1. Pengertian
Menurut Sudarsono (2007) kecenderungan adalah hasrat dan keinginan yang selalu timbul berulang-ulang, sedangkan Anshari (2006) mengartikan kecenderungan sebagai satu set atau satu susunan sikap untuk bertingkah laku dengan cara tertentu. Soekanto (2003) menyatakan kecenderungan merupakan suatu dorongan yang muncul dari dalam individu secara tetap menuju suatu arah tertentu untuk menunjukkan suka atau tidak suka kepada suatu objek.
Menurut Hawari (2002) mengatakan depresi adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (affective/mood disorder), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa. Lebih terperinci dijelaskan oleh Maramis (2005) mengatakan depresi sebagai satu kesatuan diagnosis gangguan jiwa adalah suatu keadaan jiwa dengan ciri sedih, merasakan sendirian, putus asa, rendah diri dari hubungan sosial, tidak ada harapan penyesalan yang patologis dan terdapat gangguan somatik seperti anoreksia, serta insomnia.
Menurut Bobak (2004) depresi postpartum adalah gangguan suasana hati pada ibu postpatum yang tejadi dalam enam bulan setelah melahirkan. Selain definisi di atas, ada juga ahli lain yang menyebutkan depresi postpartum adalah gangguan suasana hati yang dirasakan ibu postpartum dalam delapan minggu setelah melahirkan dan bisa berlanjut selama setahun di mana perasaan ini berkaitan dengan bayinya ( Mansur, 2009).
Berdasarkan definisi ahli tersebut maka yang dimaksud dengan kecendrungan depresi postpartum pada penelitian ini adalah dorongan yang muncul berupa gangguan suasana hati pada ibu postpartum yang terjadi dalam delapan minggu setelah melahirkan dan bisa berlanjut selama setahun di mana perasaan ini berkaitan dengan bayinya.
2. Faktor predisposisi depresi postpartum
Menurut Regina (2009) dan Kruckman dalam Yanita (2007) mengemukakan faktor predisposisi depresi postpartum antara lain :
a. Faktor konstitusional.
Faktor konstitusional yang dapat mendukung terjadinya depresi postpartum antara lain :
1) Faktor umur
Faktor usia perempuan yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu.
2) Faktor pendidikan
Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya diluar rumah, dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak–anak mereka
b. Faktor fisik
Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan mental selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting penyebab depresi post partum. Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang progesteron naik dan estrogen yang menurun secara cepat setelah melahirkan merupakan faktor penyebab yang sudah pasti.
c. Faktor psikologis
Peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada akhir kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian psikologis individu. Klaus dan Kennel dalam Regina, (2009) mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini untuk memulai hubungan baik antara ibu dan anak.
d. Faktor dukungan sosial
Banyaknya kerabat yang membantu pada saat kehamilan, persalinan dan pascasalin, beban seorang ibu karena kehamilannya sedikit banyak berkurang. Dukungan sosial meliputi :
1) Dukungan suami
Dukungan suami merupakan faktor terbesar untuk memicu terjadinya depresi post patum. Hal ini dikarenakan dukungan suami merupakan strategi koping penting pada saat mengalami stress dan berfungsi sebagai strategi preventif untuk mengurangi stress
2) Dukungan keluarga
Dukungan yang diberikan kepada ibu postpartum oleh keluarga dengan cara menghargai, menolong, menyayangi dan memperhatikan sehingga memberikan rasa aman, tentram, dan keuntungan emosional, dengan dukungan yang diberikan tersebut dapat mengurangi stres yang dialami ibu postpartum.
3) Dukungan tenaga kesehatan
Dukungan tenaga kesehatan yang diberikan kepada ibu post partum untuk mencegah terjadinya depresi post partum dapat berupa pemberian informasi tentang perawatan anak dan perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi setelah melahirkan.
3. Karakteristik Wanita yang Berisiko Mengalami Depresi Postpartum
Menurut Mansur (2009) dan Cunningham (2006) karakteristik wanita yang berisiko mengalami depresi postpartum yaitu:
a. Wanita yang mempunyai riwayat depresi.
b. Wanita yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis.
c. Wanita yang kurang mendapatkan dukungan dari suami atau orang-orang terdekatnya selama hamil dan setelah melahirkan.
d. Wanita yang jarang berkonsultasi dengan dokter selama masa kehamilanya.
e. Wanita yang mengalami komplikasi selama kehamilan dan persalinan.
f. Wanita yang termasuk dalam umur reproduksi tidak sehat (< 20 tahun dan > 35 tahun)
4. Gejala Depresi Postpartum
Depresi merupakan gangguan yang betul–betul dipertimbangkan sebagai psikopatologi yang paling sering mendahului bunuh diri, sehingga tidak jarang berakhir dengan kematian. Gejala depresi seringkali timbul bersamaan dengan gejala kecemasan. Manifestasi dari kedua gangguan ini lebih lanjut sering timbul sebagai keluhan umum seperti : sukar tidur, merasa bersalah, kelelahan, sukar konsentrasi, hingga pikiran mau bunuh diri. Menurut Cunningham, (2006) gejala depresi postpartum tidak berbeda dengan yang terdapat pada kelainan depresi lainnya. Hal yang terutama mengkhawatirkan adalah pikiran – pikiran ingin bunuh diri, waham–waham paranoid dan ancaman kekerasan terhadap anak–anaknya. Hal senada juga diungkapkan oleh Ling dan Duff (2001), bahwa gejala depresi postpartum yang dialami 60 % wanita hampir sama dengan gejala depresi pada umumnya. Tetapi dibandingkan dengan gangguan depresi yang umum, depresi postpartum mempunyai karakteristik yang spesifik antara lain :
a. Mimpi buruk. Biasanya terjadi sewaktu tidur REM. Karena mimpi-mimpi yang menakutkan, individu itu sering terbangun sehingga dapat mengakibatkan insomnia.
b. Insomnia. Biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain yang terjadi dalam hidup manusia.
c. Phobia. Rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun diketahuinya bahwa hal itu irasional adanya. Ibu yang melahirkan dengan bedah Caesar sering merasakan kembali dan mengingat kelahiran yang dijalaninya. Ibu yang menjalani bedah Caesar akan merasakan emosi yang bermacam–macam. Keadaan ini dimulai dengan perasaan syok dan tidak percaya terhadap apa yang telah terjadi. Wanita yang pernah mengalami bedah Caesar akan melahirkan dengan bedah Caesar pula untuk kehamilan berikutnya. Hal ini bisa membuat rasa takut terhadap peralatan peralatan operasi dan jarum.
d. Kecemasan. Ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahuinya
e. Meningkatnya sensitivitas. Periode pasca kelahiran meliputi banyak sekali penyesuaian diri dan pembiasaan diri. Bayi harus diurus, ibu harus pulih kembali dari persalinan anak, ibu harus belajar bagaimana merawat bayi, ibu perlu belajar merasa puas atau bahagia terhadap dirinya sendiri sebagai seorang ibu. Kurangnya pengalaman atau kurangnya rasa percaya diri dengan bayi yang lahir, atau waktu dan tuntutan yang ekstensif akan meningkatkan sensitivitas ibu.
f. Perubahan mood.
Menurut Sloane dan Bennedict dalam Cunningham, (2006) menyatakan bahwa depresi postpartum muncul dengan gejala sebagai berikut : kurang nafsu makan, sedih, murung, perasaan tidak berharga, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri, menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak mempunyai harapan untuk masa depan, tidak mau berhubungan dengan orang lain. Di sisi lain kadang ibu jengkel dan sulit untuk mencintai bayinya yang tidak mau tidur dan menangis terus serta mengotori kain yang baru diganti. Hal ini menimbulkan kecemasan dan perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang benar–benar memusuhi bayinya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gejala–gejala depresi postpartum antara lain adalah trauma terhadap intervensi medis yang dialami, kelelahan, perubahan mood, gangguan nafsu makan, gangguan tidur, tidak mau berhubungan dengan orang lain, tidak mencintai bayinya, ingin menyakiti bayi atau dirinya sendiri atau keduanya
5. Penatalaksanaan
Menurut Mansur (2009) penatalaksanaan untuk depresi postpartum antara lain:
a. Screening Test, di luar negeri seperti di Belanda digunakan Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) yang merupakan kuesioner dengan validitas teruji yang mampu mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan - pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah, serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada postpartum blues. EDPS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti: Belanda, Swadia, Australia, Italia dan Indonesia. EDPS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 minggu kemudian
b. Dukungan Psikologis dari suami dan keluarga
c. Istirahat yang cukup untuk mencegah dan mengurangi perubahan perasaan
d. Dukungan dari tenaga kesehatan, seperti dokter obstetri dan bidan atau perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai atau adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul pada masa-masa tersebut beserta penanganannya.
e. Diperlukan dukungan psikolog atau konselor jika keadaan ibu tampak sangat mengganggu. Dukungan bisa diberikan melalui keprihatinan dan perhatian pada ibu. Selain itu ibu dapat mencari psikiater, psikolog atau ahli kesehatan mental lainnya untuk melakukan konseling agar dapat menemukan cara dalam menanggulangi dan memecahkan masalah serta menetapkan tujuan realistis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar