08 Oktober 2009

LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERAAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
KLIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN


1. Konsep Dasar Teori
a. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007; hal, 146). Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000 ; hal. 147 )
b. Rentang Respon Marah
Adaptasi Maladaftif
Asertif Prestasi Pasif Agresif Amuk/perilaku kekerasan

Menurut ( Yosep, 2007 rentang respon marah yaitu :
Asertif adalah : kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan memberi kelegaan pada individu dan tidak menimbulkan masalah.
Frustasi adalah: respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena tidak reakstis atau hambatan dalam proses percakapan tujuan.
Pasif adalah : individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien tampak pemalu, pendiam sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa kurang mampu.
Agresif adalah: perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol. Perilaku yang tampak dapat berupa : muka kusam , bicara kasar, menuntut, kasar disertai kekerasan.
Ngamuk adalah: perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan kontrol diri , individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
c. Psikopatologi
Adapun beberapa hal yang menyebabkan munculnya gangguan jiwa pada perilaku kekerasan yang dipengaruhi oleh faktor predesposi dan faktor presipitasi. (Yosep (2007))
1) Faktor Predisposisi
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan yaitu :
a) Faktor Psikologis
PSICHOANALYTICAL THEORY : teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari INSTRUCTUAL DRIVES. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting, pertama insting hidup yang diekspresikan dengan seksualitas ; dan kedua : insting kematian yang diekspresikan dengan agresifitas.
b) Faktor Sosial Budaya
Ini mengemukakan bahwa agresif tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresif dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Kultur dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan, adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang diterima atau tidak dapat diterima sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
c) Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar biologis, penelitian neurobiologis mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus (yang berada ditengah sistem limbik)

2) Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang, ketika sesorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat maupun klien harus bersama-sama mengidentifikasikannya. Ancaman dapat berupa internal ataupun eksternal, contoh stressor eksternal : serangan secara psikis, kehilangan hubungan yang dianggap bermakna dan adanya kritikan dari orang lain, sedangkan contoh dari stressor internal : merasa gagal dalam bekerja, merasa kehilangan seseoranga yang dicintai, dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita. Bila dilihat dari sudut pandang perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua yaitu :
a) Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, kurang percaya diri.
b) Lingkungan : ribut, kehilangan orang atau objek yang berharga, konflik interaksi social.
3) Tanda dan gejala
Menurut (Radjiman, 2003), tanda dan gejala yang mucul pada perilaku kekerasan atau agresifitas dilihat dari tingkah laku klien yaitu :
a) Menyatakan perilaku kekerasan
b) Mengatakan perasaan jengkel atau kesal
c) Sering memaksakan kehendak
d) Merampas atau memukul
e) Tekanan darah meningkat
f) Wajah merah. Pupil melebar
g) Mual
h) Kewaspadaan meningkat disertai ketegangan otot.

4) Penatalak sanaan medis
a) Terapi Somatik
Menurut (Depkes RI, 2000, hal 230) menerangkan bahwa terapi Somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptife menjadi perilaku adaktif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien .
b) Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya untuk menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah tiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).
2. Konsep dasar asuhan keperawatan prilaku kekerasan
a. Pengkajian
1) Pengumpulan data
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses dan merupakan proses yang sistematis untuk mengumpulkan data, menganalisis data dan menentukan diagnosa keperawatan ( Keliat, 1998). Adapun data yang diperoleh pada klien dengan prilaku kekerasan adalah sebagai berikut : menyatakan melakukan prilaku kekerasan, mengatakan perasaan jengkel / kesal, sering memaksakan kehendak, merampas atau memukul. Tekanan darah meningkat. Wajah memerah, pupil melebar, mual, kewasapadaan meningkat disertai ketegangan otot, pandangan mata tajam, sering menyendiri, harga diri rendah merasa keinginan tercapai. Dari data tersebut didapatkan beberapa rumusan masalah :
a) Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain
b) Resiko prilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain
c) Kerusakan interaksi sosial: menarik diri
d) Gangguan hubungan sosial: harga diri rendah
e) Ideal diri tidak tercapai.
2) Pohon masalah :
Resiko prilaku kekerasan terhadap diri sendiri, orang lain

perilaku kekerasan


Harga diri rendah

3) Adapun diagnosa keperawatan diantaranya :
a) Resiko prilaku kekerasan terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b) Perilaku kekerasan
c) Harga diri rendah
b. Perencanaan
1) Tupan : Klien tidak melakukan perilaku kekerasan
2) Tupen :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi : Bina hubungan saling percaya dengan klien, dengan menggunakan komunikasi terapeutik yaitu beri salam atau panggil nama, perkenalkan nama perawat, jelaskan maksud pertemuan, jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat, beri rasa aman dan sikap empati, lakukan kontrak singkat tapi sering.
Rasional : hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
b) Klien dapat mengidenifikasikan penyebab prilaku kekerasan
Intervensi :
(1) Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional : Dengan memberi kesempatan mengungkapkan perasaannya dapat mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
(2) Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau kesal.
Rasional : Dengan mengungkapkan penyebab perasaan jengkel maka akan meringankan beban pikiran.
c) Klien dapat mengidentifikasikan tanda dan gejala prilaku kekerasan.
Intervensi :
(1) Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan di rasakan saat ini.
Rasional : Agar dapat meringankan beban pikiran yang dialami oleh klien.
(2) Observasi tanda dan prilaku kekerasan pada klien.
Rasional : Agar dapat dipantau tindakan yang dilakukan oleh klien.
(3) Simpulkan bersama klien tanda dan gejala jengkel atau kesal.
Rasional : Agar dapat diketahui tanda dan gejala jengkel yang dialami oleh klien.
d) Klien dapat mengidentifikasikan prilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Intervensi :
(1) Anjurkan klien untuk mengungkapkan prilaku kekerasan yang biasa dilakukan (verbal, pada orang lain, pada lingkungan dan pada diri sendiri).
Rasional : Dengan memberikan kesempatan untuk mengungkapkannya dapat meringankan beban yang dialami oleh klien.
(2) Bantu klien bermain peran sesuai dengan prilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : Agar dapat diketahui bahwa tindakan yang dilakukan salah.
(3) Bicarakan dengan klien,apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
Rasional : Agar dapat dipertimbangkan perbuatan yang dilakukannya adalah sikap yang menyimpang atau salah.
e) Klien dapat mengidentifikasikan akibat prilaku kekerasan.
Intervensi :
(1) Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien.
Rasonal: Agar dapat diketahui bahwa tindakan yang dilakukan telah merugikan dirinya sendiri
(2) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan klien.
Rasional : Agar klien termotivasi untuk mempelajari cara yang dapatmencegah prilaku kekerasan.
(3) Tanyakan kepada klien ”apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
Rasional : Agar klien termotivasi untuk mempelajari cara yang dapatmencegah prilaku kekerasan.
f) Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah prilaku kekerasan.
Intervensi :
(1) Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien.
Rasional : Dengan mendiskusikan kegiatan yang biasa dilakukan dapat memotivasi kegiatan yang baik dilakuakn.
(2) Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh klien.
Rasional : Agar dapat meningkatkan harga diri klien.
g) Klien dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk mencegah prilaku kekerasan.
Intervensi :
(1) Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien dan beri contoh cara bicara yang baik dan mita klien mengikuti contoh cara bicara yang baik.
Rasional : Dengan mendiskusikan kegiatan yang biasa dilakukan dapat memotivasi kegiatan yang baik dilakuakn.
(2) Minta klien mengulang sendiri.
Rasional : Agar dapat diketahui bahwa tindakan yang dilakkan benar atau salah.
(3) Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : Agar dapat meningkatkan harga diri klien
h) Klien dapat mendemonstrasikan cara spritual untuk mencegah prilaku kekerasan.
Intervensi :
(1) Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah dilakukan.
Rasional : Dengan mediskusikan kegiatan ibadah, klien dapat mengingat agar lien mau menerapkan kegiatan ibadah yang dilakukan.
(2) Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang akan dilakukan.
Rasional : Dengan memberikan kesempatan untuk mendemontrasikannya dapat diingat kegiatan ibadahyang dilaksanakan.
(3) Beri pujian atas keberhasilan Klien.
Rasional : Dapat meningkatkan harga diri klien.
i) Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah prilaku kekerasan.
Intervensi :
(1) Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang diminumnya (5 benar).
Rasional : Agar klien mau mematuhi peraturan minum obat.
(2) Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat.
Rasional : Dengan mendiskusikan manfaat minum obat dapat merangsang keinginan klien untuk patuh minum obat.


j) Klien dapat mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan prilaku kekerasan.
Intervensi :
(1) Anjurkan klien untuk ikut TAK.
Rasional : Dengan menganjurkan klien TAK dapat membantu klien berinteraksi dengan teman-temannya.
(2) Diskusikan dengan klien tentang kegiaatan selama TAK.
Rasional : Agar dapat mengevaluasi perasaan klien selama TAK.
k) Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan cara pencegahan prilaku kekersan.
Intervensi :
1) Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien sesuai dengan yang telah dilakukan ke keluarga dalam merawat klien.
Rasional : Agar dapat diketehui seberapa jauh tentang perawatan keluarga terhadap klien.
2) Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam merawat klien.
Rasional : Agar dapat menumbuhkan peran serta keluarga.
c. Pelaksanaan
Menurut keliat (2005), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah di rencanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih di butuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini (here and now). Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
d. Evaluasi
Evaluasi menurut Keliat (2005) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi proses atau formatif dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respon klien dengan tujuan yang telah ditentukan. Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan prilaku kekerasan adalah :
1) Klien membina hubungan saling percaya.
2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab prilaku kekerasan.
3) Klien dapat mengidentifikasikan tanda dan gejala prilaku kekerasan.
4) Klien dapat mengidentifikasi prilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
5) Klien dapat mengidentifikasi akibat prilaku kekerasan.
6) Klien dapan mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah prilaku kekerasan.
7) Klien dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk mencegah prilaku kekerasan
8) Klien dapat mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah prilaku kekerasan.
9) Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah prilaku kekerasan.
10) Klien dapat mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan prilaku kekerasan.
11) Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan cara pencegahan prilaku kekerasan.












DAFTAR PUSTAKA


Carpenito, L.J. (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktek Klinik, Keliat, B.A. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2 Jakarta: EGC

Maramis, W.K. (2005). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.

Rajiman, W. (2003). Pedoman Penulisan Laporan dan Strategi Pelaksanaan, Malang: Dep Kes RI.

Suliswati, (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Townsend, M.C. (1999), Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: EGC

Yosep, I. (2007). Keperawatan Jiwa Bandung: Rafika Aditama