BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan AKI negara- negara ASEAN lainnya. Berbagai faktor yang terkait dengan resiko terjadinya komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan dan cara pencegahannya tidak diketahui, jumlah kematian ibu dan bayi masih tetap tinggi diperkirakan terjadi 5 juta persalinan setiap tahunnya. Dua puluh ribu diantaranya berakhir dengan kematian akibat sebab-sebab yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan (Abadi, 2009). Penurunan AKI serta peningkatan derajat kesehatan ibu menjadi prioritas utama dalam pembangunan, bidang kesehatan di Indonesia. Adapun salah satu upaya yang dapat dilakukan dapat terwujud dalam bentuk safe motherhood atau disebut juga penyelamat ibu dan bayi (Sarwono, 2002).
Dalam rangka menurunkan AKI di Indonesia, pada tahun 2000 pemerintah merancangkan Making Pregnensi Safer (MPS) yang merupakan strategi sektor kesehatan secara terfokus pada pendekatan dan perencanaan yang sistematis dan terpadu. Salah satu strategi MPS adalah mendorong pemberdayaan perempuan dan keluarga. Output yang diharapkan dari strategi tersebut adalah menetapkan keterlibatan suami dalam mempromosikan kesehatan ibu dan meningkatkan peran aktif keluarga dalam kehamilan dan persalinan (Depkes RI, 2001).
Salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu di Indonesia adalah kurangnya peran keluarga, khususnya suami dalam proses persalinan. Padahal keberadaan suami sangat berperan untuk membantu menenangkan kondisi fisik maupun psikis sang istri saat melahirkan. Peran suami sangat diperlukan selama proses persalinan. Seorang suami sebaiknya mendampingi istri tidak hanya pada saat istri sedang hamil melainkan juga pada saat menjelang persalinan. (Lestiningsih, S. 2009).
Kondisi menjelang persalinan merupakan saat-saat paling menegangkan dan melelahkan bagi seorang ibu. Dalam situasi demikian, keberadaan suami di sisi sang istri sangat membantu perasaan ibu menjadi lebih terkontrol. Banyak hasil penelitian menyebutkan jika ibu diperhatikan dan diberi dukungan serta didampingi oleh suami selama persalinan dan kelahiran bayi serta mengetahui dengan baik mengenai proses persalinan dan yang akan mereka terima ibu akan mendapatkan rasa aman serta dapat mengurangi rasa nyeri dan persalinan berlangsung lebih cepat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa calon ibu yang persalinannya didampingi oleh suami lebih jarang mengalami depresi pasca persalinan dibandingkan yang tidak didampingi. (Depkes RI 2002).
Di Negara berkembang, beberapa RS besar terlalu dipadati oleh persalinan resiko rendah sehingga dukungan persalinan tidak dapat diberikan. Di Indonesia, tidak semua RS mengizinkan suami atau anggota keluarga lainnya menemani ibu diruang bersalin. Hampir seluruh persalinan berlangsung tanpa didampingi oleh suami. Penelitian lain terhadap 200 ibu melahirkan di RS yang berada di 5 kota besar di Indonesia, diperoleh fakta sekitar 86,2% menyatakan perasaan senang dan bahagia karena selama proses persalinan didampingi oleh suami dan sisanya merasa senang didampingi oleh keluarga khususnya ibu kandung. Namun saat ini partisipasi suami masih sangat rendah, masih banyak suami belum tahu bahwa pentingnya peran suami dalam proses persalinan, terdapat 68% persalinan di Indonesia tidak didampingi oleh suami selama proses persalinan (Cholil,2002). Berdasarkan dari catatan medik di ruang bersalin RS Cut Nyak Dien Kabupaten Aceh Barat, jumlah pasien melahirkan dari bulan Januari sampai Desember 2008, sebanyak 534 orang persalinan normal sekitar 10% didampingi oleh keluarga dan 5 % didampingi suami dan sisanya tidak didampingi oleh suami.
Peran dan tanggung jawab suami sangat berpengaruh dalam kesehatan terkait dengan persiapan persalinan. Suami diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap kesehatan istrinya saat dalam proses kehamilan dan persiapan sampai dengan saat proses persalinan. Sampai saat ini masih banyak suami yang bersikap dan berperilaku kurang bertanggung jawab dalam kesehatan reproduksi, sehingga membahayakan persalinan. Pendekatan baru dalam meningkatkan peran suami dalam kesehatan reproduksi adalah membekali suami dengan informasi yang benar dan mengikutsertakan mereka dalam setiap upaya untuk meningkatkan kesehatan reproduksi. Kenyataannya pria/suami merupakan patner yang potensial untuk mencapai tingkat kesehatan reproduksi yang lebih baik (Lucianawaty, 2009). Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang” hubungan pengetahuan dengan peran yang dilakukan suami dalam mendampingi proses persalinan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar