A. Latar Belakang
Kehamilan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis dan harus disadari oleh wanita yang akan melahirkan. Keadaan fisiologis ini setiap saat dapat berisiko terjadinya komplikasi baik pada ibu maupun janinnya. Penerimaan terhadap kehamilan ini perlu persiapan baik fisik maupun mental dari seorang ibu begitu pula dalam menghadapi persalinan karena persalinan sangat membutuhkan kesiapan dari seorang ibu. Sering ibu melupakan akan pentingnya persiapan dalam menghadapi persalinan, sehingga pada saat persalinan ibu menjadi tidak tahu apa yang harus dilakukan dan akibat yang timbul dapat buruk bagi ibu maupun bayinya. Hal ini dapat memicu semakin tingginya angka kematian ibu.
Strategi nasional making pregnancy safer (MPS) Indonesia 2001-2010 disebutkan bahwa dalam konteks rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 memiliki visi “Kehamilan dan Persalinan di Indonesia Berlangsung Aman, Serta Bayi Yang Dilahirkan Hidup Dan Sehat”, dengan misi “Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian ibu dan bayi baru lahir melalui pemantapan system kesehatan dengan biaya efektif berdasarkan bukti ilmiah yang berkualitas, memberdayakan wanita, keluarga dan masyarakat, melalui kegiatan yang mempromosikan kesehatan ibu dan bayi baru lahir”. Salah satu sasaran yang ditetapkan untuk tahun 2010 adalah menurukan angka kematian bayi baru lahir menjadi 16/100.000 kelahiran hidup (Endjun, 2005).
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator kerhasilan pelaksanaan program kesehatan yang direncanakan oleh pemerintah. Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI 2002-2003) menyatakan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi walaupun sudah terjadi penurunan dari 307/100.000 KH menjadi 263/100.000 KH. AKI di Bali tahun 2004 sebesar 94,27/100.000 KH, yang pada tahun 2005 telah ditetapkan 93,20/100.000 KH.
Di Denpasar khususnya terdapat 9 orang ibu yang meninggal dari 11.055 kelahiran hidup. Di kota Denpasar penyebab 80% dari keenam penyebab kematian ibu (Dinas Kesehatan Propinsi Bali,2005). Diperkirakan 15% kehamilan akan mengalami keadaan risiko tinggi dan komplikasi obstetric yang dapat membahayakan kehidupan ibu dan janin (Sarwono,2002).
Penyebab AKI dapat dibedakan menjadi dua penyebab, yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung yaitu pendarahan 42%, eklampsi 13%, pertus lam 11%, abortus 11%, dan infeksi 10%. Penyebab tidak langsung seperti sosial budaya, ekonomi, pendidikan, status gizi ibu hamil, anemia dan perilaku kesehatan (Haryono, 2005). Penyebab tidak langsung ini umunya mampu diintervensi. Identifikasi terhadap penyebab tidak langsung utamanya adalah tiga terlambat yaitu terlambat mengambil keputusan memberikan pertolongan kepada ibu hamil dan melahirkan, terlambat mencapai tempat pelayanan kesehatan dan terlambat tenaga medis memberikan pertolongan. Untuk mencegah tiga macam terlambat tersebut keluarga/suami harus memberikan dukungan dari awal kehamilan sampai persalinan, karena pada beberapa kasus tiga terlambat sering terulang akibat keluarga/suami merasa perannya sudah memadai.
Persalinan merupakan suatu keadaan yang perlu dipersiapkan oleh seorang ibu. Ibu harus tahu apa yang harus dilakukan dalam mempersiapkan persalinan tersebut. Reaksi calon ibu terhadap persalinan secara umum tergantung pada persepsinya tentang persalinan. Tidak adanya persiapan sebelum melahirkan dapat menyebabkan timbulnya kesalahan persepsi ibu tentang persalinan shingga ibu menjadi tidak tenang, takut dan ragu-ragu dalam mengahadapi persalinan, keadaaan tersebut dapat mengganggu kelancaran proses persalinan (Kartono, K. 1998).
Haryono (2005) menyatakan 85 % kematian ibu karena kehamilan dan komplikasi kelahiran dapat dihindari dengan memberikan perawatan, perlindungan dan pertolongan yang baik secara bersama-sama dan terpadu, keluarga khususnya suami, maupun masyarakat dan pemerintah. Hasil penelitian menunjukan bahwa salah satu faktor penting dalam menurunkan mortalias (kematian Ibu) ialah harus adanya tenaga kesehatan yang trampil pada saat persalinan, dan sangat penting bekerjasama serta membuat rencana tindakan apabila terjadi komplikasi (Anonim, 2003). Oleh karena itu pada tahun 1999 Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan meluncurkan program Gerakan Sayang Ibu (GSI) yang merupakan asuhan yang menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan ibu, salah satunya adalah dengan melibatkan suami atau kaum pria yang diwujudkan melalui Program Suami Siaga (Haryono, 2005).
Saat ini peran suami dianggap “orang yang terlupakan” selama kehamilan dan persalinan. Masih banyak suami belum mampu menunjukkan dukungan penuh terhadap kesiapan ibu menghadapi persalinan. Dengan adanya perubahan-perubahan pada sang istri selama kehamilan. Dukungan suami tersebut dapat berupa dukungan informasi, emosional, fisik, dan instrumental.
Peran dan tanggung jawab suami berpengaruh dalam kesehatan terkait dengan kesiapan ibu menghadapi persalinan. Suami diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap kesehatan istrinya selama masa kehamilan. Sampai saat ini masih banyak suami yang bersikap dan berprilaku kurang bertanggungjawab dalam kesehatan reproduksi sehingga membahayakan kehamilan. Pendekatan baru dalam mengikatkan peran suami dalam kesehatan reproduksi adalah membekali suami dengan informasi yang benar dan mengikutsertakan mereka dalam setiap upaya untuk meningkatkan kesehatan reproduksi.
Hasil penelitian secara deskriptif di Puskesmas Pembantu Dauh Puri dilaporkan bahwa terdapat 23 orang (53,49 %) suami yang sudah memberikan dukungan pada ibu hamil dengan lengkap dan baik, 20 orang 46,51%) memberikan dukungan kurang lengkap. Disebutkan juga dari masing-masing jenis dukungan ditemukan bahwa jenis dukungan yang paling banyak diberikan adalah dukungan instrumental sebanyak 39 orang sedangkan jenis dukungan yang paling sedikit diberikan adalah dukungan informasi.
Pos Praktek Poltekkes Depkes Denpasar yang menjadi rencana tempat penelitian penulis, dalam pelayanannya memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil, bersalin, nifas baru lahir dan balita. Asuhan Kebidanan pada ibu hamil yang dilaksanakan sesuai dengan standar 7T yang dalam pelaksanaannya mencapai 6T yaitu timbang berat badan, tekanan darah, tinggi fundus, immunisasi TT, pemberian tablet besi dan temu wicara. Kunjungan ibu hamil yang memberiakan diri khusunya ibu hamil primigravida trisemester III mencapai rata-rata 74 orang perbulan terhitung mulai bulan Januari s/d Maret 2009. Berdasarkan pengalaman yang telah peneliti lakukan di Pos Praktik beberapa ibu hamil saat memeriksakan kehamilannya menyatakan keragu-raguannya dan merasa tidak siap menghadapi persalinannya.
Melihat kenyataan di masyarakat dukungan keluarga maupun suami sangat membantu seorang ibu untuk menjalani kehidupan baru sebagai wanita hamil yang akan mengalami berbagai perubahan fisik maupun emosi. Dukungan tersebut sangat berpengaruh terhadap keperdulian ibu atas kesehatannya. Maka dari itu peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana hubungan dukungan suami dengan kesiapan menghadapi persalinan pada ibu primigravida trimester III.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar