24 Maret 2009

TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG PERMAINAN EDUKATIF PADA ANAK PRA SEKOLAH




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Lima tahun pertama kehidupan anak merupakan masa emas kehidupan individu (The Golden Years). Pada masa-masa The Golden Years tumbuh kembang anak berlangsung begitu pesat, stimulus atau respon tepat yang diberikan pada masa-masa puncak perkembangan memungkinkan anak mencapai prestasi perkembangan yang optimal, jadi semakin banyak stimulus yang diberikan orang tua kepada anaknya semakin banyak pula bekal yang diberikan untuk mengembangkan aspek kecerdasan emosionalnya. Peran dan kehadiran orang tua sangat dibutuhkan pada masa-masa awal tumbuh kembang anak, mengingat sebagian besar waktu anak dihabiskan di lingkungan rumah. Tumbuh kembang anak tidak mengenal waktu, senantiasa membutuhkan stimulus, respon, dan arahan setiap waktu. Salah satu stimulus yang dapat diberikan kepada anak untuk mengembangkan kecerdasan emosionalnya adalah dengan bermain (Rosida,2008)
Dunia anak adalah dunia bermain, karena selama rentang perkembangan usia dini anak melakukan kegiatan dengan bermain, mulai dari bayi, balita hingga masa kanak-kanak. Kebutuhan atau dorongan internal (terutama tumbuhnya sel saraf di otak) sangat memungkinkan anak melakukan berbagai aktivitas bermain tanpa mengenal lelah, dengan bermain anak dapat menyalurkan kelebihan energi yang terkandung dalam tubuhnya sekaligus belajar atau berlatih dalam suasana riang untuk meningkatkan fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya. Tetapi sering terjadi kesalahan fatal yang dilakukan orangtua, guru dan pengasuh terhadap anak karena mereka salah mengartikan tentang pentingnya bermain pada usia kanak-kanak. (Fajriananda,2008).
Permainan edukatif adalah suatu kegiatan yang menyenangkan dan dapat merupakan cara yang mendidik. Permainan edukatif dapat meningkatkan kemampuan berfikir, berbahasa, serta bergaul dengan orang lain. Selain itu, anak dapat menguatkan anggota badan, menjadi lebih terampil, dan menumbuhkan serta mengembangkan kepribadiannya. (Hutomo, 2008). Sekarang ini banyak diciptakan berbagai kegiatan permainan juga alat main yang semakin kreatif, mahal dan beraneka macam, bahkan telah diproduksi masal oleh pabrik-pabrik besar. Namun terkadang alat main tersebut kurang berfaedah bagi anak-anak karena sebenarnya alat bermain hanyalah alat bantu saja bagi seorang anak dan bukan merupakan indikator mutlak untuk anak berkembang lebih baik. Anak akan dapat bermain dengan manfaat yang besar apabila orang dewasa yang ada disekitar anak juga mengetahui sisi kegunaan mainan tersebut. bermain dapat dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat, karena dalam melakukan kegiatan bermain anak menggunakan seluruh pancainderanya. (Fajriananda,2008).
Para orangtua berusaha melakukan apa saja demi kebahagiaan buah hatinya, salah satunya memberikan mainan untuk anak. Meski bertujuan untuk membahagiakan anak, orangtua juga harus memahami dan menyeimbangkan antara kebutuhan dan apa yang diinginkan anak karena tak semua keinginan, baik untuk perkembangan fisik maupun psikis anak. Dalam perkembangan yang terjadi saat ini, sebagian orangtua mulai sadar bagaimana seharusnya memilih mainan yang baik untuk memenuhi kebutuhan anak sekaligus keinginan orangtua mencerdaskan putra putrinya (Indriana, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian di beberapa lembaga pendidikan anak pasekolah di 5 kota besar di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Bandung dan Makasar). Data memperlihatkan tingkat pengetahuan para orang tua tentang manfaat mestimulasi perkembangan anak dengan permainan edukatif didapatkan data sebanyak 42 % orang tua tingkat pengetahuan kurang, 33% dengan tingkat pengetahuan cukup, hanya 25% dengan pengetahuan baik. Sedangkan penyediaan alat permainan yang bersifat edukatif di sekolah didapatkan data hanya 42,4% sekolah menyedikan alat permainan edukatif (Fajriananda,2008). Beragamnya pendidikan orangtua mempengaruhi kemampuan dalam menstimulasi perkembangan anak. Di desa Angantaka orangtua khususnya para ibu yang mempunyai anak usia pra sekolah memiliki latar belakang pendidikan yang rendah, yaitu 50 % lebih hanya lulusan SMP. Rendahnya latar belakang pendidikan orang tua membuat orang cenderung membiarkan anak berkembang apa adanya tanpa rangsangan/stimulasi dari luar sementara mereka juga memberi perlindungan yang berlebih kepada anaknya sehingga menghambat kesiapan berkembangnya anak. Salah satu peran aktif atau tugas orang tua adalah memberikan stimulasi pada perkembangan anak salah satunya adalah dengan menyediakan alat permainan edukatif. Kurang aktifnya orang tua dalam memberikan stimulasi pada perkembangan anak akan menyebabkan terjadinya gangguan perkembangan pada anak sehingga mengakibatkan tidak tercapainya tingkat perkembangan yang optimal.

Tidak ada komentar: