ANALISIS JURNAL PENELITIAN
PENGARUH LATIHAN LINGKUP GERAK SENDI (ROM) TERHADAP
KEMANDIRIAN PASIEN HEMIPARISE PASCA STROKE
NON HEMORAGIK DI RS DR. KARIADI SEMARANG
Oleh : Waginah
Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Diponogoro.
Latar Belakang : Stroke merupakan problem penyakit saraf yang dapat menyebabkan kematian, stroke ulang dan kecacatan. Banyak parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan kemajuan defisit neurology diantaranya dengan cara mengukur fungsi motorik dan disabilitas dengan skala Indeks Barthel dan latihan lingkup gerak sendi (ROM).
Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh latihan lingkup gerak sendi (ROM) terhadap kemandirian pasien dengan perbaikan aktifitas kehidupan sehari-hari pada pasien pasca stroke non hemoragi.
Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan quasi eksperimen dengan subyek penelitian adalah 33 pasien stroke hemoragi yang dirawat inap di bangsal syaraf dan unit stroke RS Dr. Kariadi Semarang selama bulan Desember 2009 sampai dengan Mei 2010. Pelatihan lingkup Gerak Sendi (ROM) dilakukan pada awal pasien masuk atau hari pertama dan dilakukan pemantauan perkembangan kemandirian dengan Indeks Barthel sampai dengan hari ke-empat rawat inap. Batas kemaknaan dalam penelitian ini adalah p<0.05.
Hasil Penelitian : Subyek penelitian dengan latihan lingkup gerak sendi kurang aktif sebanyak 14 (42.4%), aktif 10 (30.3%), sangat aktif 9 (27.3%) , sedangkan untuk kemandirian ketidakmampuan menengah (skor 10-14) sebanyak 3 (9.1%), kemandirian ketidakmampuan ringan (skor 15-19) sebanyak 25 (75.8%), mandiri dalam ADL skor ≥ 20 sebanyak 5 (15.2%), batas kemaknaan dalam penelitian ini adalah berbeda bermakna (p = 0.001).
ANALISIS :
A. Latar belakang penelitian
Dari latar belakang yang dikemukakan peneliti ada beberapa hal yang kami analisa antara lain :
1. Permasalahan terkait stroke yang dibahas kejadiannya masih relevan sampai saat ini karena stroke merupakan kesehatan utama, khususnya di Negara berkembang termasuk Indonesia, Peningkatan jumlah penderita stroke ini identik dengan perubahan gaya hidup yaitu pola makan kaya lemak atau kolesterol yang melanda di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Menurut SKRT 2005 penderita stroke di Indonesia mencapai Di Indonesia sebanyak 25,8 % orang lanjut usia terkena serangan stroke dan 10,9 % pada usia lebih muda sedangkan menurut SKTR tahun 2010 sebanyak 37,5 % orang lanjut usia terkena serangan stroke dan 20,5 % pada usia lebih muda, diperkirakan setiap tahun diperkirakan 500.000 penduduk Indonesia terkena serangan stroke dimana sekitar 25 meninggal dunia sisanya mengalami cacat ringan maupun cacat berat. Dari angka kejadian tersebut stroke merupakan penyebab kecacatan no.1 dan penyebab kematian no.3 setelah penyakit jantung koroner dan penyakit kanker.
2. Dampak stroke merupakan potensi besar terhadap produktifitas karena Banyak penderita yang menjadi cacat, menjadi invalid, tidak mampu lagi mencari nafkah seperti sediakala, menjadi tergantung pada orang lain, dan tidak jarang yang menjadi beban keluarganya, stroke bukan saja menimbulkan permasalahan dari segi kesehatan tetapi juga ekonomi dan sosial sehingga membutuhkan penanganan yang komprehensif.
3. Upaya perawatan pasien pasca Stroke Non Hemoragik menjadi masalah yang sangat komplek karena untuk pemulihan memerlukan waktu dan pengelolaan yang tepat. Aspek-aspek perawatan untuk memandirikan pasien seperti ROM perlu di teliti lebih lanjut pengaruhnya terhadap peningkatan kemandirian pasien pasca Stroke, melihat kompleksitas permasalahan yang dapat diakibatkan karena stroke hendaknya dapat dikembangkan beberapa penelitian terkait dengan stroke antara lain :
a. Proses pemulihan atau penyembuhan yang sempurna atau mendekati sempurna terjadi apabila stroke nendapat penanganan atau perawatan dimulai sejak masuk rumah sakit sampai pulang, namun salah satu faktor yang mendukung proses pemulihan ini tergantung dari ketaatan pasien dalam menjalani proses pemulihan, ketekunan, dan semangat penderita untuk sembuh. Karena tanpa itu semua, dapat mengakibatkan hambatan dalam melakukan rehabilitasi sehingga perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien pasca stroke dalam melakukan rehabilitasi.
b. Aspek psikologis pada pasien pasca stroke tidak dapat diabaikan begitu saja karena setelah serangan stroke pasien bisa mengalami perubahan kepribadian dan emosi karena pasien dengan stroke akan mengalami perubahan produktivitas dan berisiko kehilangan peran yang biasa dilakukan, sehingga pasien pasca stroke akan lebih sensitif, menjadi frustasi, marah, kehilangan harga diri, emosi pasien menjadi labil, dan berakhir menjadi depresi. Pada stroke, depresi merupakan gangguan emosi yang paling sering ditemukan. Gangguan depresi dapat menurunkan kualitas hidup penderita dan dapat memperlambat penyembuhan atau memperberat penyakit fisik serta dapat meningkatkan risiko kematian dan bunuh diri hingga dua kali lipat karena setelah serangan stroke karena penderita menjadi tergantung pada orang lain untuk melakukan aktivitas sehari-hari seperti aktivitas dasar makan, mandi, berpakaian, toileting, berpindah tempat, dan makan dan berjalan. Berdasarkan hal tersebut diatas perlu kirannya dilakukan penelitian tentang hubungan antara tingkat Activity Daily Living (ADL) dengan tingkat depresi pada pasien stroke atau tentang hubungan dukungan social keluarga dengan tinggkat depresi pada pasien stroke
B. Metode penelitian
Metode penelitian observasional dengan pendekatan quasi eksperimen dengan subyek penelitian adalah 33 pasien stroke hemoragi merupakan penellitian dengan sampel pasien (orang) merupakan metode yang sangat riskan terhadap etika penelitian terutama terkait dengan prinsip-prinsip etika penelitian ilmiah antara lain :
1. Prinsip berbuat baik (Beneficence)
Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan dengan baik, yaitu, mengimplementasikan tindakan yang menguntungkan pasien.
Beneficence merupakan kewajiban untuk melakukan hal yang baik bagi responden. Peneliti hendaknya berusaha melakukan penelitian yang memberikan manfaat bagi pasien. Menurut Kozier, Berman, & Snyder (2004) menjelaskan bahwa prinsip ini memaksa kita untuk memberikan keuntungan dengan cara mencegah, menjauhkan bahaya dan menyeimbangkan antara keuntungan dengan bahaya melalui analisa penampilan risiko dan keuntungan, seperti memperkirakan efek samping intervensi terhadap efek terapinya.
Latihan gerak lingkup sendi (ROM) dalam penelitian ini bermanfaat untuk kemandirian pasien dengan perbaikan aktifitas kehidupan sehari-hari pada pasien pasca stroke non hemoragi. Ketepatan melakukan latihan gerak lingkup sendi (ROM) hendaknya harus dilakukan dalam penelitian ini sehingga peneliti meyakinkan diri bahwa responden mendapatkan latihan dan nantinya dapat melakukan latihan dengan dengan benar. Keyakinan peneliti hendaknya diasumsikan atas dasar evaluasi dari latihan ROM yang telah dilakukan sebelumnya.
2. Prinsip tidak merugikan (Nonmaleficence)
NonMaleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak mengandung unsur yang membahayakan, merugikan, rasa cemas, rasa takut. Prinsip nonmaleficence menekankan peneliti untuk tidak melakukan tindakan yang menimbulkan bahaya bagi responden. Tindakan nonmaleficence meliputi upaya untuk mencegah dan membuang unsur bahaya. Kenyataannya upaya untuk tidak membahayakan orang lain lebih berat dibandingkan upaya untuk memberi manfaat bagi orang lain.
Latihan gerak lingkup sendi (ROM) dalam penelitian ini bermanfaat untuk kemandirian pasien dengan perbaikan aktifitas kehidupan sehari-hari pada pasien pasca stroke non hemoragi dalam pelaksanaaan hendaknya peneliti mencegah bahaya yang bisa disebabkan karena latihan yang dilakukan seperti pasien terjatuh atau memaksakan latihan yang tidak sesuai dengan kondisi pasien sehingga akan memperberat kondisi pasien.
3. Prinsip Kebenaran/kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada
setiap pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti.
Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada pasien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Pasien memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
Veracity atau kejujuran merupakan upaya untuk menyampaikan kebenaran informasi yang diberikan, tidak melakukan kebohongan ( Kozier, Berman, & Snyder, 2004 ). Saat melakukan penelitian, peneliti hendaknya memberikan informasi benar kepada responden. Dalam penelitian ini hendaknya peneliti mengajarkan latihan ROM kepada responden berdasarkan sumber dan literature yang sesuai dengan teori, konsep serta metode yang dianjurkan para ahli. Sehingga peneliti menyampaikan informasi benar adanya.
4. Prinsip keadilan (Justice)
Justice atau keadilan adalah suatu kewajiban untuk bersikap adil dalam distribusi beban dan keuntungan ( Kozier, Berman, & Snyder, 2004 ). Prinsip keadilan menuntut peneliti untuk bersikap adil pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pada penelitian dengan rancangan quasy ekpserimen hendaknya ini hendaknya peneliti memperhatikan prinsip keadilan karena dalam rancangan ini ada kelompok sampel yang diberikan perlakuan berupa latihan ROM (kelompok eksperimen) dan tidak diberikan latihan ROM (kelompok control) untuk meminimalisasi kesan tak adil maka kelompok control harus diberikan perlakuan yang sama yaitu latihan ROM setelah selesai proses pengumpulan data atau setelah dilakukan post test
Disamping etika penelitian penentuan jumlah sampel yang cukup juga memegang peranan penting agar hasil dapat digeneralisasi karena sampel merupakan faktor penting dalam penelitian karena sangat diminimalkan untuk menghasilkan sampel yang tingkat akurasi, validitas dan reliabilitasnya tinggi.
Pemenuhan kriteria sampel sangat dipengaruhi oleh pilihan teknik penentuan sampel yang prosedurnya merujuk pada sampling frame, ukuran, dan tipe sampel penelitian. Penentuan sampel bisa menjadi masalah bila peneliti tidak tepat dalam memahami aspek-aspek penting yang terkait dengan penentuan sampel, yaitu tingkat kompleksitas permasalahan dan keragaman populasi penelitian sehingga kontrol by sampel melalui kriteria inklusi dan eklusi perlu diperketat.
Dalam penelitian ini untuk menghasilkan data yang homogen hendaknya pemilihan sampel disesuaikan dengan kondisi atau derajat keparahan serangan contohnya pasien stroke dengan kekuatan yang berbeda bila dijadikan sampel tentu kondisinya akan berbeda pula setelah dilakukan perlakuan yang sama.
Kontrol by statistik melalui penggunaan metode analisis yang tepat, kompleksitas alat uji perlu dipertimbangkan .Penggunaan multi uji untuk meminimalkan hasil yang bias dan hasil yang bisa digenarlisasi perlu dilakukan.
Analisa data merupakan suatu proses atau analisa yang dilakukan secara sistematis terhadap data yang talah dikumpulkan dengan tujuan supaya trend dan relationship bisa dideteksi (Nursalam dan Pariani, 2001).
Mengingat sampel pada penelitian terdiri dari kelompok perlakuan (data pre test dan post test) dan kelompok kontrol (data pre test dan post test) merupakan sampel kelompok berpasangan dan sampel kelompok tidak berpasangan, maka untuk memperoleh hasil yang signifikan dalam penelitian ini seharusnya mengunakan 2 tehnik analisa data yakni jika data berdistribusi normal dan varian data homogen menggunakan “Paired t test dan t test” dan jika data tidak berdistribusi normal dan varian data tidak homogen menggunakan “Wilcoxon Sign Rank Test dan Mann Whitney Test”.
C. Hasil penelitian
Hasil penelitian diatas menyimpulkan bahwa dengan ROM yang sangat aktif mempunyai peluang perbaikan ADL atau kemandirian lebih baik pada pasien stroke. Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa terapi latihan berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan fungsional penderita stroke khususnya jika dilakukan secara intensif dalam 6 bulan pertama, hal ini sesesuai dengan teori dari Bruno Petrina (2007) dalam buku yang berjudul “Motor Recovery instroke” teori ini diakses di http://emedicine medscape.com, Bruno Petrina mengatakan penderita stroke yang diberikan terapi latihan secara intensif dalam 6 bulan pertama akan menyebabkan perbaikan kemampuan motorik penderita stoke semakin baik apalagi bila dilakukan makin sering atau intensitas waktu latihan diberikan semakin banyak, hal menguatkan teori bahwa aktivasi jaringan saraf bersifat use-dependent, semakin sering digunakan, semakin kuat dan semakin meningkatkan jumlah sinaps yang terbentuk. Disamping itu pemulihan fungsi neurologis setelah stroke terjadi dalam 3-6 bulan pertama melalui mekanisme natural dengan cara resolusi edema local, resopsi toksin-toksin local, pemulihan sirkulasi local dan pemulihan neuron yang mengalami iskemia.
Dari penelitian diatas maka memberikan lingkup gerak sendi (ROM) sangat perlu diberikan terutama dalam 6 bulan pertama untuk memaksimalkan perbaikan kemampuan motorik sehingga dengan kemmapuan motorik yang meningkat akan menyebabkan pasien mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebuttuhan ADL secara mandiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar