05 Februari 2012
Hubungan Lama dan Frekuensi Menjalani Hemodialisis dengan Tingkat Kecemasan Terkait Alat Dialisa
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang mempunyai fungsi utama mempertahankan homeostatis dalam tubuh sehingga terdapat keseimbangan optimal untuk kelangsungan hidup sel. Ginjal juga merupakan organ yang mengatur lingkungan kimia internal tubuh secara akurat, dan diperlukan untuk mempertahankan kehidupan (Brunner & suddarth, 2001, dalam Suzzane, 2002). Fungsi ginjal adalah mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa dengan cara menyaring darah melalui ginjal. Elektrolit dan non elektrolit juga mengekresikan kelebihannya sebagai kemih( urine). Ginjal mengeluarkan sampah metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan zat kimia asing. Kegagalan ginjal dalam melakukan fungsi-fungsi vital ini menimbulkan keadaan yang disebut uremia atau penyakit ginjal stadium akhir/ terminal (Price&Wilson, 2006).
Gagal ginjal kronis (GGK) di dunia sudah mencapai 26 juta orang, dan 20 juta diantaranya sudah masuk kedalam tahap akhir atau terminal. ( www.antiloans.org, 2009). Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal tergolong cukup tinggi. Di Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 tahun. Pada 1990, terjadi 166 ribu kasus GGK dan pada 2000 menjadi 372 ribu kasus. Angka tersebut diperkirakan terus naik. Pada 2010, jumlahnya diestimasi lebih dari 650 ribu. Selain data tersebut, 6 juta-20 juta individu di AS diperkirakan mengalami GGK fase awal.( www.antiloans.org, 2009). Hal yang sama terjadi di Jepang. Di Negeri Sakura itu, pada akhir 1996, ada 167 ribu penderita yang menerima terapi pengganti ginjal. Menurut data 2000, terjadi peningkatan menjadi lebih dari 200 ribu penderita. Berkat fasilitas yang tersedia dan berkat kepedulian pemerintah yang sangat tinggi, usia harapan hidup pasien GGK di Jepang bisa bertahan hingga bertahun-tahun.Bahkan, dalam beberapa kasus, pasien bisa bertahan hingga umur lebih dari 80 tahun. Angka kematian akibat GGK pun bisa ditekan menjadi 10 per 1.000 penderita. Hal tersebut sangat tidak mengejutkan karena para penderita di Jepang mendapatkan pelayanan cuci darah yang baik serta memadai.
Pada tahun 2007 jumlah pasien GGK di Indonesia mencapai 2148 orang. Kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2008 yaitu sebesar 2260. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap deteksi dini penyakit GGK tersebut. ( www.republika.co.id,2009).
Kondisi yang paling parah pada gagal ginjal dengan karakteristik nilai bersihan kreatinin (CCT) 5-10 ml/menit, laju filtrasi (GFR) 10% dari keadaan normal, ureum darah (BUN) meningkat, isoosmosis dengan berat jenis yang tetap sebesar 1,010, ginjal tidak dapat lagi mempertahankan cairan dan elektrolit tubuh ( Price & Wilson, 2006). Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi masalah GGK seperti pola makan, transplantasi ginjal dan salah satunya dengan hemodialisis. Hemodialisis adalah salah satu upaya mengatasi gagal ginjal kronis, ini merupakan terapi pengganti utama pada pasien GGK yang berlangsung seumur hidup. Dikatakan pengganti karena menggantikan ginjal yang sudah tidak berfungsi lagi. Ginjal buatan hanya dapat menggantikan fungsi ekskresi dari zat- zat Toksik uremia yang tidak berguna lagi, bila tidak dikeluarkan dari tubuh dapat menurunkan kualitas hidup atau meninggal. Dan cara lain untuk mengeluarkan produk limbah dan toksin dalam tubuh adalah hemodialisa.
Data registrasi pada tahun 2010 diruang Hemodialisa RS BALI MEDISTRA pada bulan Januari: 147 orang, Februari: 164 orang, Maret: 165 orang. Terlihat terjadi peningkatan jumlah kunjungan pasien GGK. Sedangkan pada bulan April terjadi penurunan kunjungan yaitu 131 orang.
Pasien GGK menjalani hemodialisis secara kontinyu dan menetap untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Frekuensi dilakukan hemodialisis bervariasi tergantung pada kerusakan ginjalnya. Hemodialisis dilakukan empat sampai lima jam dalam dua sampai tiga kali perminggu. Hal ini dapat menjadi stressor bagi pasien karena dapat dikategorikan ancaman terhadap diri pasien, yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan berhubungan dengan penusukan alat dialisa, ketidakpastian berapa lama dialysis diperlukan (Hudak & Gallo, 1996). Menurut hasil penelitian Safitri.(2007): Dalam penelitian yang berjudul Gambaran Kenyamanan Klien Gagal Ginjal Kronik Pada Saat Diberikan Terapi Hemodialisa R.S Kepolisian Pusat Raden Said Soekanto Kramat Jati. Didapatkan hasil dari 57,5% responden mengatakan nyaman secara fisik, psiko spiritual, social dan lingkungan pada saat diberikan terapi hemodialisa dan sebanyak 42,5% mengatakan tidak nyaman secara fisik, psikospiritual, social dan lingkungan. Jadi lebih banyak responden yang menagatakan nyaman pada saat diberikan terapi hemodialisa.
Klien yang menjalani hemodialisis mengalami depresi , ketakutan dan kecemasan. Tingkat kecemasan klien hemodialisis dipengaruhi oleh beberapa factor fisiologis dan biologis, baik dari dalam pasien maupun dari luar pasien, penerimaan terhadap pelaksanaan hemodialisis, social ekonomi, usia pasien, kondisi pasien. Lama dan frekuensi menjalani hemodialisa timbul karena ancaman diri pasien sehingga menimbulkan respon psikologis dan prilaku pasien yang dapat diamati, sedangkan ancaman diri pada pasien hemodialisis dapat bersumber dari respon manusia (perawat), interaksi manusia dan lingkungan yang terpapar oleh alat yang digunakan (Lazarus & Folkman, 1984, dalam Welch,2001). Pasien yang mengalami dialysis jangka panjang maka akan merasa khawatir atas kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan dan berefek terhadap gaya hidup. (Brunner & Suddarth,2001, dalam Suzzane, 2002). Menurut hasil penelitian Sunardi.(2001): Dalam penelitian yang berjudul tentang hubungan lama menjalani hemodialisa dengan tingkat kecemasan terkait alat/unit dialisa pada pasien GGK Di RSUPN Dr.cipto Mangunkusumo.Didapatkan hasil nilai “ r ” sebesar 0,22 hasil ini menunjukkan korelasi/hubungan sangat rendah antara lamanya menjalani hemodialisa terhadap tingkat kecemasan terkait alat/unit dialisa yang berarti bahwa terdapat hubungan positif sangat rendah antara dua variable tsb. Bila nilai tersebut dikuadratkan menjadi 0,0484, yang berarti terdapat hubungan positif linier sebesar 4,8% terhadap keduanya. Jadi dapat diartikan bila semakin lama menjalan hemodialisa terjadi peningkatan kecemasan pada klien GGK dilakukan hemodialisa sebesar 4,8% atau sebaliknya.
Berdasarkan wawancara dan observasi pada 2 pasien GGK yang menjalani hemodialisa di unit Hemodialisa RS Bali Medistra , pasien yang baru menjalani hemodialisa mengatakan merasa cemas akan penusukan jarum dialisa, melihat darah yang ada diselang kateter dialisa dan suara alarm unit dialisa yang berbunyi. Kemudian pada pasien yang sudah lama menjalani hemodialisa mengatakan merasa cemas akan penusukan jarum dialisa dan juga mengatakan sampai kapan penyakitnya dapat diatasi.
Dari penguraian diatas berdasarkan wawancara dan observasi pada pasien GGK yang menjalani Hemodialisa serta penelitian terkait diatas, peneliti ingin meneliti Hubungan Lama dan Frekuensi Menjalani Hemodialisis dengan Tingkat Kecemasan Terkait Alat Dialisa Di RS medistra.
Hubungan Komunikasi Verbal dan non verbal perawat dengan tingkat kecemasan pasien yang menjalani hemodialisa
11 Januari 2012
Pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemorogik
Efektivitas voluntary counseling and testing (VCT) terhadap tingkat kecemasan pasien beresiko tinggi terinfeksi HIV
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hubungan stimulasi kecerdasan multipel dengan perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah
|
ABORSI DALAM TEOLOGI HINDUISME
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI SENSORI SESI MENGGAMBAR
PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI SENSORI
1. Pengertian
TAK stimulasi sensoris adalah upaya menstimulasi semua pancaindra (sensori) agar member respons yang adekuat (Keliat dan Akemat, 2002).
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum TAK stimulasi sensoris adalah agar klien dapat berespon terhadap stimulus pancaindra yang diberikan
b. Tujuan Khusus
Tujuan khususnya adalah : (1) klien mampu berespon terhadap suara yang didengar, (2) klien mampu berespon terhadap gambar yang dilihat, (3) klien mampu mengekspresikan perasaan melalui gambar.
3. Indikasi
Klien yang mempunyai indikasi TAK stimulasi sensoris adalah klien dengan isolasi sosial, menarik diri, harga diri rendah yang disertai dengan kurang komunikasi verbal.
4. Aktifitas
Aktifitas TAK stimulasi sensori dilakukan sebanyak tiga sesi, aktivitas stimulasi sensoris dapat berupa stimulus terhadap penglihatan, pendengaran dan lain-lain seperti gambar, video, tarian dan nyanyian
5. Tempat
Ruang Bratasena RS Jiwa Propinsi Bali
6. Waktu pelaksanaan
- Dilaksanakan selama 1 hari
- Pelaksanaannya 1 x pertemuan
- waktu 45 menit
7. Metode
a. Dinamika kelompok
b. Diskusi dan tanya jawab
8. Evaluasi
- Setiap selesai pertemuan
- Menggunakan lembar observasi TAK stimulasi sensori sesi menggambar
9. Pengorganisasian
a Terapis
Peran dan fungsi
1) Leader : Luh Gede Parwati, S.Kep
Tugas
- Menyusun rencana TAK
- Mengarahkan kelompok dalam mencapai tujuan
- Memotivasi dan memfasilitasi anggota untuk mengekspresikan perasaan dan memberikan umpan balik
- Sebagai role model
- Menjelaskan jalannya permainan dan melakukan kontrak waktu
2) Co leader : I Made Pastika,S.Kep
Tugas
- Membantu leader dalam menggorganisasikan kelompok
3) Fasilitator :
§I Nyoman Sudiana, S.Kep
§Ni Luh Putu Suastini, S.Kep
§I Made Pagerwarsitha, S.Kep
§Isilda Pereira, S.Kep
§I.A Putu Wiyati, S.Kep
§G.A Eka Putri, S.Kep
§I.A Eka Kariyani, S.Kep
§I Nyoman Suwibawa, S.Kep.
§I Wayan Reta, S.Kep.
Tugas
- Membantu leader dalam memfasilitasi anggota kelompok untuk berperan aktif dan memotivasi anggota
- Memfokuskan kegiatan
- Membantu mengkoordinir anggota kelompok
- Duduk di sela-sela pasien
4) Observer : I Wayan Muliarta, S.Kep
Tugas
- Mengobservasi semua respon klien
- Mencatat semua proses yang terjadi dan semua perubahan prilaku klien
- Memberikan umpan balik pada klien pada kelompok
- Duduk tidak dilingkungan permainan/diluar
- Mengevaluasi setiap keaktifan kelompok
- Mengevaluasi tugas leader, co leader dan fasilitator
b Nama klien yang mengikuti TAK
NO | NAMA |
|
|
c Alat alat
- Tape/laptop, buku gambar, alat tulis (pencil)
DENAH
Keterangan denah:
: Leader
: Observer
: Co-leader
: Fasilitator
: Klien
PEDOMAN PELAKSANAAN
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK : STIMULASI SENSORI
Sesi 2 TAK (menggambar)
a. Tujuan
Sesi 2 bertujuan agar klien dapat mengekspresikan perasaan melalui gambar, klien dapat memberi makna gambar.
b. Setting
1) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran
2) Ruang nyaman dan tenang
c. Alat
1) Kertas HVS
2) Pensil 2B (bila tersedia krayon juga dapat digunakan)
d. Metode
1) Dinamika kelompok
2) Diskusi
e. Langkah kegiatan
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sesi 1.
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
Pada tahap ini terapis melakukan :
a) Memberi salam terapiutik : salam dari terapis, peserta dan terapis memakai papan nama
b) Evaluasi/ validasi : menanyakan perasaan klien saat ini
c) Kontrak
(1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menggambar dan menceritakan kepada orang lain
(2) Menjelaskan aturan main berikut:
(a) Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta ijin kepada terapis.
(b) Lama kegiatan 45 menit
(c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3) Tahap kerja
a) Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu menggambar dan menceritakan hasil gambar kepada klien lain.
b) Terapis membagikan kertas dan pensil untuk tiap klien
c) Terapis meminta klien menggambar apa saja sesuai dengan yang diinginkan saat ini.
d) Sementara klien mulai menggambar, terapis berkeliling dan memberikan penguatan kepada klien untuk terus menggambar, jangan mencela klien.
e) Setelah semua klien selesai menggambar terapis meminta masing-masing klien untuk memperlihatkan dan menceritakan gambar yang telah dibuatnya kepada klien lain. Yang harus diceritakan adalah gambar apa dan apa makna gambar tersebut menurut klien.
f) Kegiatan poin e dilakukan sampai semua klien mendapat giliran
g) Setiap kali klien selesai menceritakan gambarnya, terapis mengajak klien lain bertepuk tangan.
3) Tahap terminasi
a) Evaluasi
(1) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
(2) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
b) Rencana tindak lanjut
Menganjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan melalui gambar
c) Kontrak yang akan datang
(1) Menyepakati kegiatan yang akan datang, yaitu menonton TV
(2) Menyepakati waktu dan tempat
LEMBAR OBSERVASI
No | Aspek yang di nilai | NO URUT RESPONDEN | |||||||||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | ||
Sessi II: kemampuan memberi respon terhadap menggambar | |||||||||||||
1 | Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2 | Menggambar sampai selesai |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3 | Menyebutkan gambar apa yang dibuat |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4 | Menceritakan makna gambar |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|