingkup Gerak Sendi (ROM) dilakukan pada awal pasien masuk atau hari pertama dan dilakukan pemantauan perkembangan kemandirian dengan Indeks Barthel sampai dengan hari ke-empat rawat inap. Batas kemaknaan dalam penelitian ini adalah p<0.05.
Hasil Penelitian : Subyek penelitian dengan latihan lingkup gerak sendi kurang aktif sebanyak 14 (42.4%), aktif 10 (30.3%), sangat aktif 9 (27.3%) , sedangkan untuk kemandirian ketidakmampuan menengah (skor 10-14) sebanyak 3 (9.1%), kemandirian ketidakmampuan ringan (skor 15-19) sebanyak 25 (75.8%), mandiri dalam ADL skor ≥ 20 sebanyak 5 (15.2%), batas kemaknaan dalam penelitian ini adalah berbeda bermakna (p = 0.001).
























ANALISIS :
A. Latar belakang penelitian
Dari latar belakang yang dikemukakan peneliti ada beberapa hal yang kami analisa antara lain :
1. Permasalahan terkait stroke yang dibahas kejadiannya masih relevan sampai saat ini karena stroke merupakan kesehatan utama, khususnya di Negara berkembang termasuk Indonesia, Peningkatan jumlah penderita stroke ini identik dengan perubahan gaya hidup yaitu pola makan kaya lemak atau kolesterol yang melanda di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Menurut SKRT 2005 penderita stroke di Indonesia mencapai Di Indonesia sebanyak 25,8 % orang lanjut usia terkena serangan stroke dan 10,9 % pada usia lebih muda sedangkan menurut SKTR tahun 2010 sebanyak 37,5 % orang lanjut usia terkena serangan stroke dan 20,5 % pada usia lebih muda, diperkirakan setiap tahun diperkirakan 500.000 penduduk Indonesia terkena serangan stroke dimana sekitar 25 meninggal dunia sisanya mengalami cacat ringan maupun cacat berat. Dari angka kejadian tersebut stroke merupakan penyebab kecacatan no.1 dan penyebab kematian no.3 setelah penyakit jantung koroner dan penyakit kanker.
2. Dampak stroke merupakan potensi besar terhadap produktifitas karena Banyak penderita yang menjadi cacat, menjadi invalid, tidak mampu lagi mencari nafkah seperti sediakala, menjadi tergantung pada orang lain, dan tidak jarang yang menjadi beban keluarganya, stroke bukan saja menimbulkan permasalahan dari segi kesehatan tetapi juga ekonomi dan sosial sehingga membutuhkan penanganan yang komprehensif.
3. Upaya perawatan pasien pasca Stroke Non Hemoragik menjadi masalah yang sangat komplek karena untuk pemulihan memerlukan waktu dan pengelolaan yang tepat. Aspek-aspek perawatan untuk memandirikan pasien seperti ROM perlu di teliti lebih lanjut pengaruhnya terhadap peningkatan kemandirian pasien pasca Stroke, melihat kompleksitas permasalahan yang dapat diakibatkan karena stroke hendaknya dapat dikembangkan beberapa penelitian terkait dengan stroke antara lain :
a. Proses pemulihan atau penyembuhan yang sempurna atau mendekati sempurna terjadi apabila stroke nendapat penanganan atau perawatan dimulai sejak masuk rumah sakit sampai pulang, namun salah satu faktor yang mendukung proses pemulihan ini tergantung dari ketaatan pasien dalam menjalani proses pemulihan, ketekunan, dan semangat penderita untuk sembuh. Karena tanpa itu semua, dapat mengakibatkan hambatan dalam melakukan rehabilitasi sehingga perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien pasca stroke dalam melakukan rehabilitasi.
b. Aspek psikologis pada pasien pasca stroke tidak dapat diabaikan begitu saja karena setelah serangan stroke pasien bisa mengalami perubahan kepribadian dan emosi karena pasien dengan stroke akan mengalami perubahan produktivitas dan berisiko kehilangan peran yang biasa dilakukan, sehingga pasien pasca stroke akan lebih sensitif, menjadi frustasi, marah, kehilangan harga diri, emosi pasien menjadi labil, dan berakhir menjadi depresi. Pada stroke, depresi merupakan gangguan emosi yang paling sering ditemukan. Gangguan depresi dapat menurunkan kualitas hidup penderita dan dapat memperlambat penyembuhan atau memperberat penyakit fisik serta dapat meningkatkan risiko kematian dan bunuh diri hingga dua kali lipat karena setelah serangan stroke karena penderita menjadi tergantung pada orang lain untuk melakukan aktivitas sehari-hari seperti aktivitas dasar makan, mandi, berpakaian, toileting, berpindah tempat, dan makan dan berjalan. Berdasarkan hal tersebut diatas perlu kirannya dilakukan penelitian tentang hubungan antara tingkat Activity Daily Living (ADL) dengan tingkat depresi pada pasien stroke atau tentang hubungan dukungan social keluarga dengan tinggkat depresi pada pasien stroke
B. Metode penelitian
Metode penelitian observasional dengan pendekatan quasi eksperimen dengan subyek penelitian adalah 33 pasien stroke hemoragi merupakan penellitian dengan sampel pasien (orang) merupakan metode yang sangat riskan terhadap etika penelitian terutama terkait dengan prinsip-prinsip etika penelitian ilmiah antara lain :
1. Prinsip berbuat baik (Beneficence)
Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan dengan baik, yaitu, mengimplementasikan tindakan yang menguntungkan pasien.
Beneficence merupakan kewajiban untuk melakukan hal yang baik bagi responden. Peneliti hendaknya berusaha melakukan penelitian yang memberikan manfaat bagi pasien. Menurut Kozier, Berman, & Snyder (2004) menjelaskan bahwa prinsip ini memaksa kita untuk memberikan keuntungan dengan cara mencegah, menjauhkan bahaya dan menyeimbangkan antara keuntungan dengan bahaya melalui analisa penampilan risiko dan keuntungan, seperti memperkirakan efek samping intervensi terhadap efek terapinya.
Latihan gerak lingkup sendi (ROM) dalam penelitian ini bermanfaat untuk kemandirian pasien dengan perbaikan aktifitas kehidupan sehari-hari pada pasien pasca stroke non hemoragi. Ketepatan melakukan latihan gerak lingkup sendi (ROM) hendaknya harus dilakukan dalam penelitian ini sehingga peneliti meyakinkan diri bahwa responden mendapatkan latihan dan nantinya dapat melakukan latihan dengan dengan benar. Keyakinan peneliti hendaknya diasumsikan atas dasar evaluasi dari latihan ROM yang telah dilakukan sebelumnya.
2. Prinsip tidak merugikan (Nonmaleficence)
NonMaleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak mengandung unsur yang membahayakan, merugikan, rasa cemas, rasa takut. Prinsip nonmaleficence menekankan peneliti untuk tidak melakukan tindakan yang menimbulkan bahaya bagi responden. Tindakan nonmaleficence meliputi upaya untuk mencegah dan membuang unsur bahaya. Kenyataannya upaya untuk tidak membahayakan orang lain lebih berat dibandingkan upaya untuk memberi manfaat bagi orang lain.
Latihan gerak lingkup sendi (ROM) dalam penelitian ini bermanfaat untuk kemandirian pasien dengan perbaikan aktifitas kehidupan sehari-hari pada pasien pasca stroke non hemoragi dalam pelaksanaaan hendaknya peneliti mencegah bahaya yang bisa disebabkan karena latihan yang dilakukan seperti pasien terjatuh atau memaksakan latihan yang tidak sesuai dengan kondisi pasien sehingga akan memperberat kondisi pasien.
3. Prinsip Kebenaran/kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada
setiap pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti.
Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada pasien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Pasien memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
Veracity atau kejujuran merupakan upaya untuk menyampaikan kebenaran informasi yang diberikan, tidak melakukan kebohongan ( Kozier, Berman, & Snyder, 2004 ). Saat melakukan penelitian, peneliti hendaknya memberikan informasi benar kepada responden. Dalam penelitian ini hendaknya peneliti mengajarkan latihan ROM kepada responden berdasarkan sumber dan literature yang sesuai dengan teori, konsep serta metode yang dianjurkan para ahli. Sehingga peneliti menyampaikan informasi benar adanya.
4. Prinsip keadilan (Justice)
Justice atau keadilan adalah suatu kewajiban untuk bersikap adil dalam distribusi beban dan keuntungan ( Kozier, Berman, & Snyder, 2004 ). Prinsip keadilan menuntut peneliti untuk bersikap adil pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pada penelitian dengan rancangan quasy ekpserimen hendaknya ini hendaknya peneliti memperhatikan prinsip keadilan karena dalam rancangan ini ada kelompok sampel yang diberikan perlakuan berupa latihan ROM (kelompok eksperimen) dan tidak diberikan latihan ROM (kelompok control) untuk meminimalisasi kesan tak adil maka kelompok control harus diberikan perlakuan yang sama yaitu latihan ROM setelah selesai proses pengumpulan data atau setelah dilakukan post test


Disamping etika penelitian penentuan jumlah sampel yang cukup juga memegang peranan penting agar hasil dapat digeneralisasi karena sampel merupakan faktor penting dalam penelitian karena sangat diminimalkan untuk menghasilkan sampel yang tingkat akurasi, validitas dan reliabilitasnya tinggi.
Pemenuhan kriteria sampel sangat dipengaruhi oleh pilihan teknik penentuan sampel yang prosedurnya merujuk pada sampling frame, ukuran, dan tipe sampel penelitian. Penentuan sampel bisa menjadi masalah bila peneliti tidak tepat dalam memahami aspek-aspek penting yang terkait dengan penentuan sampel, yaitu tingkat kompleksitas permasalahan dan keragaman populasi penelitian sehingga kontrol by sampel melalui kriteria inklusi dan eklusi perlu diperketat.
Dalam penelitian ini untuk menghasilkan data yang homogen hendaknya pemilihan sampel disesuaikan dengan kondisi atau derajat keparahan serangan contohnya pasien stroke dengan kekuatan yang berbeda bila dijadikan sampel tentu kondisinya akan berbeda pula setelah dilakukan perlakuan yang sama.
Kontrol by statistik melalui penggunaan metode analisis yang tepat, kompleksitas alat uji perlu dipertimbangkan .Penggunaan multi uji untuk meminimalkan hasil yang bias dan hasil yang bisa digenarlisasi perlu dilakukan.
Analisa data merupakan suatu proses atau analisa yang dilakukan secara sistematis terhadap data yang talah dikumpulkan dengan tujuan supaya trend dan relationship bisa dideteksi (Nursalam dan Pariani, 2001).
Mengingat sampel pada penelitian terdiri dari kelompok perlakuan (data pre test dan post test) dan kelompok kontrol (data pre test dan post test) merupakan sampel kelompok berpasangan dan sampel kelompok tidak berpasangan, maka untuk memperoleh hasil yang signifikan dalam penelitian ini seharusnya mengunakan 2 tehnik analisa data yakni jika data berdistribusi normal dan varian data homogen menggunakan “Paired t test dan t test” dan jika data tidak berdistribusi normal dan varian data tidak homogen menggunakan “Wilcoxon Sign Rank Test dan Mann Whitney Test”.
C. Hasil penelitian
Hasil penelitian diatas menyimpulkan bahwa dengan ROM yang sangat aktif mempunyai peluang perbaikan ADL atau kemandirian lebih baik pada pasien stroke. Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa terapi latihan berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan fungsional penderita stroke khususnya jika dilakukan secara intensif dalam 6 bulan pertama, hal ini sesesuai dengan teori dari Bruno Petrina (2007) dalam buku yang berjudul “Motor Recovery instroke” teori ini diakses di http://emedicine medscape.com, Bruno Petrina mengatakan penderita stroke yang diberikan terapi latihan secara intensif dalam 6 bulan pertama akan menyebabkan perbaikan kemampuan motorik penderita stoke semakin baik apalagi bila dilakukan makin sering atau intensitas waktu latihan diberikan semakin banyak, hal menguatkan teori bahwa aktivasi jaringan saraf bersifat use-dependent, semakin sering digunakan, semakin kuat dan semakin meningkatkan jumlah sinaps yang terbentuk. Disamping itu pemulihan fungsi neurologis setelah stroke terjadi dalam 3-6 bulan pertama melalui mekanisme natural dengan cara resolusi edema local, resopsi toksin-toksin local, pemulihan sirkulasi local dan pemulihan neuron yang mengalami iskemia.
Dari penelitian diatas maka memberikan lingkup gerak sendi (ROM) sangat perlu diberikan terutama dalam 6 bulan pertama untuk memaksimalkan perbaikan kemampuan motorik sehingga dengan kemmapuan motorik yang meningkat akan menyebabkan pasien mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebuttuhan ADL secara mandiri.



FORMAT PENGUMPULAN DATA SMD (SURVEY MAWAS DIRI)

FORMAT PENGUMPULAN DATA SMD (SURVEY MAWAS DIRI)
PRAKTEK KEPERAWATAN KOMUNITAS


I . DATA DEMOGRAFI KELUARGA
Kepala Keluarga (KK) :
Nama : .................................................................................................
Umur : ...................................................................................................
Jenis kelamin : ...................................................................................................
Agama : ...................................................................................................
Pendidikan : ...................................................................................................
Alamat lengkap : ..................................................................................................
Suku bangsa : ..................................................................................................
Status perkawinan : ...................................................................................................
Bahasa sehari-hari : ...................................................................................................

Tabel Komposisi Keluarga
No Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Hub dgn KK Ket
Laki Perempuan


II. ANGKET PENGUMPULAN DATA KELUARGA BINAAN

Petunjuk : pilihlah jawaban berikut yang anda anggap paling sesuai dengan keadaan keluarga anda dengan memberi tanda (X). Jawaban dapat lebih dari sat pilihan.

A. Lingkungan F isik / Kesehatan Lingkungan / Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
1. Apakah anggota keluarga biasa mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan setelah buang air besar ?
a. Ya
b. Tidak
2. Darimanakah sumber air yang digunakan keluarga untuk keperluan sehari-hari (mandi, mencuci, memasak, minum ) ?
a. PAM
b. Sumur
c. Sungai
d. Lainnya...........
3. Bagaimanakah keluarga mengolah air untuk diminum ?
a. Dimasak
b. Tidak dimasak
c. Menggunakan air dalam kemasan
d. Lainnya.........
4. Dimanakah keluarga biasanya buang air besar ?
a. Toilet
b. Sungai
c. ” Teba ”
d. Lainnya........
5. Bagaimanakah cara keluarga membuang sampah ?
a. Tempat penampungan khusus
b. Dibakar

c. Ditimbun
d. Diangkut petugas
6. Bagaimana kebiasaan keluarga menggunakan handuk saat mandi?
a. Sendiri-sendiri
b. Bersama-sama
c. Lainnya........
7. Seberapa sering keluarga membersihkan bak mandi atau tempat penampungan air?
a. 1 kali seminggu
b. 2 kali seminggu
c. > 2 kali seminggu
d. Tidak pernah
8. Apakah ada anggota kelurga yang merokok ?
a. Ada
b. Tidak
9. Apakah ada anggota keluarga yang biasa minum minuman beralkohol ?
a. Ya
b. Tidak

B. Ekonomi :
10. Berapakah rata-rata penghasilan seluruh anggota keluarga dalam satu bulan ?
a. < 1 juta per bulan
b. 1-2 juta per bulan
c. > 2 juta per bulan
11. Berapakah rata-rata pengeluaran seluruh anggota keluarga dalam satu bulan ?
a. < 1 juta per bulan
b. 1-2 juta per bulan
c. > 2 juta per bulan


12.Apakah penghasilan keluarga saat ini telah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga ?
a. Ya
b. Tidak
13. Apakah keluarga mempunyai tabungan khusus untuk biaya kesehatan ?
a. Ya
b. Tidak
14. Apakah keluarga mempunyai tabungan khusus untuk biaya pendidikan ?
a. Ya
b. Tidak
15. Apakah keluarga mempunyai tabungan khusus untuk kegiatan rekreasi ?
a. Ya
b. Tidak

C. Keamanan dan Transportasi
16. Apakah menurut keluarga lingkungan tempat tinggal sudah terasa aman ?
a. Ya
b. Tidak, alasan..............
17. Jika keluarga/anggota keluarga ingin melakukan kegiatan di luar banjar, alat transportasi apakah yang biasa digunakan ?
a. Sepeda gayung
b. Sepeda motor
c. Mobil
d. Lainnya........................

D. Komunikasi dan Rekreasi :
18. Sarana komunikasi apakah yang biasa digunakan keluarga ?
a. Telepon
b. Internet

c. Surat
d. Lainnya..........
19. Media informasi apakah yang biasa digunakan keluarga ?
a. Televisi
b. Radio
c. Koran
d. Majalah
e. Lainnya...........
20. Apakah keluarga biasa melakukan kegiatan rekreasi ?
a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang
c. Sering kali
d. Lainnya.........

E. Pelayanan Kesehatan dan Pelayanan Sosial :
21.Apakah keluarga pernah mendapatkan penyuluhan kesehatan dari petugas kesehatan ?
a. Ya, topik...........
b. Tidak
22. Jika ada anggota keluarga yang sakit, kemana biasanya keluarga berobat / mencari pertolongan ?
a. Tenaga kesehatan
b. Dukun
c. Dibiarkan dirumah
d. Lainnya.............
23. Apakah keluarga pernah mendapatkan pelayanan sosial seperti pengobatan gratis?
a. Pernah, jenisnya................
b. Tidak pernah

24. Apakah pelayanan yang diberikan Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Posyandu sudah memadai ?
a. Ya
b. Tidak

F. Kesehatan Bayi, Batita dan Balita :
25. Apakah bayi diberikan ASI eksklusif ( pemberian ASI saja sampai umur 6 bulan)?
a. Ya
b. Tidak
26. Apakah bayi, batita dan atau balita mendapatkan imunisasi lengkap sesuai umur?
a. Ya
b. Tidak
27. Apakah bayi, batita dan balita setiap bulan diajak ke posyandu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ?
a. Ya
b. Tidak
28. Apakah bayi, batita dan balita telah memiliki KMS ?
a. Sudah
b. Belum

G. Kesehatan Remaja :
29. Apakah remaja pernah mendapatkan penyuluhan kesehatan oleh petugas kesehatan dalam 6 bulan terakhir ?
a. Pernah, topiknya...........
b. Tidak
30. Bagaimana sikap remaja bila menghadapi masalah ?
a. Berbicara dengan orang tua dan keluarga
b. Berbicara ke teman
c. Diam saja
d. Mengalihkan ke prilaku negatif (seperti mabuk, merokok dll )
e. Lainnya..........

H. Kesehatan Ibu Hamil :
31. Apakah ibu hamil melakukan pemeriksaaan kehamilan rutin ke petugas kesehatan?
a. Ya
b. Tidak
32. Apakah ibu hamil telah mendapatkan imunisasi TT sesuai jadwal ?
a. Sudah
b. Belum

I. Kesehatan Pasangan Usia Subur (PUS) :
33. Alat kontrasepsi apakah yang digunakan oleh PUS ?
a. Pil KB
b. Suntik KB
c. Susuk (inplant)
d. IUD (spiral)
e. Kontrasepsi mantap (steril)
f. Lainnya.........
34. Apakah PUS mengalami masalah dengan alat kontrasepsi yang digunakan?
a. Ya, sebutkan.........
b. Tidak

J. Kesehatan Lansia :
35. Apakah lansia memanfaatkan posyandu lansia?
a. Ya
b. Tidak
36. Penyakit apakah yang pernah dialami oleh lansia?
a. Rematik
b. Hipertensi
c. TBC
d. Diabetes Mellitus (kencing manis)
e. Lainnya...........

K. Gizi :
37. Apakah menu sehari-hari keluarga sudah memenuhi standar gizi seimbang?
a. Ya
b. Tidak
38. Bagaimana keluarga menyiapkan makanan di meja makan?
a. Ditutup
b. Tidak ditutup

L. Penanggulangan Penyakit Menular dan Tidak Menular :
39. Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular (misal : demam berdarah, pnemonia, TB Paru, diare, campak, thipoid, hepatitis dll ) dalam 6 bulan terakhir?
a. Ya, sebutkan...........
b. Tidak
40. Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan ( misal : hipertensi, DM, asma, epilepsi, jantung, gangguan jiwa dll )?
a. Ya, sebutkan...........
b. Tidak
41. Apakah ada anggota keluarga yang meninggal dunia dalam 1 tahun terakhir?
a. Ya, penyebab............
b. Tidak




M. Politik dan Pemerintahan :
42. Apakah jenis jaminan pemeliharaan kesehatan yang dimiliki keluarga ?
a. Askes
b. Jamkesmas
c. JKBM ( Jaminan Keehatan Bali Mandara )
d. Jamsostek
e. Lainnya........























III. LEMBAR OBSERVASI UNTUK KELUARGA
Petunjuk : Berilah tanda ( V) pada kolom yang sesuai !

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Ventilasi rumah memadai (minimal 20% dari luas lantai
Kamar . )
2 Pencahayaan siang hari memadai (tidak perlu lampu)
3 Lantai rumah minimal diplester dengan semen
4 Kondisi di dalam rumah secara umum bersih
5 Kondisi sekitar pekarangan rumah bersih
6 Ada saluran pembuangan air limbah (SPAL)
7 Kondisi SPAL bersih dan lancar
8 Adanya tanaman obat keluarga (TOGA) memadai dan
Terawat baik
9 Ada barang-barang bekas yang dapat menjadi
Perkembangan jentik nyamuk
10 Jentik nyamuk positif pada tempat penampungan air
11 Terdapat kandang ternak di sekitar pekarangan
12 Kondisi kandang ternak terawat dan bersih
13 Ada jamban / WC keluarga
14 WC bersih dan berfungsi baik
15 Adanya sarana P3K (Pertolongan pertama pada kecelakaan
16 Ada KMS bumil (keluarga dengan bumil)
17 Ada KMS balita (keluarga dengan bayi dan balita)
18 Ada KMS lansia (keluarga dengan lansia )
19 Jarak sumur dengan sepitenk ≥ 10 meter
20 Rumah permanen


JUDUL PROPOSAL PENELITIAN

FILE PROPOSAL LENGKAP

1. PENGETAHUAN IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA TRIMESTER I TENTANG NUTRISI KEHAMILAN
2. TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG AMBULASI DINI
3. GAMBARAN PENGETAHUAN BIDAN TENTANG PENATALAKSANAAN BAYI DENGAN HIPOTERMI
4. TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN
5. GAMBARAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI OLEH BIDAN
6. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU BALITA DENGAN GIZI BURUK
7. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG MAKANAN BERGIZI
8. HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KECEMASAN SUAMI TENTANG BERHUBUNGAN SEKS SELAMA KEHAMILAN
9. TINGKAT PENGETAHUAN IBU PRIMIGRAVIDA TENTANG HIPEREMESIS GRAVIDARUM
10. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KEKERASAN PADA ANAK USIA 0-5 TAHUN
11. GAMBARAN KEJADIAN KONSTIPASI PADA IBU HAMIL TRIMESTER I DAN III YANG MENGKONSUMSI TABLET Fe
12. GAMBARAN TINGKAT KEPUASAN IBU HAMIL PADA PELAYANAN ANTENATAL CARE DI BPS
13. GAMBARAN MOTIVASI IBU HAMIL MELAKUKAN ANTENATAL CARE DI DESA...
14. GAMBARAN KOMPLIKASI KETUBAN PECAH DINI PRETERM DI RS...
15. PENGETAHUAN IBU TENTANG BUANG AIR BESAR FISIOLOGIS PADA NEONATUS
16. HUBUNGAN ANTARA INDUKSI PERSALINAN (OKSITOSIN DRIP) DENGAN KEJADIAN ROBEKAN JALAN LAHIR SPONTAN PADA PERTOLONGAN PERSALINAN NORMAL DI RSU
17. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU PRIMIPARA TENTANG CARA MEMANDIKAN BAYI
18. TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMANTAUAN PERTUMBUHAN PERTUMBUHAN BERAT BADAN PADA BALITA USIA 0–60 BULAN
19. TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI PADA BAYI USIA 6-12 BULAN
20. GAMBARAN SIKAP IBU DALAM MENGHADAPI RENDAHNYA PENGETAHUAN SEKS REMAJA 16-20 TAHUN
21. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TRIMESTER I TENTANG EMESIS GRAVIDARUM
22. TINGKAT PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR TENTANG PAP SMEAR
23. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG IKTERUS FISIOLOGIS DI BPS
24. TINGKAT PENGETAHUAN KADER POSYANDU TENTANG IMUNISASI DASAR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
25. STUDI TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TRIMESTER III TENTANG KOLOSTRUM BAGI BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
26. GAMBARAN PENGETAHUAN PUS TENTANG KONTRASEPSI MANTAP WANITA
27. GAMBARAN PENGETAHUAN WUS TENTANG MASA SUBUR BERKAITAN DENGAN KEHAMILAN DI WILAYAH KERJA
28. TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL RISIKO TINGGI TENTANG PEMERIKSAAN USG KEHAMILAN
29. PENGETAHUAN IBU POST SC TENTANG PERAWATAN LUKA SECTIO SESAREA DI RUANG NIFAS RS
30. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN BUTEKI BAYI USIA 0 – 6 BULAN TENTANG REGURGITASI DI
31. HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU PASCA NIFAS TENTANG HUBUNGAN SEKSUAL PASCA NIFAS
32. GAMBARAN PERAN BIDAN DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
33. GAMBARAN PERAN SUAMI DALAM PROSES PERSALINAN DI BPS
34. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG PERAWATAN PAYUDARA
35. GAMBARAN KEJADIAN KELAHIRAN PREMATUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
36. GAMBARAN KEJADIAN DEPRESI POST PARTUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
37. GAMBARAN KEJADIAN BABY BLUES DI BPS
38. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU YANG BEKERJA TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI DESA
39. GAMBARAN KEJADIAN RUAM POPOK PADA BBLR DI RUMAH SAKIT...
40. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PENANGANAN DIARE PADA BALITA DI DESA
41. GAMBARAN PENGETAHUAN BIDAN TENTANG TERAPI BERMAIN DI RS
42. GAMBARAN PENGETAHUAN BIDAN TENTANG HINOBIRHING DI WILAYAH KERJA..
43. GAMBARAN PARTISIPASI SUAMI DALAM ASUHAN KEHAMILAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
44. GAMBARAN INVOLUSI UTERI PADA IBU POST PARTUM NORMAL
45. PENGARUH PERAWATAN PAYUDARA TERHADAP PRODUKSI ASI
46. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU PRIMIPARA TENTANG CARA MENYUSUI
47. GAMBARAN SIKAP IBU NIFAS TENTANG PELAKSANAAN SENAM NIFAS
48. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU BERSALIN TENTANG DAMPAK PERSALINAN SEKSIO SESAREA
49. TINGKAT PENGETAHUAN BIDAN TENTANG HIPNOBIRTHING
50. PENGARUH HIPNOBIRTHING TERHADAP NYERI PERSALINAN KALA I FASE AKTIF
51. PENGARUH HIPNOBIRTHING TERHADAP TINGKAT KECEMASAN IBU BERSALIN
52. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA MASA KEHAMILAN TRIWULAN I
53. GAMBARAN KEPATUHAN IBU HAMIL DALAM MELAKSANAKAN ANTENATAL CARE
54. GAMBARAN MOTIVASI IBU HAMIL DALAM MELAKSANAKAN PERAWATAN PAYUDARA
55. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PENCEGAHAN HIPOTERMI PADA BAYI BARU LAHIR
56. GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN IBU PRIMIGRAVIDA DALAM MENGHADAPI PERSALINAN
57. GAMBARAN PENGETAHUAN AKSEPTOR NON AKDR TENTANG ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM
58. TINGKAT PENGETAHUAN WUS TENTANG PEMERIKSAAN PAP SMEAR
59. GAMBARAN MINAT WUS DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR
60. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG INISIASI MENYUSU DINI
61. GAMBARAN MINAT AKSEPTOR MENGGUNAKAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM
62. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU PRIMIGRAVIDA TRIWULAN III TENTANG PERSIAPAN PERSALINAN
63. GAMBARAN PNGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG NYERI HAID
64. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU PRIMIGRAVIDA TENTANG NUTRISI IBU HAMIL
65. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU MENYUSUI TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
66. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DALAM MENSTIMULASI PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR BALITA USIA 2-3 TAHUN
67. GAMBARAN PENGETAHUAN BIDAN TENTANG PENATALAKSANAAN BAYI DENGAN HIPOTERMI
68. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ANEMIA GRAVIDARUM
69. GAMBARAN PENGETAHUAN AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA YANG MENGGUNAKAN PIL DI BIDAN PRAKTEK SWASTA
70. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU PRIMIGRAVIDA TENTANG MOBILISASI DINI PADA IBU POST PARTUM
71. GAMBARAN PENGETAHUAN WUS TENTANG KANKER SERVIKS
72. HUBUNGAN PARITAS DENGAN KEJADIAN KANKER LEHER RAHIM
73. HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PARTISIPASI SUAMI DALAM KB
74. GAMBARAN PARTISIPASI SUAMI DALAM KB
75. HUBUNGAN ANTARA LAMA KETUBAN PECAH DINI TERHADAP NILAI APGAR PADA KEHAMILAN ATERM
76. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG IMD DENGAN PRAKTEK INISIASI MENYUSU DINI
77. GAMBARAN DUKUNGAN SUAMI DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
78. GAMBARAN DUKUNGAN SUAMI PADA IBU PRIMIGRAVIDA PADA MASA KEHAMILAN
79. HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PRAKTEK MERAWAT PAYUDARA PADA IBU POST PARTUM
80. HUBUNGAN PERAN SERTA SUAMI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL DALAM MENGHADAPIPROSES PERSALINAN
81. GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU YANG MEMILIKI ANAK USIA 3-5 TAHUN TENTANG STIMULASI PERKEMBANGAN


TERAPI OKUPASI

2.3 Konsep Dasar TERAPI OKUPASI
Konsep dasar terapi okupasi membahas tentang pengertian, indikasi, fungsi, jenis, dan tahapan terapi okupasi serta tahapan terapi okupasi kelompok, selengkapnya dijabarkan dalam uraian berikut ini:

2.3.1 Pengertian Terapi Okupasi
Terapi okupasi merupakan salah satu bentuk psikoterapi suportif yang penting dilakukan untuk meningkatkan kesembuhan pasien (Buchain et al, 2003).
Terapi okupasi (Occupational terapy) merupakan suatu ilmu dan seni dalam mengarahkan partisipasi seseorang untuk melaksanakan suatu tugas tertentu yang telah ditentukan dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat, meningkatkan kemampuan dan mempermudah belajar keahlian atau fungsi yang dibutuhkan dalam tahap penyesuaian diri dengan lingkungan. Juga untuk meningkatkan derajat kesehatan (Budiman & Siahan, 2003).
Terapi okupasi adalah prosedur rehabilitasi yang di dalam aturan medis menggunakan aktivitas-aktivitas yang membangkitkan kemandirian secara manual, kreatif, rekreasional, edukasional, dan sosial serta industrial untuk memperoleh keuntungan yang diharapkan atas fungsi fisik dan respon-respon mental pasien (Spackman dalam Djunaedi & Yitnarmuti, 2001)
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan terapi okupasi, merupakan suatu bentuk psikoterapi suportif berupa aktivitas-aktivitas yang membangkitkan kemandirian secara manual, kreatif, dan edukasional untuk penyesuaian diri dengan lingkungan dan meningkatkan derajat kesehatan fisik dan mental pasien.

2.3.2 Indikasi Terapi Okupasi
Menurut Djunaedi & Yitnarmuti (2001) indikasi untuk terapi okupasi adalah sebagai berikut:
(1) Seseorang yang kurang berfungsi dalam kehidupannya karena kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam mengintegrasikan perkembangan psikososialnya.
(2) Kelainan tingkah laku yang terlibat dalam kesulitannya berkomunikasi dengan orang lain.
(3) Tingkah laku yang tidak wajar dalam mengekspresikan perasaan atau kebutuhan yang primitif.
(4) Ketidakmampuan menginterpretasikan rangsangan sehingga reaksi terhadap rangsangan tersebut tidak wajar.
(5) Terhentinya seseorang dalam fase pertumbuhan tertentu atau seseorang yang mengalami kemunduran.
(6) Seseorang yang lebih mudah mengekspresikan perasaannya melalui aktivitas daripada percakapan.
(7) Seseorang yang merasa lebih mudah mempelajari sesuatu dengan cara mempraktekannya daripada membayangkannya.
(8) Seseorang yang cacat tubuh yang mengalami gangguan dalam kepribadiannya.

2.3.3 Fungsi Terapi Okupasi
Menurut Djunaedi & Yitnarmuti (2001) fungsi terapi okupasi adalah sebagai berikut:
(1) Sebagai perlakuan psikiatri yang spesifik untuk membangun kesempatan-kesempatan demi hubungan yang lebih memuaskan, membantu pelepasan, atau sublimasi dorongan (drive) emosional, sebagai suatu alat diagnostik.
(2) Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan ruang gerak sendi, kekuatan otot, dan koordinasi gerakan.
(3) Mengajarkan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan, berpakaian, belajar menggunakan fasilitas umum (telepon, televisi, dan lain-lain), baik dengan maupun tanpa alat bantu, mandi yang bersih, dan lain-lain.
(4) Membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin di rumahnya dan memberi saran penyederhanaan (siplifikasi) ruangan maupun letak alat-alat kebutuhan sehari-hari.
(5) Meningkatkan toleransi kerja, memelihara, dan meningkatkan kemampuan yang masih ada.
(6) Eksplorasi prevokasional untuk memastikan kemampuan fisik dan mental pasien, penyesuaian sosial, dan ketertarikan, kebiasaan-kebiasaan kerja, keterampilan, dan potensial untuk dipekerjakan.
(7) Sebagai suatu ukuran suportif dalam membantu pasien untuk menerima suatu periode kesembuhan atau masuk rumah sakit dalam jangka waktu yang lama.
(8) Mengarahkan minat dan hobi agar dapat digunakan.

2.3.4 Jenis Terapi Okupasi
Menurut Creek (2002) okupasi terapi bergerak pada tiga area, atau yang biasa disebut dengan occupational performance yaitu, activity of daily living (perawatan diri), productivity (kerja), dan leisure (pemanfaatan waktu luang). Bagaimanapun setiap individu yang hidup memerlukan ketiga komponen tersebut. Individu-individu tersebut perlu melakukan perawatan diri seperti aktivitas makan, mandi, berpakaian, berhias, dan sebagainya tanpa memerlukan bantuan dari orang lain. Individu juga perlu bekerja untuk bisa mempertahankan hidup dan mendapat kepuasan atau makna dalam hidupnya. Selain itu, penting juga dalam kegiatan refresing, penyaluran hobi, dan pemanfaatan waktu luang untuk melakukan aktivitas yang bermanfaat disela-sela kepenatan bekerja. Semua itu terangkum dalam terapi okupasi yang bertujuan mengembalikan fungsi individu agar menemukan kembali makna atau arti hidup meski telah mengalami gangguan fisik atau mental. Jenis terapi okupasi menurut Rogers & Holm (2004) dan Creek (2002) yaitu:
(1) Aktivitas Sehari-hari (Activity of Daily Living)
Aktivitas yang dituju untuk merawat diri yang juga disebut Basic Activities of Daily Living atau Personal Activities of Daily Living terdiri dari: kebutuhan dasar fisik (makan, cara makan, kemampuan berpindah, merawat benda pribadi, tidur, buang air besar, mandi, dan menjaga kebersihan pribadi) dan fungsi kelangsungan hidup (memasak, berpakaian, berbelanja, dan menjaga lingkungan hidup seseorang agar tetap sehat).

(2) Pekerjaan
Kerja adalah kegiatan produktif, baik dibayar atau tidak dibayar. Pekerjaan di mana seseorang menghabiskan sebagian besar waktunya biasanya menjadi bagian penting dari identitas pribadi dan peran sosial, memberinya posisinya dalam masyarakat, dan rasa nilai sendiri sebagai anggota yang ikut berperan. Pekerjaan yang berbeda diberi nilai-nilai sosial yang berbeda pada masyarakat. Termasuk aktivitas yang diperlukan untuk dilibatkan pada pekerjaan yang menguntungkan/menghasilkan atau aktivitas sukarela seperti minat pekerjaan, mencari pekerjaan dan kemahiran, tampilan pekerjaan, persiapan pengunduran dan penyesuaian, partisipasi sukarela, relawan sukarela. Pekerjaan secara individu memiliki banyak fungsi yaitu pekerjaan memberikan orang peran utama dalam masyarakat dan posisi sosial, pekerjaan sebagai sarana dari mata pencaharian, memberikan struktur untuk pembagian waktu untuk kegiatan lain yang dapat direncanakan, dapat memberikan rasa tujuan hidup dan nilai hidup, dapat menjadi bagian penting dari identitas pribadi seseorang dan sumber harga diri, dapat menjadi forum untuk bertemu orang-orang dan membangun hubungan, dan dapat menjadi suatu kepentingan dan sumber kepuasan.
(3) Waktu Luang
Aktivitas mengisi waktu luang adalah aktivitas yang dilakukan pada waktu luang yang bermotivasi dan memberikan kegembiraan, hiburan, serta mengalihkan perhatian pasien. Aktivitas tidak wajib yang pada hakekatnya kebebasan beraktivitas. Adapun jenis-jenis aktivitas waktu luang seperti menjelajah waktu luang (mengidentifikasi minat, keterampilan, kesempatan, dan aktivitas waktu luang yang sesuai) dan partisipasi waktu luang (merencanakan dan berpatisipasi dalam aktivitas waktu luang yang sesuai, mengatur keseimbangan waktu luang dengan kegiatan yang lainnya, dan memperoleh, memakai, dan mengatur peralatan dan barang yang sesuai).

2.3.5 Tahapan Terapi Okupasi
Menurut Tirta & Putra (2008) dan Untari (2006). Adapun tahapan terapi okupasi, antara lain:
(1) Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi sangat menentukan bagi tahap-tahap berikutnya. Pada tahap awal ini mulai dibentuk hubungan kerjasama antara terapis dan pasien, yang kemudian akan dilanjutkan selama tahap terapi okupasi. Tahap ini juga disebut tahapan kognitif yang memfokuskan kemampuan pekerjaan yang berorientasi pada keterampilan kognitif.
Tahap evaluasi dibagi menjadi 2 langkah. Langkah pertama adalah profil pekerjaan (occupational profile) dimana terapis mengumpulkan informasi mengenai riwayat dan pengalaman pekerjaan pasien, pola hidup sehari-hari, minat, dan kebutuhannya. Dengan pendekatan “client-centered”, informasi tersebut dikumpulkan untuk dapat memahami apa yang penting dan sangat bermakna bagi pasien saat ini, apa yang ingin dan perlu dilakukannya, serta mengidentifikasi pengalaman dan minat sebelumnya yang mungkin akan membantu memahami persoalan dan masalah yang ada saat ini.
Langkah kedua adalah analisa tampilan pekerjaan (analysis of occupational performance). Tampilan pekerjaan yang dimaksud adalah kemampuan untuk melaksanakan aktivitas dalam kehidupan keseharian, yang meliputi aktivitas dasar hidup sehari-hari, pendidikan, bekerja, bermain, mengisi waktu luang, dan partisipasi sosial. Hal yang juga diperhatikan pada tahap awal atau kognitif ini adalah membangkitkan ide saat waktu luang pasien, mempelajari berapa banyak kemungkinan atau waktu yang dihabiskan, membandingkan beberapa kegiatan yang menyenangkan dibanding bekerja, mengatur waktu untuk hal yang menyenangkan (kebutuhan, pilihan, hambatan, dan minat), dan mengatur waktu diri sendiri. Keterampilan dasar yang diharapkan mendapatkan keterampilan, memproses keterampilan, menyalurkan keterampilan, dan ketegasan pasien.
(2) Tahap Intervensi
Tahap intervensi yang terbagi dalam 3 langkah, yaitu rencana intervensi, implementasi intervensi, dan peninjauan (review) intervensi. Rencana intervensi adalah sebuah rencana yang dibangun berdasar pada hasil tahap evaluasi dan menggambarkan pendekatan terapi okupasi serta jenis intervensi yang terpilih, guna mencapai target hasil akhir yang ditentukan oleh pasien. Rencana intervensi ini dibangun secara bersama-sama dengan pasien (termasuk pada beberapa kasus bisa bersama keluarga atau orang lain yang berpengaruh), dan berdasarkan tujuan serta prioritas pasien. Rencana intervensi yang telah tersusun kemudian dilaksanakan sebagai implementasi intervensi yang mana diartikan sebagai tahap keterampilan dalam mempengaruhi perubahan tampilan pekerjaan pasien, membimbing mengerjakan pekerjaan atau aktivitas untuk mendukung partisipasi. Langkah ini adalah tahap bersama antara pasien, ahli, dan asisten terapi okupasi.
Implementasi intervensi terapi okupasi dapat dilakukan baik secara individual maupun berkelompok, tergantung dari keadaan pasien, tujuan terapi, dan lain-lain. Metode individual bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak informasi dan sekaligus untuk evaluasi pasien, pada pasien yang belum dapat atau mampu untuk berinteraksi dengan cukup baik didalam suatu kelompok sehingga dianggap akan mengganggu kelancaran suatu kelompok, dan pasien yang sedang menjalani latihan kerja dengan tujuan agar terapis dapat mengevaluasi pasien lebih efektif. Sedangkan metode kelompok dilakukan untuk pasien lama atas dasar seleksi dengan masalah atau hampir bersamaan, atau dalam melakukan suatu aktivitas untuk tujuan tertentu bagi beberapa pasien sekaligus. Sebelum memulai suatu kegiatan baik secara individual maupun kelompok maka terapis harus mempersiapkan terlebih dahulu segala sesuatunya yang menyangkut pelaksanaan kegiatan tersebut. Pasien juga perlu dipersiapkan dengan cara memperkenalkan kegiatan dan menjelaskan tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga dia atau mereka lebih mengerti dan berusaha untuk ikut aktif. Jumlah anggota dalam suatu kelompok disesuaikan dengan jenis aktivitas yang akan dilakukan dan kemampuan terapis mengawasi.
Sedangkan peninjauan intervensi diartikan sebagai suatu tahap berkelanjutan untuk mengevaluasi dan meninjau kembali rencana intervensi sebelumnya, efektivitas pelaksanaannya, sejauh mana perkembangan yang telah dicapai untuk menuju target hasil akhir. Bilamana dibutuhkan, pada langkah ini dapat dilakukan perubahan terhadap rencana intervensi.

(3) Tahap Hasil Akhir
Tahap terakhir pada terapi okupasi adalah hasil akhir (outcome). Hasil akhir disini diartikan sebagai dimensi penting dari kesehatan yang berhubungan dengan intervensi, termasuk kemampuan untuk berfungsi, persepsi kesehatan, dan kepuasaan dengan penuh perhatian. Pada tahap ini ditentukan apakah sudah berhasil mencapai target hasil akhir yang diinginkan atau tidak. Jadi hasil akhir dalam bentuk tampilan okupasi, kepuasaan pasien, kompetensi aturan, adaptasi, pencegahan, dan kualitas hidup.

2.3.6 Tahapan Terapi Okupasi Kelompok
Setiap akan melakukan terapi okupasi kelompok harus direncanakan dahulu. Terapis melakukan kontrak kepada kelompok. Terapis dan kelompok mempertimbangkan tempat, lokasi yang kondusif, alat, dan bahan yang harus disiapkan. Menurut Untari (2006) adapun tahapan aktivitas terapi okupasi kelompok, yaitu:
(1) Orientasi
Orientasi sangat membantu pasien untuk mengikuti kelompok terapi. Tujuan orientasi adalah meyakinkan bahwa pasien mempunyai orientasi yang baik tentang orang, tempat, dan waktu. Orientasi memerlukan waktu kurang lebih 5 menit. Aktivitas yang dilakukan selama tahapan orientasi adalah terapis melakukan orientasi kegiatan yang akan dilakukan oleh kelompok terapi.
(2) Tahap Pendahuluan (Introduction)
Tahap pendahuluan adalah tahap perkenalan baik dari terapis maupun pasien. Terapis memperkenalkan diri baru kemudian masing-masing pasien menyebutkan nama dan alamatnya. Cara yang biasa digunakan adalah dengan melemparkan balon yaitu pasien harus menyebutkan nama apabila mendapatkan bola yang telah dilempar. Setiap kali seorang pasien selesai memperkenalkan diri, terapis mengajak semua pasien untuk bertepuk tangan. Tahap pendahuluan memerlukan waktu 5-10 menit.
(3) Tahap pemanasan (Warm-up activities)
Setelah melakukan proses memperkenalkan diri, terapis mengajak pasien untuk aktivitas pemanasan (warm-up activities). Tahap ini memerlukan waktu 5-10 menit. Aktivitas yang digunakan adalah latihan fisik sederhana (simple physical exercise). Tujuannya adalah meningkatkan perhatian dan minat pasien melalui gerakan dasar tubuh dan agar pasien mampu mengikuti aturan atau instruksi sederhana seperti berputar, turunkan tangan, dan lain-lain.
(4) Tahap aktivitas terpilih (selected activities)
Tahap ini memerlukan waktu 10-20 menit. Mempertimbangkan kebutuhan kognitif, motorik, dan interaksi yang akan dikembangkan. Biasanya aktivitas yang dipilih adalah aktivitas dengan aturan sederhana dan aktivitas yang dilakukan sebaiknya disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Terapis memberikan pujian setiap kali pasien selesai melakukan terapi okupasi dengan baik dan mengajak anggota kelompok bertepuk tangan.
(5) Tahap Terminasi
Tahap ini menandakan bahwa terapi okupasi akan berakhir. Terapis dan pasien mengumpulkan material (alat-bahan) bersama-sama dan mengadakan diskusi kecil tentang jalannya proses terapi okupasi.

Kecendrungan Depresi Postpartum

1. Pengertian
Menurut Sudarsono (2007) kecenderungan adalah hasrat dan keinginan yang selalu timbul berulang-ulang, sedangkan Anshari (2006) mengartikan kecenderungan sebagai satu set atau satu susunan sikap untuk bertingkah laku dengan cara tertentu. Soekanto (2003) menyatakan kecenderungan merupakan suatu dorongan yang muncul dari dalam individu secara tetap menuju suatu arah tertentu untuk menunjukkan suka atau tidak suka kepada suatu objek.
Menurut Hawari (2002) mengatakan depresi adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (affective/mood disorder), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa. Lebih terperinci dijelaskan oleh Maramis (2005) mengatakan depresi sebagai satu kesatuan diagnosis gangguan jiwa adalah suatu keadaan jiwa dengan ciri sedih, merasakan sendirian, putus asa, rendah diri dari hubungan sosial, tidak ada harapan penyesalan yang patologis dan terdapat gangguan somatik seperti anoreksia, serta insomnia.
Menurut Bobak (2004) depresi postpartum adalah gangguan suasana hati pada ibu postpatum yang tejadi dalam enam bulan setelah melahirkan. Selain definisi di atas, ada juga ahli lain yang menyebutkan depresi postpartum adalah gangguan suasana hati yang dirasakan ibu postpartum dalam delapan minggu setelah melahirkan dan bisa berlanjut selama setahun di mana perasaan ini berkaitan dengan bayinya ( Mansur, 2009).
Berdasarkan definisi ahli tersebut maka yang dimaksud dengan kecendrungan depresi postpartum pada penelitian ini adalah dorongan yang muncul berupa gangguan suasana hati pada ibu postpartum yang terjadi dalam delapan minggu setelah melahirkan dan bisa berlanjut selama setahun di mana perasaan ini berkaitan dengan bayinya.
2. Faktor predisposisi depresi postpartum
Menurut Regina (2009) dan Kruckman dalam Yanita (2007) mengemukakan faktor predisposisi depresi postpartum antara lain :
a. Faktor konstitusional.
Faktor konstitusional yang dapat mendukung terjadinya depresi postpartum antara lain :
1) Faktor umur
Faktor usia perempuan yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu.
2) Faktor pendidikan
Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya diluar rumah, dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak–anak mereka
b. Faktor fisik
Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan mental selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting penyebab depresi post partum. Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang progesteron naik dan estrogen yang menurun secara cepat setelah melahirkan merupakan faktor penyebab yang sudah pasti.
c. Faktor psikologis
Peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada akhir kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian psikologis individu. Klaus dan Kennel dalam Regina, (2009) mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini untuk memulai hubungan baik antara ibu dan anak.
d. Faktor dukungan sosial
Banyaknya kerabat yang membantu pada saat kehamilan, persalinan dan pascasalin, beban seorang ibu karena kehamilannya sedikit banyak berkurang. Dukungan sosial meliputi :
1) Dukungan suami
Dukungan suami merupakan faktor terbesar untuk memicu terjadinya depresi post patum. Hal ini dikarenakan dukungan suami merupakan strategi koping penting pada saat mengalami stress dan berfungsi sebagai strategi preventif untuk mengurangi stress
2) Dukungan keluarga
Dukungan yang diberikan kepada ibu postpartum oleh keluarga dengan cara menghargai, menolong, menyayangi dan memperhatikan sehingga memberikan rasa aman, tentram, dan keuntungan emosional, dengan dukungan yang diberikan tersebut dapat mengurangi stres yang dialami ibu postpartum.
3) Dukungan tenaga kesehatan
Dukungan tenaga kesehatan yang diberikan kepada ibu post partum untuk mencegah terjadinya depresi post partum dapat berupa pemberian informasi tentang perawatan anak dan perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi setelah melahirkan.
3. Karakteristik Wanita yang Berisiko Mengalami Depresi Postpartum
Menurut Mansur (2009) dan Cunningham (2006) karakteristik wanita yang berisiko mengalami depresi postpartum yaitu:
a. Wanita yang mempunyai riwayat depresi.
b. Wanita yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis.
c. Wanita yang kurang mendapatkan dukungan dari suami atau orang-orang terdekatnya selama hamil dan setelah melahirkan.
d. Wanita yang jarang berkonsultasi dengan dokter selama masa kehamilanya.
e. Wanita yang mengalami komplikasi selama kehamilan dan persalinan.
f. Wanita yang termasuk dalam umur reproduksi tidak sehat (< 20 tahun dan > 35 tahun)
4. Gejala Depresi Postpartum
Depresi merupakan gangguan yang betul–betul dipertimbangkan sebagai psikopatologi yang paling sering mendahului bunuh diri, sehingga tidak jarang berakhir dengan kematian. Gejala depresi seringkali timbul bersamaan dengan gejala kecemasan. Manifestasi dari kedua gangguan ini lebih lanjut sering timbul sebagai keluhan umum seperti : sukar tidur, merasa bersalah, kelelahan, sukar konsentrasi, hingga pikiran mau bunuh diri. Menurut Cunningham, (2006) gejala depresi postpartum tidak berbeda dengan yang terdapat pada kelainan depresi lainnya. Hal yang terutama mengkhawatirkan adalah pikiran – pikiran ingin bunuh diri, waham–waham paranoid dan ancaman kekerasan terhadap anak–anaknya. Hal senada juga diungkapkan oleh Ling dan Duff (2001), bahwa gejala depresi postpartum yang dialami 60 % wanita hampir sama dengan gejala depresi pada umumnya. Tetapi dibandingkan dengan gangguan depresi yang umum, depresi postpartum mempunyai karakteristik yang spesifik antara lain :
a. Mimpi buruk. Biasanya terjadi sewaktu tidur REM. Karena mimpi-mimpi yang menakutkan, individu itu sering terbangun sehingga dapat mengakibatkan insomnia.
b. Insomnia. Biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain yang terjadi dalam hidup manusia.
c. Phobia. Rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun diketahuinya bahwa hal itu irasional adanya. Ibu yang melahirkan dengan bedah Caesar sering merasakan kembali dan mengingat kelahiran yang dijalaninya. Ibu yang menjalani bedah Caesar akan merasakan emosi yang bermacam–macam. Keadaan ini dimulai dengan perasaan syok dan tidak percaya terhadap apa yang telah terjadi. Wanita yang pernah mengalami bedah Caesar akan melahirkan dengan bedah Caesar pula untuk kehamilan berikutnya. Hal ini bisa membuat rasa takut terhadap peralatan peralatan operasi dan jarum.
d. Kecemasan. Ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahuinya
e. Meningkatnya sensitivitas. Periode pasca kelahiran meliputi banyak sekali penyesuaian diri dan pembiasaan diri. Bayi harus diurus, ibu harus pulih kembali dari persalinan anak, ibu harus belajar bagaimana merawat bayi, ibu perlu belajar merasa puas atau bahagia terhadap dirinya sendiri sebagai seorang ibu. Kurangnya pengalaman atau kurangnya rasa percaya diri dengan bayi yang lahir, atau waktu dan tuntutan yang ekstensif akan meningkatkan sensitivitas ibu.
f. Perubahan mood.
Menurut Sloane dan Bennedict dalam Cunningham, (2006) menyatakan bahwa depresi postpartum muncul dengan gejala sebagai berikut : kurang nafsu makan, sedih, murung, perasaan tidak berharga, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri, menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak mempunyai harapan untuk masa depan, tidak mau berhubungan dengan orang lain. Di sisi lain kadang ibu jengkel dan sulit untuk mencintai bayinya yang tidak mau tidur dan menangis terus serta mengotori kain yang baru diganti. Hal ini menimbulkan kecemasan dan perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang benar–benar memusuhi bayinya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gejala–gejala depresi postpartum antara lain adalah trauma terhadap intervensi medis yang dialami, kelelahan, perubahan mood, gangguan nafsu makan, gangguan tidur, tidak mau berhubungan dengan orang lain, tidak mencintai bayinya, ingin menyakiti bayi atau dirinya sendiri atau keduanya
5. Penatalaksanaan
Menurut Mansur (2009) penatalaksanaan untuk depresi postpartum antara lain:
a. Screening Test, di luar negeri seperti di Belanda digunakan Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) yang merupakan kuesioner dengan validitas teruji yang mampu mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan - pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah, serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada postpartum blues. EDPS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti: Belanda, Swadia, Australia, Italia dan Indonesia. EDPS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 minggu kemudian
b. Dukungan Psikologis dari suami dan keluarga
c. Istirahat yang cukup untuk mencegah dan mengurangi perubahan perasaan
d. Dukungan dari tenaga kesehatan, seperti dokter obstetri dan bidan atau perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai atau adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul pada masa-masa tersebut beserta penanganannya.
e. Diperlukan dukungan psikolog atau konselor jika keadaan ibu tampak sangat mengganggu. Dukungan bisa diberikan melalui keprihatinan dan perhatian pada ibu. Selain itu ibu dapat mencari psikiater, psikolog atau ahli kesehatan mental lainnya untuk melakukan konseling agar dapat menemukan cara dalam menanggulangi dan memecahkan masalah serta menetapkan tujuan realistis.

Hypnobirthing

3. Tehnik Dasar Hypnobirthing
HypnoBirthing akan mengajarkan teknik-teknik yang dibutuhkan untuk membantu ibu tetap tenang dan bahagia selama kehamilan dan untuk menciptakan kegembiraan, hal-hal positif tentang kelahiran, dan membuat suatu perbedaan besar terhadap kesehatan emosi dan fisik bayi.
Menurut Morgan (2007) teknik dasar hypnobirthing, yaitu teknik konsentrasi pikiran, teknik relaksasi dengan pernafasan, dan teknik pernafasan pada proses persalinan. Setiap teknik memiliki beberapa alternatif di mana dapat dipilih salah satunya atau lebih yang dianggap paling efektif dan paling disukai. Belajar menggunakan ketiga teknik ini, sehingga ketiganya menjadi sebuah kebiasaan, dan akan membantu mempersiapkan tubuh dan pikiran bagi proses persalinan.
a. Konsentrasi Pikiran
Sebelum mulai mempraktikan Hypnobirthing, seseorang perlu melatih cara pikiran agar mampu berkonsentrasi. Karena, makin mudah berkonsentrasi dan berfokus, makin lancar pula proses latihan HypnoBirthing. Berikut adalah cara-cara dan praktik yang bisa digunakan untuk melatih konsentrasi dan focus pikiran.
1) Teknik Pendulum
Jika sudah memiliki pendulum, gunakan saja. Jika belum, bisa membuatnya sendiri. Ambillah seutas benang yang agak tebal atau tali yang tidak terlalu besar, dengan panjang 15-20 cm. Ikatkan benda seperti klip, batu kerikil, atau cincin pada ujung benang atau tali tersebut, lalu, mulailah melatih konsentrasi :
a) Peganglah ujung tali dengan jemari tangan anda dengan bagian yang berat berada dibawah sehingga anda akan mendapatkan sebuah pendulum yang menggelantung.
b) Tariklah nafas panjang agar pikiran dapat rileks dan terfokus pada pendulum. Tutuplah mata anda saat menarik nafas jika perlu.
c) Bicaralah dan niatkan pada tataran alam bawah sadar anda bahwa anda akan memasuki alam bawah sadar saat ini.
d) Hilangkan semua hal yang ada disekeliling anda, jangan pikirkan hal lain.
e) Lalu, perlahan bukalah mata anda, tetaplah dalam kondisi terfokus
f) Tariklah nafas panjang dan embuskan dengan perlahan dan tenang.
g) Dengan pikiran yang tenang, niatkan pendulum untuk bergerak perlahan-lahan, ke kanan ke kiri, ke depan-belakang, atau berputar kekanan lalu ke kiri, tetapi jangan lupa untuk tetap mempertahankan kondisi relaks dan terfokus pada anda.
h) Cobalah beberapa saat, niatkan pendulum untuk bergerak sesuai niat hati anda, baik itu arah maupun kecepatannya.
i) Ketika anda telah mencapai kondisi relaks dan terfokus yang mendalam, pendulum akan bergerak sesuai yang diniatkan oleh suara hati anda. Lakukan latihan relaksasi dan focus ini untuk beberapa saat.
j) Jika anda telah selesai, niatkan dengan pikiran agar pendulum bergerak makin perlahan hingga akhirnya berhenti.
k) Tunggulah beberapa saat sampai pendulum berhenti sesuai dengan yang anda niatkan.
l) Ketika pendulum telah berhenti, tariklah nafas panjang kedalam, lalu kembalikan kesadaran anda ke linngkungan sekitar.
2). Teknik Bola Energi
Teknik ini digunakan untuk melatih focus dan konsentrasi dengan merasakan adanya gelombang energi yang mengelilingi tubuh anda. Anda tidak memerlukan alat Bantu apapun dalam melakukan latihan ini. Ikuti langkah-langkah berikut :
a) Ambillah posisi duduk yang paling nyaman untuk anda
b) Niatkan bahwa anda hendak rileks
c) Pejamkan mata dan tariklah nafas dengan menggembungkan perut anda (nafas perut), kemudian hembuskan perlahan-lahan.
d) Mulailah memusatkan pikiran anda pada energi di tangan sebelah kanan.
e) Rasakan adanya energi yang mengalir ditangan kanan anda, jadilah energi itu sendiri, bernafaslah seiring kehadiran energi yang anda rasakan
f) Arahkan perhatian pada tangan kiri anda, dan lakukan hal yang sama dengan apa yang anda lakukan pada tangan kanan anda. Tetaplah memejamkan mata dan bernafaslah dalam – dalam dengan rileks dan teratur.
g) Pusatkan pikiran dan angkatlah kedua tangan anda secara perlahan. Katupkan kedua telapak tangan tepat di depan dada anda.
h) Rasakan adanya energi yang mengalir dan mulai berbentuk disekeliling tangan anda.
i) Setelah beberapa saat (sesuka anda) cobalah menarik kedua tangan anda agar menjauh, tetapi jangan terlalu lebar.
j) Lalu pertemukan kembali kedua telapak tangan anda di depan dada
k) Ulangi irama ini beberapa kali hingga anda dapat merasakan adanya gelombanng atau energi lain yang tak terlihat berada diantara anda kedua telapak tangan anda. Saat anda hendak mempertemukan kedua telapak tangan, akan ada suatu energi yang menghalangi sehingga kedua telapak tangan tidak dapat bertemu.
l) Tenangkan pikiran anda agar energi ini terbentuk makin besar, dengan menarik tangan anda dan kembali berusaha mempertemukannya.
m) Ulangi gerakan ini beberapa kali hingga anda merasa cukup. Jangan lupa untuk bernafas dalam, yakni bernafas dengan perut, dan tetap terfokus.
n) Jika anda ingin meyudahi geraka ini, niatkan bahwa anda hendak berhenti.
o) Perlahan-lahan kembalikan posisi tangan anda yang rileks di sisi tubuh
p) Tariklah nafas panjang dan embuskan beberapa kali.
q) Kembalikan pikiran anda dan kembalikan sadar pada lingkungan sekitar anda
r) Bukalah mata anda.
3). Teknik menggerakkan lengan
Tehnik ini membutuhkan bantuan pendamping agar gerakan anda bisa lebih
Terkendali. Teknik ini melatih focus dan knsentrasi dengan memminta alam bawah sadar atau pikiran anda untuk menggerakkan lengan anda. Latihan ini mirip dengan latihan menggerakkan pendulum dengan pikiran, hanya saja alat bantu yang digunakan adalah lengan anda sendiri. Langkah-langkah tehnik ini antara lain :
a) Ambillah posisi duduk yang paling nyaman untuk anda
b) Berkonsentrasilah dan niatkan bahwa anda hendak rileks
c) Pejamkan mata dan tariklah nafas dengan menggembungakn perut anda (nafas perut), kemudian embuskan nafas perlahan-lahan.
d) Tunggulah beberapa saat dengan tetap bernafas dalam dan teratur
e) Mulailah latihan dengan mengatak niat pada alam bawah sadar bahwa anda ingin lengan anda bergerak demi ketenangan dan kesehatan
f) Tetap lemaskan lengan anda sambil terus memberitahu alam bawah sadar anda tentang hal itu
g) Berfokuslah, berkonsentrasilah, hilangkan dunia luas dan pikiran yang biasa memenuhi kepala anda, bernafaslah secara teratur dan rileks
h) Rasakan dalam beberapa saat bahwa ada suatu energi yang menggerakkan lengan anda
i) Biarkan energi tersebut bergerak sesuai dengan anda yang tenang dan sehat. Jangan ditahan dan jangan dilawan
j) Biarkan lengan anda bergerak sekalipun tidak beraturan, lalu ciba katakana sesuai niat anda bahwa lengan anda akan bergerak keatas, ke bawah, ke kanan, kekiri, ke dada, ke wajah, ke perut dan seterusnya.
k) Kendalikan ke mana gerakan lengan leat niat anda. Ingat, ikuti saja gerakan tersebut dan jangan keluarkan tenaga sama sekali untuk menggerakkan lengan anda. Biarkan energi menyelaraskan diri dengan alam bawah sadar untuk menuntun arah gerakan lengan anda
l) Setelah anda merasa latihan ini cukup, katakana dengan suara hati bahwa anda hendak menyudahi latihan ini dan perlahan – lahan biarkan lengan anda berhenti bergerak
m) Setelah lengan berhenti bergerak, tariklah nafas panjang beberapa kali untuk mengakhiri latihan
n) Kembalikan pikiran anda dan kembalilah sadar akan lingkungan sekitar anda
o) Bukalah mata anda.
Catatan: bagi yang sedang mengalami kesedihan atau depresi yang mendalam, anda dianjurkan melakukan teknik menggerakkan lengan ini dengan didampingi seorang ahli karena terkadang gerakan bisa menjadi tak terkendali akibat rekaman ang ada dalam alam bawah sadar.
4). Teknik memanjangkan jari tangan
Ini adalah bentuk latihan focus dan konsentrasi, juga latihan sugesti. Anda tidak perlu menggunakan alat bantu apapun, cukup jari – jari tangan anda sendiri.
a) Ambillah posisi duduk atau tidur, apa pun yang paling nyaman untuk anda.
b) Berkonsentrasilah dan niatkan bahwa anda hendak rileks
c) Pejamkan mata dan tariklah nafas dengan menggembungkan perut anda (nafas perut), kemudian embuskan nafas pelahan-lahan
d) Tunggulah beberapa saat sambil tetap bernafas dalam dan teratur
e) Sejajarkan kedua lengan anda, dengan telapak tangan terbuka, dan jemari mengarah ke depan.
f) Mulailah berlatih dengan mengatakan kepada alam bawah sadar anda bahwa jari-jari tangan kanan anda akan memanjang elebihi jari-jari tangan kiri.
g) Ulangi kalimat afirmasi tersebut beberapa kali pada alam bawah sadar anda sambil tetap berusaha rileks.
h) Pertahankan kondisi rileks dengan tetap bernafas teratur
i) Rasakan adanya energi yang mengaliri jari – jari tangan anda.
j) Setelah lewat beberapa waktu, jika anda merasa sudah cukup, tariklah nafas panjang dan bukalah mata anda.
k) Perhatikan bahwa jari – jari pada tangan kanan anda menjadi lebih panjang dibanding dengan tangan kiri. Atau setidaknya, afirmasi sugesti pada alam bawah sadar anda telah menjadikannya demikian.

b. Teknik Relaksasi dengan Pernafasan
Langkah awal yang bisa dicoba adalah berlatih menjadikan pernafasan sebagai peluang untuk rileks. Cobalah mendeteksi cara bernafas dengan :
1) Pejamkan mata dan baringkan tubuh anda
2) Letakkan tangan kanan anda pada perut, dekat pinggang
3) letakkan tangan kiri anda pada dada, tepat di tengah
4) Selagi anda bernafas, rasakan tangan sebelah mana yang lebih terangkat. Tangan pada dada atau tangan pada perut ? Jika perut yang naik lebih tinggi, artinya bernafas dengan perut atau diafragma. Jika perut tidak terangkat, atau terangkat sedikit dibandingkan dada, artinya bernafas dengan dada.
Berikut adalah langkah-langkah untuk melatih pernafasan dalam :
1) Berbaring atau ambillah posisi yang paling nyaman untuk anda (lebih dianjurkan posisi berbaring). Pastikan tulang punggung anda rata dengan pembaringan. Naikkan lutut anda sedikit dan rentangkan tungkai anda lebih kurang sejauh 20 cm.
2) Rasakan tubuh anda. Bagian manakah yang sedang merasakan ketegangan otot ?
3) Letakkan satu tangan di dada, dan tangan lain di perut.
4) Tariklah nafas perlahan- lahan melalui hidung menuju ke perut dan rasakan aliran udara melalui organ – organ tubuh anda. Dada anda seharusnya hanya terangkat sedikit bersamaan dengan terangkatnya perut
5) Rasakan kesegaran yang masuk dan embuskan udara melalui mulut sambil berelaksasi.
6) Mulut, lidah, dan rahang anda akan terasa rileks. Tariklah nafas panjang dan perlahan menuju perut anda, lalu keluarkan lagi.
7) Lanjutkan latihan pernafasan mendalam ini selama 5 – 10 menit, 1 atau 2 kali sehari. Anda dapat meningkatkan frekuensi latihan ini sesuka hati anda.
Setelah melatih pernafasan dalam, selanjutnya memulai latihan pernafasan untuk melepaskan ketegangan tubuh. Berikut ini langkah langkahnya :
1). Menghitung nafas
a) Duduk atau berbaringlah senyaman mungkin dengan tulang punggung tetap lurus serta tangan dan kaki dilemaskan
b) Tariklah nafas dalam ke arah perut dan tahanlah sebentar, sebelum diembuskan kembali.
c) Saat mengembuskan nafas, hitunglah dalam hati, “satu” lalu, tariklah dan embuskan nafas sambil menghitung, “Dua” demikian seterusnya, setiap kali anda menarik dan mengembuskan nafas
d) Teruskan menghitung pernafasan anda selama 4 atau 5 menit.
e) Perhatikan bahwa nafas anda akan melambat dengan sendirinya, tubuh jadi rileks dan pikiran anda lebih tenang seiring anda makin sering melakukan latihan pernafasan ini.
2). Menghela nafas rileks
a) Ambillah posisi duduk tegak atau berdiri tegak
b) Helalah nafas dalam, biarkan semua tekanan keluar dari dada anda bersamaan dengan keluarnya nafas panjang
c) Jangan pikirkan proses menarik nafas. Biarkan diri anda menarik nafas secara otomatis
d) Lakukan latihan ini beberapa kali (10-15 kali) dan rasakan bahwa lama kelamaan anda menjadi rileks. Ulangi latihan ini kapan saja diinginkan.
3). Melepaskan ketegangan
a) Duduklah dengan nyaman di kursi dengan telapak tangan menyentuh lantai
b) Tariklah nafas dalam ke arah perut dan katakana kepada diri sendiri, “Menarik nafas rileks.” Lalu, tahanlah sebentar nafas anda, sebelum dikeluarkan
c) Keluarkan nafas sambil berkata, “Lepaskan ketegangan.” Tahanlah sejenak, sebelum kembali menarik nafas
d) Gunakan setiap tarikan nafas sebagai masa untuk menyadari adanya ketegangan pada tubuh
e) Gunakan setiap helaan nafas sebagai kesempatan untuk melepaskan semua ketegangan
f) Mungkin bisa menggunakan imajinasi untuk membuat gambaran atau merasakan bagaimana kondisi rileks masuk ke tubuh anda sementara ketegangan yang ada pergi.
c. Teknik pernafasan pada proses persalinan
1) Teknik bernafas perlahan
a) Lakukan pernafasan perut yang panjang dan dalam. Rasakan oksigen yang anda hirup mengalir ke janin anda. Terpkan nafas panjang ini saat kontraksi mulai terasa.
b) Embuskan nafas secara perlahan untuk mengiringi kontraksi awal anda
c) Teruskan bernafas secara stabil dengan cara ini. Tariklah nafas perlahan dan embuskan pula secara perlahan. Begitu seterusnya
d) Anda boleh berfokus untuk bernafas melalui hidung atau mulut saja. Cobalah kedua cara tersebut dan tentukan mana yang paling membantu anda.
e) Jika anda rasa kontraksi itu mulai berakhir, embuskan nafas anda untuk mengiringi redanya kontraksi dan kembalilah rileks.
2). Teknik bernafas campuran
a) Saat kontraksi datang, bernafaslah dengan ringan. Tariklah nafas dalam, tetapi jangan terlalu dalam (lebih kurang separuh kapasitas maksimal nafas anda) kemudian embuskan. Frekuensi pernafasan anda menjadi lebih kurang dua kali lebih sering dari pada pernafasan normal anda.
b) Rilekskan perut dan dada anda, tetapi biarkan nafas anda mengalir
c) Bernafaslah seperti ini seiring berlangsungnya kontraksi.
d) Jika anda merasa kontraksi mulai berakhir, embuskan nafas panjang bersamaan dengan ”membuang” kontraksi tersebut.
3). Teknik pernafasan berpola:
a) Saat kontraksi datang, cobalah menarik nafas panjang dan bernafas sesuai pernafasan normal anda. Namun, perhatian tingkat kestabilan nafas ini.
b) Gunakan pernafasan ini saat kontraksi datang dan berhitunglah dalam hati sesuai lamanya kontraksi.
c) Saat sedang berkontraksi, tariklah nafas sambil menghitung, ”Satu...dua..tiga...empat...” dan seterusnya hingga puncak kontraksi. Jika kontraksi terasa mulai mereda, embuskan nafas sambil mengucapkan, ”satu”. Kata ”satu” mengacu pada kondisi awal yang rileks
d) Lakukan pola ini dengan cara anda anda sendiri agar fokus dan konsentrasi anda terarah pada penghitungan alih-alih pada rasa sakit. Kendati kontraksi terasa sakit, pikiran anda lebih terpusat pada angka daripada rasa sakit.
e) Seperti biasa, pada akhir kontraksi, embuskan nafas panjang, dan dalam pola ini, ucapkan ” satuuu” yang panjang
f) Jarak pengucapan angka ”satu, dua, tiga ” ini tidak kaku, terserah anda
4. Langkah-langkah Hypnobirthing
a) Memejamkan Mata
Tarik napas yang dalam. Lepaskan, pejamkan mata Anda biarkan badan Anda menjadi santai. Santaikan otot-otot di sekeliling mata Anda. Santai dan semakin santai. Terus buat santai dan lepaskan semua ketegangan. Biarkan mata Anda tetap terpejam. (Jeda) Bagus. (Jeda)
b) Relaksasi tubuh
Alirkan gelombang santai yang sama ke seluruh tubuh Anda dari ubun-ubun sampai ujung jari kaki Anda. (Jeda).
c) Fraksinasi
Sebentar lagi, saya akan meminta Anda membuka mata dan menutupnya kembali. Di saat menutup mata, Anda akan santai 10 kali lipat dari sekarang. Buka mata Anda, tutup sepuluh kali lebih santai. Saya kembali akan meminta Anda membuka dan menutup mata. Kali ini, Anda akan merasa dua kali lebih santai dari sebelumnya. Buka mata Anda tutup. Dua kali lebih santai dari sebelumnya. (Jeda) Bagus. Saya masih akan meminta Anda membuka mata dan menutup mata. Buka tutup. Rasakan gelombang santai yang lebih dalam. (Jeda).

d) Menjatuhkan tangan
Dengan tetap menjaga rasa santai yang sekarang Anda rasakan, saya akan menyentuh pergelangan tangan kanan Anda dan mengangkatnya. Anda tidak perlu membantu saya. (Sambil memegang pergelangan tangan kanan). Saya akan sedikit mengangkat lengan kanan Anda dan menjatuhkannya. Ketika jatuh, buat perasaan Anda semakin santai dan santai semakin dalam (Jatuhkan) Setiap kali saya mengangkat lengan kanan Anda dan menjatuhkannya, Anda akan santai,
semakin dalam (Jatuhkan beberapa kali).
e) Amnesia
Sekarang badan Anda terasa sangat santai. Sesaat lagi saya akan membantu membuat perasaan Anda menjadi lebih santai. Saya akan meminta Anda menghitung mundur dari 100 dengan suara yang jelas. Setiap hitungan mundur akan membuat pikiran dan hati Anda menjadi santai. Angka-angka yang lain akan menjauh, samar-samar, dan hilang dalam pikiran Anda. Ketika Anda mengalaminya, rasakan ketegangan di hati dan pikiran Anda menjadi sirna. Setiap
kali membuang napas, hitunglah mundur dari 100 … 99 … 98 … biarkan setiap angka membuat Anda menjadi santai dan tenang. Hanya dengan beberapa hitungan, sisa angka yang lain akan hilang dengan sendirinya. Mulailah menghitung mundur sekarang …. (Biarkan klien menghitung mundur. Diantara dua hitungan, berilah penguatan, seperti bagus atau lanjutkan).
f) Sugesti Posthipnotik
Inilah inti dari hipnoterapi. Terapis memberi sugesti yang berkaitan dengan penyakit atau gangguan yang dialami klien. Sugesti ini bertujuan menerapi dan memodifikasi perilaku klien.
g) Akhir Induksi
Bila Anda merasa siap untuk kembali bangun, silahkan menghitung satu sampai lima nantinya, mata Anda akan terbuka dan anda akan merasa santai dan segar sekali. Mulailah menghitung dengan suara yang jelas. Di setiap hitungan, Anda menjadi semakin segar pada hitungan kelima Anda bangun dan merasa segar sekali (Kahija, 2007).

KESEHATAN JIWA

Pada saat ini ada kecenderungan penderita dengan gangguan jiwa jumlahnya mengalami peningkatan. Menurut data dari WHO (2001) masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. Dan pada tahun 2001 kira-kira 450 juta orang dewasa dari populasi dunia mengalami gangguan jiwa. Di Indonesia diperkirakan sebanyak 246 dari 1.000 anggota rumah tangga menderita gangguan kesehatan jiwa. Angka ini menunjukkan jumlah penderita gangguan jiwa di masyarakat sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa seperti cemas, depresi, stres, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja, sampai skizofrenia. Dalam kurun waktu enam tahun terakhir ini , data tersebut dapat dipastikan meningkat karena krisis ekonomi dan gcjolak-gejolak lainnya diseluruh daerah. Bahkan masalah dunia internasionalpun akan lkut memicu terjadinya peningkatan tersebut.
Studi Bank Dunia (World Bank) pada tahun 2011 di beberapa Negara menunjukkan bahwa hari-hari produktif 'yang hilang atau Dissabiliiy Adjusted Life Years (DALY's) sebesar 8,1% dari Global Burden of Disease, disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa. Angka ini lebih tinggi dari pada dampak yang disebabkan penyakit Tuberculosis (7,2%), Kanker(5,8%), Penyakit Jantung (4,4%) maupun Malaria (2,6%). Tingginya masalah tersebut menunjukkan bahwa masalah kesehatan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang besar dibandingkan dengan masalah kesehatan lainnya yang ada dimasyarakat. Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 yang dimaksud dengan "Kesehatan" adalah: "Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis". Atas dasar definisi Kesehatan tersebut di atas, maka manusia selalu dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh (holistik). dari unsur "badan" (organobiologik), "jiwa" (psiko-edukatif) dan “sosial” (sosio-kultural), yang tidak dititik beratkan pada “penyakit” tetapi pada kualitas hidup yang terdiri dan "kesejahteraan" dan “produktivitas sosial ekonomi”. Dan definisi tersebut juga tersirat bahwa "Kesehatan Jiwa" merupakan bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari "Kesehatan" dan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup manusia yang utuh.
Menurut Undang-undang No 3 Tahun 1966 yang dimaksud dengan
"Kesehatan Jiwa" adalah keadaan jiwa yang sehat menurut ilmu kedokteran sebagai unsur kesehatan, yang dalam penjelasannya disebutkan sebagai berikut: "Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain". Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) danmemperhatikan semua segi-segi dalam kehidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental dan social individu secara optimal, dan yang selaras dengan perkembangan orang lain. Seseorang yang “sehat jiwa” mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1 Merasa senang terhadap dirinya serta
- Mampu menghadapi situasi
- Mampu mengatasi kekecewaan dalam hidup
- Puas dengan kehidupannya sehari-hari
- Mempunyai harga diri yang wajar
- Menilai dirinya secara realistis, tidak berlebihan dan tidak pula merendahkan
2 Merasa nyaman berhubungan dengan orang lain serta
- Mampu mencintai orang lain
- Mempunyai hubungan pribadi yang tetap
- Dapat menghargai pendapat orang lain yang berbeda
- Merasa bagian dari suatu kelompok
- Tidak "mengakali" orang lain dan juga tidak membiarkan orang lain "mengakah" dirinya
3 Mampu memenuhi tuntutan hidup serta
- Menetapkan tujuan hidup yang realistis
- Mampu mengambil keputusan
- Mampu menerima tanggungjawab
- Mampu merancang masa depan
- Dapat menerima ide dan pengalaman baru
- Puas dengan pekerjaannya
Untuk mencapai jiwa yang sehat diperlukan usaha dan waktu untuk mengembangkan dan membinanya. Jiwa yang sehat dikembangkan sejak masa bayi hingga dewasa, dalam berbagai tahapan perkembangan. Pengaruh lingkungan terutama keluarga sangat penting dalam membina jiwa yang sehat. Salah satu cara untuk mencapai jiwa yang sehat adalah dengan penilaian diri yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya yang berkaitan erat dengan cara berpikir, cara berperan, dan cara bertindak. Penilaian diri seseorang positif apabila seseorang cenderung:
- Menemukan kepuasan dalam hidup
- Membina hubungan yang erat dan sehat
- Menetapkan tujuan dan mencapainya
- Menghadapi maju mundurnya kehidupan
- Mempunyai keyakinan untuk menyelesaikan masalah
Penilaian diri seseorang negatif apabila seseorang cenderung:
- Merasa hidup ini sulit dikendalikan
- Merasa stres
- Menghindari tantangan hidup
- Memikirkan kegagalan
Beberapa upaya untuk membangun penilaian diri:
1. Seseorang harusjujur terhadap diri sendiri.
2. Berupaya mengenali diri sendiri dan belajar menerima semua kekurangan dan kelebihannya.
3. Bersedia memperbaiki diri sendiri untuk mengatasi kekurangannya
4. Menetapkan tujuan dan berusaha mencapainya dengan
5. Tidak membandingkan diri sendiri dengan orang lain
6. Selalu berusaha untuk mencapai yang terbaik sesuai dengan kemampuan, tetapi tidak boleh terlalu memaksakan diri sendiri.
Apabila seseorang mengalami perubahan maka akan tcrjadi reaksi baik secara jasmani maupun kejiwaan yang disebut dengan stres. Sebagai contoh misalnya para karyawan atau manajer merasakan stres apabila ada pekerjaan yang menumpuk atau jika ada kesulitan dalam hubungan kerja. Stres dapat terjadi pada setiap orang dan pada setiap waktu, karena stres merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat dihindarkan. Pada umumnya orang menyadari adanya stres, namun ada juga yang tidak menyadari hahwa dirinya mengalami stres. Reaksi seseorang terhadap stres dapat bersifat positif maupun dapat bersifat negatif. Reaksi yang bersifat negatif atau merugikan, jika terjadi keluhan atau gangguan pada orang tersebut. Reaksi bersifat positif, jika menimbulkan dampak yang menjadi pendorong agar orang berusaha. Stres yang bersifat negatif/merugikan dapat terjadi apabila stres terlalu berat atau berlangsung cukup lama. Faktor yang menyebabkan stres disebut sebagai stresor. Ada beberapa macam penyebab stres:
1. Stresor fisik/jasmani, antara lain: Suhu dingin/panas, suara bising, rasa sakit, kelelahan fisik, polusi udara, tempat tinggal tak memadai dan sebagainya.
2. Stresor psikologik, antara lain: Rasa takut, kesepian, patah hati, marah, jengkel, cemburu, iri hati
3. Stresor sosial-budaya, antara lain: Hubungan sosial, kesulitan pekerjaan, menganggur, pensiun, PHK, perpisahan, perceraian, keterasingan, konflik rumah tangga.
Stres dapat berpengaruh terhadap keadaan jasmani dan kejiwaan seseorang:
1. Reaksi yang bersifat jasmani dapat berupa: Jantung berdebar-debar, otot tegang, sakit kepala, sakit perut/diare, lelah, gangguan makan, eksim.
2. Reaksi yang bersifat kejiwaan dapat berupa: Sukar konsentrasi, sukar tidur, cenderung menyalahkan orang lain, cemas, menarik di r i , menyerang, mudah tersinggung.
3. Pada tahap yang berat stres dapat menimbulkan: Penyakit fisik (misal tekanan darah tinggi, asma berat, serangan jantung dan sebagainya).


Stres tidak dapat dicegah akan tetapi dapat dikendalikan, berikut ini terdapat 12 langkah pengendalian stres:
1 Merencanakan masa depan dengan lebih baik:
2 Belajar hidup tertib dan teratur dan menggunakan waktu sebaik-baiknya.
3 Menghindari membuat beberapa perubahan besar dalam saat yang bersamaan: Misalnya pindah rumah, pindah pekerjaan dan sebagainya. Memberi waktu untuk menyesuaikan diri terhadap setiap perubahan yang baru sebelum melangkah lebih lanjut.
4 Menerima diri sendiri sebagaimana adanya
5 Menerima lingkungan sebagaimana adanya
6 Berbuat sesuai kemampuan dan minat
7 Membuat keputusan yang bijaksana
8 Berpikir positif
9 Membicarakan persoalan yang dihadapi dengan orang lain yang dapat dipercaya
10 Membina persahabatan dengan orang lain
11 Meluangkan waktu untuk diri sendiri: Jika merasa tegang dan letih perlu istirahat atau rekreasi
12 Melakukan relaksasi: Melalukan releksasi selama 10-15 menit setiap hari untuk mengendorkan ketegangan otot yang diakibatkan oleh stres.

25 Juli 2011

Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi

A. Konsep Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
1. Pengertian
Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternative penyelesaian masalah (Keliat dan Akemat, 2005).
2. Tujuan
Tujuan umum terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah klien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya. Sedangkan tujuan khususnya adalah klien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat, klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami (Keliat dan Akemat, 2005).
3. Aktivitas
Menurut (Keliat dan Akemat, 2005). terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi dibagi menjadi lima sesi antara lain :
a. Sesi 1 mengenal halusinasi
1) Tujuan
a) Klien dapat mengenal halusinasi
b) Klien mengenal waktu terjadinya halusinasi
c) Klien mengenal situasi terjadinya halusinasi
d) Klien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi
2) Setting
a) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran
b) Tempat tenang dan nyaman
3) Alat
a) Spidol
b) Papan tulis/whiteboart/flipchat
4) Metode
a) Diskusi dan Tanya jawab
b) Bermain peran/stimulasi
5) Langkah Kegiatan
a) Persiapan
Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu klien dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi, membuat kontrak dengan klien, mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b) Orientasi
(1) Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien, perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama), menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama).
(2) Evaluasi/validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini
(3) Kontrak
(a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mengenal suara-suara yang didengar.
(b) Terapis menjelaskan aturan main berikut : jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta ijin kepada terapis, lama kegiatan 45 menit, setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c). Tahap kerja
(1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mengenal suara-suara yang didengar (halusinasi) tentang isinya, waktu terjadinya, situasi terjadinya, dan perasaan klien pada saat terjadi.
(2) Terapis meminta klien menceritakan isi halusinasi, kapan terjadinya, situasi yang membuat terjadi, dan perasaan klien saat terjadi halusinasi. Mulai dari klien yang sebelah kanan, secara berurutanpai semua klien mendapat giliran. Hasilnya tulis di whiteboard.
(3) Beri pujian kepada klien yang melakukan dengan baik
(4) Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan klien dari suara yang
biasa didengar.
d). Tahap terminasi
(1). Evaluasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
(b) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
(2). Tindak lanjut
Terapis meminta klien melaporkan isi, waktu, situasi dan perasaannya jika terjadi halusinasi.
(3). Kontrak yang akan datang
Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol halusinasi, menyepakati waktu dan tempat
e). Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlansung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan klien.
Tabel 2.1
Format Evaluasi Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi Sesi 1

No Inisial klien Menyebut isi halusinasi Menyebut waktu terjadi halusinasi Menyebut situasi terjadi halusinasi Menyebut perasaan saat halusinasi











Petunjuk :
(1) Tuliskan nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
(2) untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan mengenal halusinasi : isi, waktu, situasi, dan perasaan. Beri tanda (√) jika klien mampu dan tanda (x) jika klien tidak mampu.





b. Sesi 2 mengontrol halusinasi dengan menghardik
1) Tujuan
a) Klien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi halusinasi.
b) Klien dapat memahami cara menghardik halusinasi
c) Klien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi
2) Setting
a). Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran
b). Tempat tenang dan nyaman
3) Alat
a) Spidol
b) Papan tulis/whiteboart/flipchat
4). Metode
a) Diskusi dan Tanya jawab
b) Bermain peran/stimulasi
5). Langkah Kegiatan
a) Persiapan
(1). Mengingatkan kontrak kepada klien yang telah mengikuti sesi 1
(2). Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b). Orientasi
(1). Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien, terapis dan klien memakai papan nama.


(2). Evaluasi/validasi
Terapis menanyakan perasaan klien saat ini, terapis menanyakan pengalaman halusinasi yang terjadi : isi, waktu, situasi, dan perasaan.
(3). Kontrak
(1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu dengan latihan satu cara mengontrol halusinasi.
(2) Terapis menjelaskan aturan main berikut : jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta ijin kepada terapis, lama kegiatan 45 menit, setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c). Tahap kerja
(1) Terapis meminta klien menceritakan apa yang dilakukan pada saat mengalami halusinasi dan bagaimana hasilnya. Ulangi sampai semua klien mendapat giliran.
(2) Beri pujian kepada klien yang melakukan dengan baik
(3) Terapis menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik saat halusinasi muncul.
(4) Terapis memperagakan cara menghardik halusinasi, yaitu “pergi jangan ganggu saya”, “saya mau bercakap-cakap dengan….”.
(5) Terapis meminta masing-masing klien memperagakan cara menghardik halusinasi dimulai dari klien sebelah kiri terapis berurutan searah jarum jam sampai semua peserta mendapat giliran.
(6) Terapis memberikan pujian dan mengajak semua klien bertepuk tangan saat setiap klien selesai memperagakan menghardik halusinasi.
d). Tahap terminasi
(1) Evaluasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
(b) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
(2) Tindak lanjut
Terapis meminta klien melaporkan isi, waktu, situasi dan perasaannya jika terjadi halusinasi.
(3). Kontrak yang akan datang
Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan, menyepakati waktu dan tempat
e). Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlansung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan klien.





Tabel 2.2
Format Evaluasi Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi Sesi 2

No Aspek yang dinilai Inisial klien


1 Menyebutkan cara yang selama ini digunakan mengatasi halusinasi
2 Menyebutkan efektivitas cara
3 Menyebutkan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik
4 Memperagakan menghardik halusinasi
Petunjuk :
(1) Tulis nama klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
(2) Untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan menyebutkan cara yang bisa digunakan mengatasi halusinasi, menyebutkan efektivitasnya, cara menghardik halusinasi, dan memperagakan. Beri tanda (v), jika klien mampu dan tanda (x) jika klien tidak mampu.
c. Sesi 3 mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
1). Tujuan
a) Klien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk mencegah munculnya halusinasi.
b) Klien dapat menyusun jadwal kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
2). Setting
a) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran
b) Tempat tenang dan nyaman
3). Alat
a) Jadwal kegiatan harian
b) Pulpen
c) Papan tulis/whiteboart/flipchat

4). Metode
a) Diskusi dan Tanya jawab
b) Bermain peran/stimulasi
5). Langkah Kegiatan
a) Persiapan
(1) Mengingatkan kontrak kepada klien yang telah mengikuti sesi 2
(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b) Orientasi
(1) Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien, terapis dan klien memakai papan nama.
(2) Evaluasi/validasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien saat ini
(b) Terapis menanyakan cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari
(c) Terapis menanyakan pengalaman klien menerapkan
(3) Kontrak
(a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mencegah terjadinya halusinasi dengan melakukan kegiatan.
(b) Terapis menjelaskan aturan main berikut : jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta ijin kepada terapis, lama kegiatan 45 menit, setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.


c) Tahap kerja
(1) Terapis menjelaskan cara kedua, yaitu melakukan kegiatan sehari-hari. Jelaskan bahwa dengan melakukan kegiatan yang teratur akan mencegah munculnya halusinasi.
(2) Terapis meminta tiap-tiap klien menyampaikan kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari, dan tulis di whiteboard.
(3) Terapis membagikan formulir jadwal kegiatan harian. Terapis menulis formulir yang sama di hiteboard.
(4) Terapis membimbing satu persatu klien untuk membuat jadwal kegiatan harian, dari bangun tidur sampai tidur malam. Klien menggunakan formulir, terapis menggunakan hiteboard.
(5) Terapis melatih klien memperagakan kegiatan yang telah disusun.
(6) Beri pujian dengan tepuk tangan bersama kepada klien yang selesai membuat jadwal dan memperagakan kegiatan.
d) Tahap terminasi
(1) Evaluasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah selesai menyusun jadwal kegiatan dan memperagakannya.
(b) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
(2) Tindak lanjut
Terapis menganjurkan klien melaksanakan dua cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik dan melakukan kegiatan.

(3) Kontrak yang akan datang
Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap, menyepakati waktu dan tempat.
e). Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlansung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan klien.
Tabel 2.3
Format Evaluasi Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi Sesi 3

No Aspek yang dinilai Inisial klien


1 Menyebutkan kegiatan yang biasa dilakukan
2 Memperagakan kegiatan yang biasa dilakukan
3 Menyusun jadwal kegiatan harian
4 Menyebutkan dua cara mengontrol halusinasi

Petunjuk :
(1) Tulis nama klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
(2) Untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan menyebutkan kegiatan harian yang biasa dilakukan, memperagakan salah satu kegiatan, menyusun jadwal kegiatan harian, dan menyebutkan dua cara mencegah halusinasi. Beri tanda (v), jika klien mampu dan tanda (x) jika klien tidak mampu.




d. Sesi 4 mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
1) Tujuan
a) Klien dapat memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah munculnya halusinasi.
b) Klien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah terjadinya halusinasi.
2) Setting
Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran, tempat tenang dan nyaman
3) Alat
a) Jadwal kegiatan harian klien
b) Pulpen, papan tulis/whiteboart/flipchat
4) Metode
a) Diskusi dan Tanya jawab
b) Bermain peran/stimulasi
5). Langkah Kegiatan
a) Persiapan
(1) Mengingatkan kontrak kepada klien yang telah mengikuti sesi 3
(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b). Orientasi
(1) Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien, terapis dan klien memakai papan nama.
(2) Evaluasi/validasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien saat ini
(b) Terapis menanyakan pengalaman klien setelah menerapkan dua cara yang sudah dipelajari (menghardik, menyibukkan diri dengan kegiatan terarah) untuk mencegah halusinasi.
(3) Kontrak
(a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mencegah terjadinya halusinasi dengan bercakap-cakap.
(b) Terapis menjelaskan aturan main berikut : jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta ijin kepada terapis, lama kegiatan 45 menit, setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c) Tahap kerja
(1) Terapis menjelaskan pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk mengontrol dan mencegah munculnya halusinasi.
(2) Terapis meminta tiap klien menyebutkan orang yang biasa dan bisa diajak bercakap-cakap.
(3) Terapis meminta tiap klien menyebutkan pokok pembicaraan yang biasa dan bisa dilakukan.
(4) Terapis memperagakan cara bercakap-cakap jika halusinasi muncul “suster, ada suara di telinga, saya mau ngobrol saja dengan suster” atau suster saya mau ngobrol tentang kapan saya boleh pulang”.
(5) Meminta klien untuk memperagakan percakapan dengan orang disebelahnya.
(6) Beri pujian atas keberhasilan klien.
(7) Ulangi sampai semua klien mendapat giliran
d) Tahap terminasi
(1) Evaluasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
(b) Terapis menanyakan TAK mengontrol halusinasinya yang sudah dilatih
(c) Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
(2) Tindak lanjut
Terapis menganjurkan klien melaksanakan tiga cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian dan bercakap-cakap
(3) Kontrak yang akan datang
Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat, menyepakati waktu dan tempat.
e) Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan klien.



Tabel 2.4
Format Evaluasi Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi Sesi 4

No Aspek yang dinilai Inisial klien


1 Menyebutkan orang yang biasa diajak bercakap-cakap
2 Memperagakan percakapan
3 Menyusun jadwal percakapan
4 Menyebutkan tiga cara mengontrol dan mencegah halusinasi

Petunjuk :
(1) Tulis nama klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
(2) Untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan menyebutkan orang yang biasa diajak bercakap-cakap, memperagakan percakapan, menyusun jadwal percakapan, menyebutkan tiga cara mengontrol dan mencegah halusinasi Beri tanda (v), jika klien mampu dan tanda (x) jika klien tidak mampu.

e. Sesi 5 mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
1) Tujuan
a) Klien dapat memahami pentingnya minum obat
b) Klien memahami akibat tidak patuh minum obat
c) Klien dapat menyebutkan lima benar minum obat
2) Setting
a) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran
b) Tempat tenang dan nyaman
3) Alat
a) Jadwal kegiatan harian klien
b) Papan tulis/whiteboart/flipchat
c) Beberapa contoh obat

4) Metode
a) Diskusi dan Tanya jawab
b) Bermain peran/stimulasi
5) Langkah Kegiatan
a) Persiapan
(1) Mengingatkan kontrak kepada klien yang telah mengikuti sesi 4
(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b) Orientasi
(1) Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien, terapis dan klien memakai papan nama.
(2) Evaluasi/validasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien saat ini
(b) Terapis menanyakan pengalaman klien setelah menerapkan tiga cara yang sudah dipelajari (menghardik, menyibukkan diri dengan kegiatan terarah dan bercakap-cakap) untuk mencegah halusinasi.
(3) Kontrak
(a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
(b) Terapis menjelaskan aturan main berikut : jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta ijin kepada terapis, lama kegiatan 45 menit, setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

c) Tahap kerja
(1) Terapis menjelaskan untungnya patuh minum obat, yaitu mencegah kambuh karena obat memberi perasaan tenang, dan memperlambat kambuh.
(2) Terapis menjelaskan kerugian tidak patuh minum obat yaitu penyebab kambuh
(3) Terapis meminta tiap klien menyampaikan obat yang dimakan dan waktu memakannya. Buat daftar di white board.
(4) Menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar obat, benar waktu minum obat, benar orang yang minum obat, benar cara minum obat, dan benar dosis minum obat.
(5) Terapis meminta tiap klien menyebutkan lima benar minum obat secara bergiliran.
(6) Berikan pujian pada klien yang benar
(7) Mendiskusikan perasaan klien sebelum minum obat (catat di white board).
(8) Mendiskusikan perasaan klien setelah teratur minum obat
(9) Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu cara mencegah halusinasi/kambuh.
(10) Menjelaskan akibat/kerugian tidak patuh minum obat, yaitu menjadi halusinasi/kambuh.
(11) Minta klien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan kerugian tidak patuh minum obat.
(12) Memberi pujian tiap kali klien benar.

d) Tahap terminasi
(1) Evaluasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
(b) Terapis menanyakan jumlah cara mengontrol halusinasinya yang sudah dipelajari.
(c) Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
(2) Tindak lanjut
Terapis menganjurkan klien melaksanakan empat cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian, bercakap-cakap dan patuh minum obat.
(3) Kontrak yang akan datang
(a) Terapis mengakhiri sesi terapi aktifitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi untuk mengontrol halusinasi.
(b) Buat kesepakatan baru untuk TAK yang lain sesuai dengan indikasi klien.
e) Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlansung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan klien.




Tabel 2.5
Format Evaluasi Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi Sesi 5

No Aspek yang dinilai Inisial klien


1 Menyebutkan 5 benar cara minum obat
2 Menyebutkan keuntungan minum obat
3 Menyebutkan akibat tidak patuh minum obat

Petunjuk :
Tulis nama klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
Untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan menyebutkan 5 benar minum obat, keuntungan minum obat dan akibat tidak patuh minum obat. Beri tanda (v), jika klien mampu dan tanda (x) jika klien tidak mampu.