11 Januari 2012

Hubungan stimulasi kecerdasan multipel dengan perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah




 
BAB  I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan anak yang dilakukan sedini mungkin sejak anak masih di dalam kandungan. Upaya kesehatan yang dilakukan sejak anak masih di dalam kandungan sampai lima tahun pertama kehidupannya, ditujukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sekaligus meningkatkan kualitas hidup anak agar mencapai tumbuh kembang optimal baik fisik, mental, emosional maupun sosial serta memiliki intelegensi majemuk sesuai dengan potensi genetiknya (Depkes RI, 2005).
Masa balita adalah masa emas dalam rentang perkembangan seorang individu. Pada masa ini, pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, keterampilan motorik dan sosial emosi berjalan demikian pesatnya. Masa balita juga merupakan masa kritis yang akan menentukan hasil proses tumbuh kembang anak selanjutnya. Dalam masa perkembangan balita, anak mengalami perubahan yang terjadi dalam hal perubahan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan motorik kasar, motorik halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian (Soetjiningsih, 2005).
 Berdasarkan sensus demografi kesehatan Indonesia (SDKI) 2010  jumlah anak usia dini (0-6 tahun) sebanyak 26,09 juta. Dari jumlah tersebut, 13,5 juta di antaranya berusia antara 0-3 tahun dan anak usia 4-5 tahun mencapai 12,6 juta anak, dari jumlah anak tersebut sekitar 14,08% anak mengalami keterlambatan perkembangan (Endang, 2010). Data pada tahun 2010 di Rumah Sakit Umum Wangaya, dijumpai sebanyak 61 anak usia 0-5 tahun yang mengalami gangguan perkembangan yang dapat diuraikan sebagai berikut gangguan berbahasa terdapat 19 kasus, gangguan perkembangan motorik kasar maupun halus didapati 20 kasus, gangguan personal sosial 13 kasus, ada 2 kasus Sindrom Down, dan  autisme maupun ADHD (Attention Defisit Hiperactivity disorder) terdapat 7. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan yaitu di Banjar Guming pada bulan Agustus 2011 didapatkan 7 dari 10 orang tua yang diwawancarai menyatakan bahwa anak sampai umur 4 tahun belum mau bermain dengan teman sebayanya, takut keluar rumah sendirian dan belum mengenal 3-4 warna
Perkembangan anak perlu dipantau agar gangguan yang terjadi dapat segera diketahui dan dicarikan upaya untuk mengatasinya. Pemantauan perkembangan anak dilakukan untuk mengikuti kemajuan perkembangan anak itu sendiri. Tujuanya agar orang tua dapat segera mengetahui bila terjadi kelambatan perkembangan pada anaknya. Stimulasi dini ini penting, agar tindakan untuk mengejar kelambatan perkembangan dapat segera dilakukan. Kelambatan perkembangan yang dibiarkan terlalu lama dapat menjadi kelainan atau kecacatan yang sulit diperbaiki dikemudian hari (Meta, 2009).
Frankenburg dkk (1981) dalam  (Soetjiningsih, 2005), melalui DDST (Denver Developmental Screening Test) mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan anak balita, salah satunya adalah personal sosial (kepribadian / tingkah laku sosial ). Adapun aspek aspek yang berhubungan adalah kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan beriteraksi dengan lingkungannya. Perkembangan personal sosial sangat dipengaruhi lingkungan dan interaksi antara anak dengan orang tua / orang dewasa lainnya.
Perkembangan anak akan optimal bila interaksi sosial diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangannya. Dalam perkembangan anak terdapat masa kritis, dimana diperlukan rangsangan atau stimulasi yang berguna agar potensi berkembang, sehingga perlu mendapatkan perhatian. Stimulasi merupakan salah satu faktor dalam pencapaian perkembangan personal sosial adalah upaya orang tua atau keluarga untuk mengajak anak bermain dalam suasana penuh gembira dan kasih sayang. Aktivitas bermain dan suasana cinta ini penting guna merangsang seluruh sistem indera, melatih kemampuan motorik halus dan kasar, kemampuan berkomunikasi serta perasaan dan pikiran anak. Rangsangan atau stimulasi sejak dini adalah salah satu faktor eksternal yang sangat penting dalam menentukan perkembangan  anak (Agusminto, 2008).
Salah satu stimulasi yang dapat meningkatkan perkembangan personal sosial adalah stimulasi kecerdasan multipel (multiple inteligensia) merupakan berbagai jenis stimulasi kecerdasan yang dapat dikembangkan pada anak antara lain verbal-linguistic (kemampuan menguraikan pikiran dalam kalimat-kalimat, diskusi, tulisan), logical–mathematical (kemampuan menggunakan logika-matematik dalam memecahkan berbagai masalah), visual spatial (kemampuan berpikir tiga dimensi), body-kinesthetic (ketrampilan gerak, menari, olahraga), musical (kepekaan dan kemampuan berekspresi dengan bunyi, nada, melodi, irama), intrapersonal (kemampuan memahami dan mengendalikan diri sendiri), interpersonal (kemampuan memahami dan menyesuaikan diri dengan orang lain), naturalist (kemampuan memahami dan memanfaatkan lingkungan) (Meta, 2009).
Kemampuan orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan terhadap anaknya dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya sosial ekonomi, tingkat pendidikan dan jumlah anak. Ketidakmampuan dalam memberikan stimulasi akan membuat orang cenderung membiarkan anak berkembang apa adanya tanpa rangsangan dari luar sementara mereka juga memberi perlindungan yang berlebih kepada anaknya sehingga menghambat kesiapan berkembangnya kemampuan anak, banyak orang awam khususnya orang tua berpendapat bahwa masalah tumbuh kembang yang terjadi pada anak bisa berkurang bahkan hilang sendiri dengan perjalanan waktu seiring bertambahnya usia anak (Retno, 2009).
Seorang balita yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan, bahaya yang timbul bukan hanya saat ini saja tapi juga berpengaruh sampai beberapa tahun ke depan karena beberapa alasan antara lain  pengembangan psikososial yang terlambat akan menimbulkan akibat yang tidak dan kurang menguntungkan pada perkembangan konsep diri anak, ketidaktepatan konsep-konsep yang dipelajari selama masa ini sangat berbahaya karena kesalahan konsep-konsep ini seringkali berurat berakar sebelum diketahui oleh orang-orang dewasa sehingga akan timbul masalah pada perilaku dan emosinya (Monks, 2005). Alasan kedua, keterlambatan pengembangan personal sosial berbahaya karena tidak menyediakan landasan bagi ketrampilan berinteraksi dengan lingkungan. Tidak adanya landasan bagi ketrampilan personal sosial menyebabkan balita akan terlambat dalam bersosialisasi dengan teman sebayanya sehingga balita juga bermasalah dalam hubungan sosial awal karena tidak diterima oleh teman sebayanya yang akan menyebabkan balita merasa kesepian dan tidak mempunyai kesempatan untuk berperilaku sesuai dengan harapan teman sebaya (Monks, 2005).
Berdasarkan hasil pengumpulan data di Puskesmas Sempidi jumlah balita pada tahun 2011 sebanyak 1102 anak di Banjar Guming jumlah anak usia pra sekolah (umur 4-5 tahun) sebanyak  45 orang. Dari hasil wawancara dengan 10 orang tua yang memiliki anak usia pra sekolah sebanyak 6 orang mengatakan jarang memberikan stimulasi kepada anaknya dan lebih membiarkan anak berkembang dengan sendirinya. Berdasarkan uraian di atas mendorong  peneliti untuk mengadakan penelitian tentang  hubungan  stimulasi kecerdasan multipel dengan perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah di Banjar Guming Desa Penarungan Wilayah Kerja Puskesmas Sempidi.

B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan  stimulasi kecerdasan multipel dengan perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah di Banjar Guming Desa Penarungan Wilayah Kerja Puskesmas Sempidi?.

C.       Tujuan
1.          Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan stimulasi kecerdasan multipel dengan perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah di Banjar Guming Desa Penarungan Wilayah Kerja Puskesmas Sempidi.
2.         Tujuan Khusus
a.           Mengidentifikasi kemampuan orang tua dalam memberikan stimulasi kecerdasan multipel pada anak usia pra sekolah di Banjar Guming Desa Penarungan Wilayah Kerja Puskesmas Sempidi
b.          Mengidentifikasi perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah di Banjar Guming Desa Penarungan Wilayah Kerja Puskesmas Sempidi
c.           Menganalisis hubungan  stimulasi kecerdasan multipel dengan perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah di Banjar Guming Desa Penarungan Wilayah Kerja Puskesmas Sempidi

D.       Manfaat Penelitian
1.         Segi teoritis
a.           Dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya perkembangan  personal sosial anak dan stimulasi yang diperlukan untuk menunjang perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah.
b.          Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan stimulasi kecerdasan multipel dengan perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah.
2.         Segi praktis
a.           Dapat memberi pengetahuan baru bagi masyarakat dalam memberikan stimulasi  kecerdasan multipel untuk meningkatkan perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah.
b.          Dapat memberi masukan kepada keluarga tentang pentingnya melakukan stimulasi   pada anak sesuai dengan tahap perkembangan anak prasekolah .
c.           Dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan program KIA khususnya dalam memberikan penyuluhan tentang pemberian stimulasi kecerdasan multipel pada anak sesuai dengan tahap perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar