|
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia
seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan anak yang
dilakukan sedini mungkin sejak anak masih di dalam kandungan. Upaya kesehatan
yang dilakukan sejak anak masih di dalam kandungan sampai lima
tahun pertama kehidupannya, ditujukan untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya sekaligus meningkatkan kualitas hidup anak agar mencapai tumbuh
kembang optimal baik fisik, mental, emosional maupun sosial serta memiliki
intelegensi majemuk sesuai dengan potensi genetiknya (Depkes RI,
2005).
Masa balita adalah masa emas dalam rentang perkembangan seorang individu.
Pada masa ini, pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, keterampilan motorik
dan sosial emosi berjalan demikian pesatnya. Masa balita juga merupakan masa
kritis yang akan menentukan hasil proses tumbuh kembang anak selanjutnya. Dalam
masa perkembangan balita, anak mengalami perubahan yang terjadi dalam hal
perubahan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan motorik
kasar, motorik halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian
(Soetjiningsih, 2005).
Berdasarkan sensus demografi
kesehatan Indonesia (SDKI) 2010 jumlah
anak usia dini (0-6 tahun) sebanyak 26,09 juta. Dari jumlah tersebut, 13,5 juta
di antaranya berusia antara 0-3 tahun dan anak usia 4-5 tahun mencapai 12,6
juta anak, dari jumlah anak tersebut sekitar 14,08% anak mengalami
keterlambatan perkembangan (Endang, 2010). Data pada tahun 2010 di Rumah Sakit Umum Wangaya, dijumpai sebanyak 61 anak
usia 0-5 tahun yang mengalami gangguan perkembangan yang dapat diuraikan
sebagai berikut gangguan berbahasa terdapat 19 kasus, gangguan perkembangan
motorik kasar maupun halus didapati 20 kasus, gangguan personal sosial 13
kasus, ada 2 kasus Sindrom Down, dan autisme maupun ADHD (Attention Defisit Hiperactivity disorder) terdapat 7. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di
lapangan yaitu di Banjar Guming pada bulan Agustus 2011 didapatkan 7 dari 10 orang tua yang diwawancarai
menyatakan bahwa anak sampai
umur 4 tahun belum mau bermain dengan teman sebayanya, takut keluar rumah
sendirian dan belum mengenal
3-4 warna
Perkembangan anak perlu
dipantau agar gangguan yang terjadi dapat segera diketahui dan dicarikan upaya
untuk mengatasinya. Pemantauan perkembangan anak dilakukan untuk mengikuti
kemajuan perkembangan anak itu sendiri. Tujuanya agar orang tua dapat segera
mengetahui bila terjadi kelambatan perkembangan pada anaknya. Stimulasi dini
ini penting, agar tindakan untuk mengejar kelambatan perkembangan dapat segera
dilakukan. Kelambatan perkembangan yang dibiarkan terlalu lama dapat menjadi kelainan
atau kecacatan yang sulit diperbaiki dikemudian hari (Meta, 2009).
Frankenburg dkk (1981) dalam (Soetjiningsih, 2005), melalui DDST (Denver Developmental Screening Test)
mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan
anak balita, salah satunya adalah personal sosial (kepribadian / tingkah laku
sosial ). Adapun aspek aspek
yang berhubungan adalah kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan beriteraksi dengan
lingkungannya. Perkembangan personal sosial sangat dipengaruhi lingkungan dan interaksi
antara anak dengan orang tua / orang dewasa lainnya.
Perkembangan anak akan optimal
bila interaksi sosial diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai
tahap perkembangannya. Dalam perkembangan anak terdapat masa kritis, dimana
diperlukan rangsangan atau stimulasi yang berguna agar potensi berkembang,
sehingga perlu mendapatkan perhatian. Stimulasi merupakan salah satu faktor
dalam pencapaian perkembangan personal sosial adalah upaya orang tua atau
keluarga untuk mengajak anak bermain dalam suasana penuh gembira dan kasih
sayang. Aktivitas bermain dan suasana cinta ini penting guna merangsang seluruh
sistem indera, melatih kemampuan motorik halus dan kasar, kemampuan berkomunikasi
serta perasaan dan pikiran anak. Rangsangan atau stimulasi sejak dini adalah
salah satu faktor eksternal yang sangat penting dalam menentukan perkembangan anak (Agusminto, 2008).
Salah satu stimulasi yang
dapat meningkatkan perkembangan personal sosial adalah stimulasi kecerdasan multipel
(multiple inteligensia) merupakan berbagai jenis stimulasi kecerdasan yang
dapat dikembangkan pada anak antara lain verbal-linguistic
(kemampuan menguraikan pikiran dalam kalimat-kalimat, diskusi, tulisan), logical–mathematical (kemampuan
menggunakan logika-matematik dalam memecahkan berbagai masalah), visual spatial (kemampuan berpikir tiga
dimensi), body-kinesthetic
(ketrampilan gerak, menari, olahraga), musical
(kepekaan dan kemampuan berekspresi dengan bunyi, nada, melodi, irama), intrapersonal (kemampuan memahami dan
mengendalikan diri sendiri), interpersonal
(kemampuan memahami dan menyesuaikan diri dengan orang lain), naturalist (kemampuan memahami dan
memanfaatkan lingkungan) (Meta, 2009).
Kemampuan orang tua dalam
memberikan stimulasi perkembangan terhadap anaknya dapat disebabkan oleh banyak
faktor diantaranya sosial ekonomi, tingkat pendidikan dan jumlah anak. Ketidakmampuan
dalam memberikan stimulasi akan membuat orang cenderung membiarkan anak
berkembang apa adanya tanpa rangsangan dari luar sementara mereka juga memberi
perlindungan yang berlebih kepada anaknya sehingga menghambat kesiapan
berkembangnya kemampuan anak, banyak orang awam khususnya orang tua berpendapat
bahwa masalah tumbuh kembang yang terjadi pada anak bisa berkurang bahkan
hilang sendiri dengan perjalanan waktu seiring bertambahnya usia anak (Retno,
2009).
Seorang balita yang mengalami
keterlambatan dalam perkembangan, bahaya yang timbul bukan hanya saat ini saja
tapi juga berpengaruh sampai beberapa tahun ke depan karena beberapa alasan
antara lain pengembangan psikososial
yang terlambat akan menimbulkan akibat yang tidak dan kurang menguntungkan pada
perkembangan konsep diri anak, ketidaktepatan konsep-konsep yang dipelajari
selama masa ini sangat berbahaya karena kesalahan konsep-konsep ini seringkali
berurat berakar sebelum diketahui oleh orang-orang dewasa sehingga akan timbul
masalah pada perilaku dan emosinya (Monks, 2005). Alasan kedua, keterlambatan
pengembangan personal sosial berbahaya karena tidak menyediakan landasan bagi
ketrampilan berinteraksi dengan lingkungan. Tidak adanya landasan bagi
ketrampilan personal sosial menyebabkan balita akan terlambat dalam
bersosialisasi dengan teman sebayanya sehingga balita juga bermasalah dalam
hubungan sosial awal karena tidak diterima oleh teman sebayanya yang akan
menyebabkan balita merasa kesepian dan tidak mempunyai kesempatan untuk
berperilaku sesuai dengan harapan teman sebaya (Monks, 2005).
Berdasarkan hasil pengumpulan
data di Puskesmas Sempidi jumlah balita pada tahun 2011 sebanyak 1102 anak di Banjar
Guming jumlah anak usia pra sekolah (umur 4-5 tahun) sebanyak 45 orang. Dari hasil wawancara dengan 10 orang
tua yang memiliki anak usia pra sekolah sebanyak 6 orang mengatakan jarang
memberikan stimulasi kepada anaknya dan lebih membiarkan anak berkembang dengan
sendirinya. Berdasarkan uraian di atas mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian tentang hubungan stimulasi kecerdasan multipel dengan perkembangan
personal sosial anak usia pra sekolah di Banjar Guming Desa Penarungan Wilayah
Kerja Puskesmas Sempidi.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah ada hubungan
stimulasi kecerdasan multipel dengan perkembangan personal sosial anak
usia pra sekolah di Banjar Guming Desa Penarungan Wilayah Kerja Puskesmas
Sempidi?.
C.
Tujuan
1.
Tujuan Umum
Untuk
mengetahui hubungan stimulasi kecerdasan multipel dengan perkembangan personal
sosial anak usia pra sekolah di Banjar Guming Desa Penarungan Wilayah Kerja
Puskesmas Sempidi.
2.
Tujuan
Khusus
a.
Mengidentifikasi kemampuan orang tua dalam memberikan stimulasi
kecerdasan multipel pada anak usia pra sekolah di Banjar Guming Desa Penarungan
Wilayah Kerja Puskesmas Sempidi
b.
Mengidentifikasi perkembangan personal sosial anak usia
pra sekolah di Banjar Guming Desa Penarungan Wilayah Kerja Puskesmas Sempidi
c.
Menganalisis hubungan
stimulasi kecerdasan multipel dengan perkembangan personal sosial anak
usia pra sekolah di Banjar Guming Desa Penarungan Wilayah Kerja Puskesmas
Sempidi
D.
Manfaat Penelitian
1.
Segi teoritis
a.
Dapat
memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya perkembangan personal sosial anak dan stimulasi yang
diperlukan untuk menunjang perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah.
b.
Hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk melaksanakan penelitian
lebih lanjut yang berkaitan dengan stimulasi kecerdasan multipel dengan perkembangan
personal sosial anak usia pra sekolah.
2.
Segi praktis
a.
Dapat
memberi pengetahuan baru bagi masyarakat dalam memberikan stimulasi kecerdasan multipel untuk meningkatkan perkembangan
personal sosial anak usia pra sekolah.
b.
Dapat
memberi masukan kepada keluarga tentang pentingnya melakukan stimulasi pada anak sesuai dengan tahap perkembangan anak
prasekolah .
c.
Dapat
digunakan sebagai acuan dalam pengembangan program KIA khususnya dalam
memberikan penyuluhan tentang pemberian stimulasi kecerdasan multipel pada anak
sesuai dengan tahap perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar