11 Januari 2012

ABORSI DALAM TEOLOGI HINDUISME

Aborsi dalam Teologi Hinduisme tergolong pada perbuatan yang disebut "Himsa karma" yakni salah satu perbuatan dosa yang disejajarkan dengan membunuh, meyakiti, dan menyiksa. Membunuh dalam pengertian yang lebih dalam sebagai "menghilangkan nyawa" mendasari falsafah "atma" atau roh yang sudah berada dan melekat pada jabang bayi sekalipun masih berbentuk gumpalan yang belum sempurna seperti tubuh manusia. Segera setelah terjadi pembuahan di sel telur maka atma sudah ada atas kuasa Hyang Widhi. Dalam "Lontar Tutur Panus Karma" penciptaan manusia yang utuh kemudian dilanjutkan oleh Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai "Kanda-Pat" dan "Nyama Bajang". Selanjutnya Lontar itu menuturkan bahwa Kanda-Pat yang artinya "empat-teman" adalah: I Karen, sebagai calon ari-ari; I Bra, sebagai calon lamas; I Angdian, sebagai calon getih; dan I Lembana, sebagai calon Yeh-nyom. Ketika cabang bayi sudah berusia 20 hari maka Kanda-Pat berubah nama menjadi masing-masing : I Anta, I Preta, I Kala, dan I Dengen. Selanjutnya setelah berusia 40 minggu barulah dinamakan sebagai : Ari-ari, Lamas, Getih, dan Yeh-nyom. Nyama Bajang yang artinya "saudara yang selalu membujang" adalah kekuatan-kekuatan Hyang Widhi yang tidak berwujud. Jika Kanda-Pat bertugas memelihara dan membesarkan jabang bayi secara phisik, maka Nyama Bajang yang jumlahnya 108 bertugas mendudukkan serta menguatkan atma atau roh dalam tubuh bayi. Oleh karena itulah perbuatan aborsi disetarakan dengan menghilangkan nyawa. Kitab-kitab suci Hindu antara lain Rgveda 1.114.7 menyatakan : "Ma no mahantam uta ma no arbhakam" artinya : Janganlah mengganggu dan mencelakakan bayi. Atharvaveda X.1.29 : "Anagohatya vai bhima" artinya : Jangan membunuh bayi yang tiada berdosa. Dan Atharvaveda X.1.29 : "Ma no gam asvam purusam vadhih" artinya : Jangan membunuh manusia dan binatang. Dalam ephos Bharatayuda Sri Krisna telah mengutuk Asvatama hidup 3000 tahun dalam penderitaan, karena Asvatama telah membunuh semua bayi yang ada dalam kandungan istri-istri keturunan Pandawa, serta membuat istri-istri itu mandul selamanya. Pembuahan sel telur dari hasil hubungan sex lebih jauh ditinjau dalam falsafah Hindu sebagai sesuatu yang harusnya disakralkan dan direncanakan. Baik dalam Manava Dharmasastra maupun dalam Kamasutra selalu dinyatakan bahwa perkawinan menurut Hindu adalah "Dharmasampati" artinya perkawinan adalah sakral dan suci karena bertujuan memperoleh putra yang tiada lain adalah re-inkarnasi dari roh-roh para leluhur yang harus lahir kembali menjalani kehidupan sebagai manusia karena belum cukup suci untuk bersatu dengan Tuhan atau dalam istilah Teologi Hindu disebut sebagai "Amoring Acintya" . Oleh karena itu maka suatu rangkaian logika dalam keyakinan Veda dapat digambarkan sebagai berikut : Perkawinan (pawiwahan) adalah untuk syahnya suatu hubungan sex yang bertujuan memperoleh anak. Gambaran ini dapat ditelusuri lebih jauh sebagai tidak adanya keinginan melakukan hubungan sex hanya untuk kesenangan belaka. Perilaku manusia menurut Veda adalah yang penuh dengan pengendalian diri, termasuk pula pengendalian diri dalam bentuk pengekangan hawa nafsu. Pasangan suami-istri yang mempunyai banyak anak dapat dinilai sebagai kurang berhasilnya melakukan pengendalian nafsu sex, apalagi bila kemudian ternyata bahwa kelahiran anak-anak tidak dalam batas perencanaan yang baik. Sakralnya hubungan sex dalam Hindu banyak dijumpai dalam Kamasutra. Antara lain disebutkan bahwa hubungan sex hendaknya direncanakan dan dipersiapkan dengan baik, misalnya terlebih dahulu bersembahyang memuja dua Deva yang berpasangan yaitu Deva Smara dan Devi Ratih, setelah mensucikan diri dengan mandi dan memercikkan tirta pensucian. Hubungan sex juga harus dilakukan dalam suasana yang tentram, damai, dan penuh kasih sayang. Hubungan sex yang dilakukan dalam keadaan sedang marah, sedih, mabuk, atau tidak sadar, akan mempengaruhi perilaku anak yang lahir kemudian. Oleh karena hubungan sex terjadi melalui upacara pawiwahan dan dilakukan semata-mata untuk memperoleh anak, jelaslah sudah bahwa aborsi dalam Agama Hindu tidak dikenal dan tidak dibenarkan. Kepustakaan : 1. Rgveda 2. Atharvaveda 3. Kamasutra 4. Lontar Tutur Panus Karma, Gedong Kirtya, Singaraja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar