BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker merupakan penyakit tidak menular. Penyakit ini timbul akibat kondisi fisik yang tidak normal dan pola hidup yang tidak sehat. Kanker dapat menyerang berbagai jaringan di dalam organ tubuh, termasuk organ repoduksi wanita yang terdiri dari payudara, rahim, indung telur, dan vagina (Mangan, 2003).
Angka kejadian dan angka kematian akibat kanker leher rahim di dunia menempati urutan kedua setelah kanker payudara. Sementara itu di negara berkembang masih menempati urutan teratas sebagai penyebab kematian akibat kanker di usia reproduktif (Rasjidi, 2007). Kanker leher rahim merupakan salah satu penyakit yang menimbulkan dampak psikososial yang luas, terutama bagi pasien dan keluarganya. Menurut Rachmadahniar (2005), pada tahun 2000 sekitar 80% penyakit kanker leher rahim ada di negara berkembang, yaitu di Afrika sekitar 69.000 kasus, di Amerika Latin sekitar 77.000 kasus, dan di Asia sekitar 235.000 kasus. Penelitian oleh Vavuhala (Rachmadahniar, 2005) pada tahun 2004 menunjukkan setiap tahunnya di dunia terdapat sekitar 500.000 kasus baru kanker leher rahim dengan tingkat kematian sekitar 200.000 kasus.
Di Indonesia terjadi sekitar 90 sampai 100 kasus baru kanker leher rahim per 100.000 penduduk per tahun (Depkes, 2001). Hal ini dikuatkan dengan penelitian Ayu dan Pradjatmo (2004) yang menyimpulkan bahwa kanker leher rahim merupakan jenis kanker ginekologis terbanyak, disusul oleh kanker ovarium. Profil kesehatan 2010 menyebutkan bahwa indikator penyakit kanker leher rahim adalah 19,70% per 10.000 penduduk. Berdasarkan laporan program yang berasal dari Rumah Sakit dan Puskesmas di Kota Denpasar pada tahun 2009, kasus penyakit kanker yang ditemukan sebanyak 2.020 kasus, 55% di antaranya adalah kanker leher rahim dan 90% diantaranya bukan kanker leher rahim (Dinkes, 2009).
Beberapa faktor yang diduga meningkatkan kejadian kanker leher rahim yaitu faktor sosiodemografis yang meliputi usia, status sosial ekonomi,dan faktor aktifitas seksual yang meliputi usia pertama kali melakukan hubungan seks, pasangan seks yang berganti-ganti, paritas, kurang menjaga kebersihan genital, merokok, riwayat penyakit kelamin, trauma kronis pada serviks, serta penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun (Diananda, 2007). Menurut hasil penelitian Khasbiyah (2004) di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang pada Bulan Agustus-September 2008 menunjukkan sebagian besar penderita kanker leher rahim memiliki paritas >3 (52%). Kebanyakan penderita melakukan hubungan seksual yang pertama kali pada umur dibawah 20 tahun (74%) dengan satu pasangan seksual (82%) didapatkan hasil statistik bahwa ada hubungan yang bermakna antara paritas dan usia pertama kali melakukan hubungan seksual dengan kejadian kanker serviks uteri. Sedangkan variabel penggunaan alat kontrasepsi oral tidak menunjukan hubungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar