11 Januari 2012

Pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemorogik


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan globalisasi dan perubahan gaya hidup modern yang serba instan dan praktis, membuat orang malas untuk menjalankan pola hidup sehat seperti pola makan yang buruk dan malas berolah raga berdampak terhadap perubahan pola penyakit dalam masyarakat dari penyakit infeksi sampai penyakit degeneratif. Dalam beberapa tahun terakhir ini telah terjadi pegeseran pola penyakit yang terlihat dari peningkatan yang sangat cepat pada berbagai penyakit tidak menular yang dirawat dirumah sakit diantaranya adalah penyakit stroke. Peningkatan jumlah penderita stroke ini identik dengan perubahan gaya hidup yaitu pola makan kaya lemak atau kolesterol yang melanda di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia (Yastroki, 2007).
Stroke merupakan salah satu manifestasi neurologik yang umum dan mudah dikenal dari penyakit-penyakit neurologi yang lain oleh karena timbulnya mendadak dalam waktu yang singkat (Sidharta, 2005). Menurut Stroke Association tahun 2006, stroke adalah salah satu penyakit kardiovaskuler yang berpengaruh terhadap arteri utama menuju dan berada di otak, stroke terjadi ketika pembuluh darah yang mengangkut oksigen dan nutrisi menuju otak pecah atau terblokir oleh bekuan sehingga otak tidak mendapat darah yang dibutuhkannya. Jika kejadian berlangsung lebih dari 10 detik akan menimbulkan kerusakan permanen otak (Feigin, 2006).
Setiap tahun, kurang lebih 15 juta orang di seluruh dunia terserang stroke. Di Amerika Serikat sekitar 5 juta orang pernah mengalami stroke. Sedangkan di Inggris sekitar 250.000 orang. Jumlah penderita stroke di Indonesia berdasarkan sensus kependudukan dan demografi Indonesia (SKDI) tahun 2010 sebanyak 3600.000 setiap tahun dengan prevalensi 8,3 per 1.000 penduduk, sedangkan jumlah penderita stroke di Bali tahun 2010 sebanyak 23.000 orang (BPS, 2011). Data dari catatan rekam medik RSUD Gianyar didapatkan jumlah pasien stroke yang dirawat pada  tahun 2008 sebanyak 200 orang terdiri dari stroke non hemorogik sebanyak 148 orang (74%) dan stroke hemorogik sebanyak 27 orang (26%), tahun 2009 pasien stroke yang dirawat sebanyak 235 orang terdiri dari stroke non hemorogik sebanyak 188 orang (80%) dan stroke hemorogik sebanyak 47 orang (20%), tahun 2010 pasien stroke yang dirawat sebanyak 487 orang terdiri dari stroke non hemorogik sebanyak 405 orang (83%) dan stroke hemorogik sebanyak 82 orang (17%). (Rekam Medik, 2011).
 Stroke mungkin menampakkan gejala, mungkin juga tidak (stroke tanpa gejala disebut silent stroke), tergantung pada tempat dan ukuran kerusakan. Gejala stroke dapat bersifat fisik, psikologis, dan/atau perilaku. Gejala paling khas adalah paralisis, kelemahan, hilangnya sensasi di wajah, lengan, atau tungkai di salah satu sisi tubuh, kesulitan berbicara atau memahami (tanpa gangguan pendengaran), kesulitan menelan, dan hilangnya sebagian di satu sisi. Hampir 80 % pasien mengalami penurunan parsial dan kekuatan lengan atau tungkai di salah satu sisi tubuh (kelumpuhan parsial dan paralisis). Kemudian disusul 30 % mengalami cacat sendi dan kontraktur dalam tahun pertama setelah stroke (Valery, 2004).
Seorang pasien stroke mungkin mengalami kelumpuhan tangan, kaki, dan muka, semuanya pada salah satu sisi. Kelumpuhan tangan maupun kaki pada pasien stroke akan mempengaruhi kontraksi otot. Berkurangnya kontraksi otot disebabkan berkurangnya suplai darah ke otak belakang dan otak tengah, sehingga dapat menghambat hantaran jaras-jaras utama antara otak dan medula spinalis, dan secara total menyebabkan ketidakmampuan sensorik motorik yang abnormal (Guyton & Hall, 1997). Berkurangnya suplai darah pada pasien stroke salah satunya diakibatkan oleh arteriosklerosis. Dinding pembuluh akan kehilangan elastisitas dan sulit berdistensi sehingga digantikan oleh jaringan fibrosa yang tidak dapat meregang dengan baik. Menurunnya elastisitas dinding pembuluh darah mengakibatkan terjadinya tahanan yang lebih besar pada aliran darah (Potrer & Perry, 2005).
Penderita stroke perlu penanganan yang baik untuk mencegah kecacatan fisik dan mental. Stroke pada penderita dewasa akan berdampak menurunnya produktivitas dan bahkan akan terjadi beban pada orang lain. Penderita stroke post serangan membutuhkan waktu yang lama untuk memulihkan dan memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal. Akibat buruk dapat saja terjadi cacat fisik, mental, ataupun sosial untuk itu penderita stroke membutuhkan program rehabilitasi salah satunya mobilisasi persendian yaitu dengan latihan range of motion (Sugiarto, 2004).
Range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005). Mobilisasi persendian dengan latihan ROM merupakan salah satu bentuk rehabilitasi awal pada penderita stroke. Melakukan mobilisasi persendian dengan latihan ROM dapat mencegah berbagai komplikasi seperti infeksi saluran perkemihan, pneumonia aspirasi, nyeri karena tekanan, kontraktur, tromboplebitis, dekubitas sehingga mobilisasi dini penting dilakukan secara rutin dan kontinyu. Memberikan latihan ROM secara dini dapat meningkatkan kekuatan otot karena dapat menstimulasi motor unit sehingga semakin banyak motor unit yang terlibat maka akan terjadi peningkatan kekuatan otot (FKUI, 2000).
Pelaksanaan ROM harus disesuaikan dengan kondisi pasien, untuk pasien stroke akibat trombosit dan emboli jika tidak ada komplikasi lain dapat dimulai setelah 2-3 hari setelah serangan dan bila  terjadi perdarahan subarachnoid dimulai setelah 2 minggu, pada trombosis atau emboli yang ada infark miokard tanpa komplikasi yang lain dimulai setelah minggu ke 3 dan apabila tidak terdapat aritmia mulai hari ke 10. Pelaksanaan dilakukan secara rutin dengan waktu latihan antara 45 menit yang terbagi dalam tiga sesi dan tiap sesi diberikan istirahat 5 menit namun apabila pasien terlihat lelah, ada perubahan wajah dan ada peningkatan menonjol tiap latihan pada vital sign, maka dengan segera harus dihentikan (Sodik, 2002)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Lukas (2008) yang meneliti tentang  efektivitas mobilisasi persendian dengan latihan ROM aktif dan pasif terhadap kekuatan otot lengan pada pasien paska stroke di ruang Wijaya Kusuma RSU Dr. Soedono. Pelaksanaan mobilisasi persendian dengan latihan ROM aktif dan pasif pada penelitian ini dimulai pada hari ke 2 dan dilaksanakan selama 2 minggu, dimulai dengan  pelaksanaan ROM  pasif selama 6 hari sebanyak 2 kali pagi dan sore hari setelah pelaksanan ROM pasif dilanjutkan dengan pelaksanaan ROM aktif selama 6 hari sebayak 2 kali yaitu pagi dan sore hari. Hasil penelitian ini menunjukkan ada perbedaan signifikan rerata selisih kekuatan otot lengan sebelum dan setelah terapi pada kelompok intervensi (p = 0,020). Kelompok intervensi memiliki rerata kekuatan otot lebih tinggi daripada kelompok kontrol.
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada bulan Agustus 2011. Mobilisasi stroke dengan latihan ROM di RSUD Sanjiwani Gianyar  dilaksanakan oleh petugas fisioterapi. Aktivitas tersebut sebagian waktunya dilakukan pada shift pagi, untuk shift sore dan malam sampai saat ini belum efektif, hal itu berkaitan dengan faktor ketenagaan fisioterapi yang masih sedikit serta belum tersedianya standar operasional prosedur (SOP) tentang mobilisasi pasien stroke dengan latihan ROM sehingga pelaksanaan mobilisasi oleh perawat jarang dilaksanakan.
Berdasarkan study pendahuluan diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot  pada pasien stroke non hemorogik di Ruang Sahadewa RSUD Sanjiwani Gianyar.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis dapat merumuskan masalah penelitian sebagai berikut, “Apakah ada pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot  pada pasien pasca stroke non hemorogik di Ruang Sahadewa RSUD Sanjiwani Gianyar.”.



C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum :
Mengetahui pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot  pada pasien pasca stroke non hemorogik di Ruang Sahadewa RSUD Sanjiwani Gianyar.
2. Tujuan Khusus :
a.       Mengidentifikasi kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah sebelum dilakukan Range Of Motion (ROM) pada pasien pasca stroke non hemorogik di Ruang Sahadewa RSUD Sanjiwani Gianyar
b.      Mengidentifikasi kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah setelah dilakukan Range Of Motion (ROM) pada pasien pasca stroke non hemorogik di Ruang Sahadewa RSUD Sanjiwani Gianyar
c.       Menganalisis pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien pasca stroke non hemorogik di Ruang Sahadewa RSUD Sanjiwani Gianyar
d.      Menganalisis pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot ekstremitas bawah pada pasien pasca stroke non hemorogik di Ruang Sahadewa RSUD Sanjiwani Gianyar

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Bagi dunia keperawatan, agar dapat menambah pengetahuan tentang pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot  pada pasien pasca stroke non hemorogik.
2. Manfaat Praktis
a.       Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan dalam tindakan keperawatan terutama pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot  pada pasien pasca stroke non hemorogik.
b.      Bagi Pasien dan Keluarga
Menambah pengetahuan dan sangat bermanfaat bagi pasien dan keluarga. Range Of Motion (ROM) harus  dilakukan di rumah oleh keluarga untuk mempercepat proses penyembuhan pasien pasca stroke non hemorogik.

E. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai stroke yang pernah di teliti adalah  penelitian yang dilakukan oleh Lukas (2009) yang meneliti  tentang efektivitas mobilisasi aktif dan pasif terhadap kekuatan otot lengan pada Pasien Paska Stroke di Ruang Wijaya Kusuma RSU Dr. Soedono. Jenis penelitian ini adalah pra eksperimen dengan menggunakan rancangan pre test and post test group design. adapun hasil penelitian yang didapatkan hasil yang signifikan dengan p<0,5 (p =0,020). Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian yang akan peneliti lakukan meneliti kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah sedangkan penelitian oleh Lucas meneliti kekuatan otat lengan, perbedaan yang lain adalah tempat dan waktu penelitian.

Tidak ada komentar: