24 Maret 2009
asuhan keperawatanh klien dengan kerusakan interaksi sosial
ejalan dengan pembangunan bangsa Indonesia, khususnya dibidang kesehatan, maka manusia berlomba-lomba untuk meningkatkan taraf hidup kesehatannya baik itu secara fisik, psikologis dan sosial yang memungkinkan setiap individu untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi sesuai apa yang menjadi tujuan dari pembangunan kesehatan itu sendiri yaitu meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal (Undang-undang kesehatan no. 23, 1992). Perkembangan tehnologi yang semakin canggih akan menuntut pola pikir manusia yang semakin maju sehingga dapat memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan untuk bisa berkompetisi dan mempertahankan hidupnya. Di satu sisi manusia bisa berkompetisi tetapi disisi lain ada manusia yang tidak mampu berkompopetisi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang nantinya dapat menimbulkan terjadinya konflik intrapsikis atau stress psikososial yang merupakan indikator terjadinya gangguan jiwa (Suliswati dkk, 2005).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2007 disebutkan bahwa sekitar 2,5 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan kejiwaan, dari tingkat ringan hingga berat. Sedangkan data yang dikeluarkan Departemen Kesehatan pada tahun 2008 menyebutkan jumlah penderita gangguan jiwa berat sebesar 2,6 juta jiwa, yang diambil dari data Rumah Sakit Jiwa (RSJ) se-Indonesia (Depkes RI, 2008). Masyarakat Bali yang mengalami gangguan jiwa setiap tahunnya bertambah antara 100-150 orang”(Suryani, 2007). Berdasarkan laporan tahunan RSJ Propinsi Bali tahun 2008 jumlah klien yang dirawat sebanyak 421 orang dengan rincian Skizoprenia sebanyak 292 (69,32%), Psikosa afektif sebanyak 46 orang (10,92%), gangguan kepribadian sebanyak 2 orang (0,47%), Depresif sebanyak 31 orang (7,36%), Redartasi Mental sebanyak 8 orang (1,90%), Epilepsi sebanyak 35 orang (16,66%) dan Delirium Dan Sindroma Otak Organik lainnya sebanyak 2 orang (0,47%).
Tiap individu mempunyai potensi untuk terlibat dalam hubungan sosial pada berbagai tingkat hubungan yaitu hubungan biasa sampai hubungan saling ketergantungan. Di dalam mengatasi berbagai kebutuhan hidup sehari–hari individu tidak mampu mengatasi/memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa adanya hubungan dalam lingkungan sosial. Oleh karena itu individu perlu membina hubungan interpersonal yang memuaskan. Kepuasan hubungan dapat dicapai jika individu terlibat secara aktif dalam proses berhubungan, peran serta yang tinggi didalam berhubungan disertai respon lingkungan yang positif akan meningkatkan rasa memiliki, kerja sama, hubungan timbak balik yang sinkron. Peran serta dalam proses hubungan dapat berfluktuasi sepanjang rentang tergantung (dependen) dan mandiri (independent) artinya suatu individu tergantung pada orang lain itu tergantung pada individu itu sendiri (Maramis 2004). Tingkah laku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain atau suatu tindakan melepaskan diri baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (Rawlins, 1993;336). Menarik diri terjadi apabila individu menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. Pemutusan proses hubungan terkait erat dengan ketidakpuasan individu terhadap proses hubungan yang disebabkan oleh kurangnya peran serta, respons lingkungan yang negatif, kondisi ini dapat mengembangkan rasa tidak percaya diri dan keinginan menghindar dari orang lain. Apabila tingkah laku tersebut tidak segera ditanggulangi dapat menyebabkan klien mengalami gangguan jiwa yang elbih berat seperti munculnya halusinasi, risiko mencederai diri dan orang lain dan penurunan minat kebutuhan dasar psikologis.
Klien Gangguan jiwa dengan gangguan hubungan sosial : menarik diri memerlukan kemampuan perawat yang berkualitas dan professional, wujud pelayanan keperawatan untuk menanggulangi klien dengan gangguan jiwa di kenal dengan “ Tri Upaya Bina Jiwa” yaitu Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif (DepKes RI, 1995). Sehubungan dengan hal tersebut maka peran perawat sangatlah penting terutama dalam memenuhi dan berupaya seoptiomal mungkin di dalam meningkatkan aktualisasi diri klien dengan membantu menumbuhkan, mengembangkan, menyadari sambil mencari kompensasi ketidakmampuan didalam upaya menyelesaikan masalah klien yang berhubungan dengan konsep diri dan membantu klien agar lebih mengerti akan dirinya secara tepat.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melaksanakan Asuhan Keperawatan pada klien DM.D dengan gangguan hubungan sosial : menarik diri di ruang Durupadi RSJ Propinsi, mengingat kondisi ini apabila tidak ditanggulangi dengan segera dapat menyebabkan klien mengalami gangguan jiwa yang lebih berat misalnya resiko kekerasan yang ditujukan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Manfaat yang ingin penulis capai adalah agar laporan kasus ini berguna bagi keperawatan dan teori yang didapat mampu diaplikasikan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan khususnya di rumah sakit jiwa. Selain itu dengan penulisan laporan kasus ini, diharapkan dapat bermanfaat terhadap pelayanan perawatan khususnya dalam bidang asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan kerusakan interaksi sosial : menarik diri.
A.Tujuan Penulisan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar