24 Maret 2009
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HALUSINASI
BAB II
TINJAUN TEORITIS DAN TINJAUAN KASUS
A.Tinjauan Teoritis
1.Konsep Dasar Halusinasi
a.Pengertian
Persepsi mengacu pada indentifikasi dan interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. perubahan persepsi sensori merupakan gejala umum dari skizoprenia dan ntermasuk dalam gangguan orientasi realita yaitu ketidakmampuan klien menilai dan berespon pada realita. Klien tidak mampu membedakan rangsang internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan. Klien tidak mampu memberi respon secara tepat sehingga tampak prilaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan ( Keliat, 1998 ).
Perubahan persepsi sensori adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalan jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat yang diprakarsai secara internal atau eksternal disertai dengan pengurangan, melebih-lebihkan, distorsi atau kelainan berespon terhadap stimulus. (Stuart dan Sundeen 1998)
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulasi yang nyata (FKUI, 1998). Sedangkan menurut Wilson ( 1987), halusinasi adalah gangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang terjadi pada sistem pengindraan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh atau tidak. Maksudnya rangsangan terjadi pada klien dalam keadaan dapat menerima rangsangan dari luar tapi tidak dapat membedakan antara rangsangan dari luar dan dari dalam individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan oleh orang lain.
Dapat disimpulkan perubahan persepsi sensori : halusinasi yaitu gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan indra tanpa adanya rangsangan dari luar.
b.Respon neurobiologis
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa, halusinasi sering diidentifikasikan dengan skizoprenia (Akemat, 2002).
Hal yang sama diungkapkan pula oleh Ingran, I.M. Timbury, G.C. dan Mowbray, R.M. (1995) dimana dinyatakan bahwa skizoprenia merupakan bentuk psikosis fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realita, sehingga pemikiran dan prilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kronis, tetapi sekali-sekali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak atau cacat.
Sebelum diuaraikan lebih lanjut tentang halusinasi, ada baiknya terlebih dahulu dipaparkan tentang rentang respon neurobiologist pada klien dengan skizoprenia karena respon-respon tersebut akan berkaitan pada diri klien yang akan memerlukan asuhan keperawatan yang komprehensif.
Menurut Gail Wiscarz Stuart dab Sandra J. Sundeen (1998) dalam buku saku keperawatan jiwa, bahwa gejala-gejala skizoprenia menyebar dalam lima katagori utama fungsi otak yaitu : kognisi, persepsi, emosi, prilaku, dan sosialisasi, yang saling berhubungan, dimana respon neurobiologist skizoprenia dapat dilihat pada prilaku klien yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1)Perilaku yang berhubungan dengan kognisi
Perilaku yang berhubungan dengan masalah-masalah proses imformasi yang berkaitan dengan skizoprenia sering disebut sebagai deficit kognisi. Perilaku ini termasuk masalah-masalah semua aspek ingatan, perhatian, bentuk, dan jumlah ucapan (kelainan pikiran formal), pengambilan keputusan dan delusi (bentuk dan isi pikir)
2)Perilaku yang berhubungan dengan persepsi
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interpretasi awal suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (Stuat dan Sundeen, 1998).
Halusinasi adalah berhubungan dengan alat sensorik spesifik yang harus diidentifikasikan dengan jelas. Lama keadaan dan interpretasi kepentingan halusinasi adalah jelas. Pengalaman halusinasi dimasa lampau dari interpretasi waham (kepercayaan palsu yang terpaku) dan halusinasi harus diidentifikasikan. Halusinasi sering kali bersamaan pada beberapa alat sensorik dan biasanya berhubungan dengan waham yaitu kepercayaan atau pertimbangan palsu. Halusinasi adalah gejala psikotik, keberdayaan memerlukan diagnosis sebelum dimulai pengobatan. Halusinasi yang terjadi saat klien dalam proses tidur atau proses terjaga biasanya dianggap non patologis (Maramis, 1980).
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptive individu yang berada dalam rentang neurobiologis. Ini merupakan respon persepsi paling maldaptif, jika klien yang sehat persepsinya akurat mampu mengidentifikasikan dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecap dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak ada. Diantara respon tersebut ada respon individu yang karena suatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak akurat sesuai stimulus yang diterima (Akemat, 2002).
Rentang respon neurobiologis dari keadaan respon persepsi adaptif sehingga keadaan persepsi maladaptive, dapat dilihat pada gambar rentang respon seperti di bawah ini :
RENTANG RESPON NEUROBIOLOGIS
Respon Adaptif
Respon Maladaptif
Pemikiran logis
Distorsi pikiran
Kelainan pikiran/delusi
Persepsi akurat
Emosi konsisten dengan pengalaman
Perilaku sesuai
Hubungan sosial
Ilusi
Reaksi emosional berlebihan atau kurang
Perilaku ganjil / tak lazim
Menarik diri
Halusinasi
Ketidakmampuan mengalami emosi
Ketidakberaturan
Isolasi sosial
3)Perilaku yang berhubungan dengan emosi
Stuat dan Sundeen (1998) mengatakan bahwa emosi dapat diekspresikan secara berlebihan (hiperekskresi) atau kurang (hipoekskresi) dengan sikap yang tidak sesuai. Individu yang mengalami skizoprenia biasanya mempunyai masalah yang berhubungan dengan hipoekskresi.
4)Perilaku yang berhubungan dengan gerakan dan perilaku
Gerakan pada perilaku obnormal pada skizoprenia dapat diuraikan sebagai berikut :
a)Gerakan
Katatonia, kelenturan seperti lilin, efek samping ekstrapiramidal dari pengobatan psikotropika, gerakan mata abnormal, meringgis apraksia (kesulitan melaksanakan tugas yang komplek), ekprasia (sengaja meniru gerakan orang lain), langkah yang tidak normal, manerisme.
b)Perilaku
Agresi/agitasi, perilaku stereotipik atau berlubang, arolisi (kurang energi dan dorongan), kurang tekun dalam belajar atau sekolah.
5)Perilaku yang berhubungan dengan sosialisasi
Sosialisasi adalah kemampuan untuk menjalin hubungan bekerjasama dan saling bergantung dengan orang lain. Respon yang berkaitan dengan hubungan yang disebabkan oleh respon utama biologic yang maldaptif adalah : isolasi dan menarik diri dari hubungan sosial, harga diri rendah, ketidaksesuaian sosial, tidak tertarik dengan aktivitas rekreasi, kerancunan identitas gender, stigma yang berhubungan dengan penarikan diri oleh orang lain.
c.Psikopatologi
1)Etiologi
a)Faktor Predisposisi
(1)Faktor perkembangan terhambat
(a)Usia sekolah (6 – 12 tahun) mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan selama sosialisasi dan kegiatan sekolah.
(b)Usia remaja (12 – 21 tahun) mengalami krisis identitas yang tidak terselesaikan.
(2)Faktor komunikasi dalam keluarga
Komunikasi tertutup, tidak ada komunikasi, tidak ada kehangatan, orang tua yang membandingkan anak-anaknya.
(3)Faktor psikologis
Menutup diri, harga diri rendah, mudah kecewa dan putus asa.
(4)Faktor genetik
Adanya keluarga yang menderita skizofrenia
b)Faktor Presifitasi
(1)Faktor sosial budaya
Kehilangan orang-orang yang dicintai dan lingkungan (permusuhan, perceraian, dirawat di RS dan kematian)
(2)Faktor biokimia
Stress yang mengakibatkan lepasnya dopamin atau zat halusinogenik yang menyebabkan terjadinya halusinasi.
(3)faktor psikologis
Kecemasan tinggi dan memanjang, tidak mampu mengatasi masalah atau kegagalan dalam hidup
2)Proses Terjadinya Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitasnya dan keparahannya. Stuart dan Laraia (2001) membagi fase halusinasi dalam 4 (empat) fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya, semakin berat fase halusinasi klien, semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.
Fase-fase Halusinasi (Stuart dan Laraia. 2001: 421).
a)Fase I : Comforting (ansietas sedang : halusinasi menyenangkan)
(1)Karakteristik
Klien mengalami perasan mendalam seperti ansietas kesepian, rasa bersalah, takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani non psikotik.
(2)Perilaku klien
Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai., menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik sendiri, diam dan asyik sendiri
b)Fase II : Condeming (ansietas berat : halusinasi menjadi menjijikkan)
(1)Karakteristik
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain. Psikotik ringan.
(2)Perilaku klien
Meningkatkan tanda-tanda sistem syarat otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah, rentang perhatian menyempit, asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realita.
c)Fase III : kontrolling (ansietas berat : pengalaman sensori menjadi berkuasa)
(1)Karakteristik
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik, klien mungkin mengalami kesepian jika sensori halusinasi berhenti. Psikotik.
(2)Perilaku klien
Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti, kesukaran berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit, adanya tanda-tanda fisik ansietas berat seperti : berkeringat, tremor, tidak mampu mengikuti perintah.
d)Fase IV : Conquering (panic : umumnya menjadi melebur dengan halusinasinya)
(1)Karakteristik
Pengalaman sensori menjadi mengancam, jika klien mengikuti perintah halusinasinya. Halusinasi berakhir dalam beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi therapiutik.
Psikotik berat
(2)Perilaku klien
Prilaku teror akibat panic, potensi kuat suicide atau homicide, aktifitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti prilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia, tidak mampu berespon terhadap perintah komplek.
3)Jenis Halusinasi
Wilson dan Kneisl (1988 hal. 406) membagi halusinasi sebagai berikut :
a)Halusinasi dengar (Akustik, Audotorik)
Individu mendengar suara yang membicarakan, mengejek, mentertawakan atau mengancam dirinya pada hal tidak ada suara disekitarnya. Halusinasi dengar sering terjadi pada skizoprenia.
b)Halusinasi lihat (Visual)
Individu melihat pemandangan orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada. Halusinasi lihat sering terjadi pada gangguan mental organic (Acut organic brain syndrome).
c)Halusinasi bau atau hirup (Olfaktorik)
Halusinasi ini jarang ditemukan, individu yang mengalami halusinasi bau mengatakan mencium bau – bauan seperti : bau bunga, bau kemenyan, bau mayat yang tidak ada sumbernya.
d)Halusinasi kecap (Gustatorik)
Individu merasa mengecap suatu rasa di mulutnya. Halusinasi ini sering terjadi pada seizure disorders.
e)Halusinasi raba /singgungan (Taktil)
Individu yang bersangkutan mereasa binatang merayat pada kulitnya. Bila rabaan ini merupakan rangsangan seksual maka halusinasi ini disebut Halusinasi Haptik.
f)Halusinasi Chenes Thetik
Individu merasakan fungsi tubuhnya seperti aliran darah di vena atau arteri.
g)Halusinasi Kinestetik
Individu merasakan pergarakan sementara individu berdiri tanpa bergerak.
4)Tanda dan gejala
Tanda atau gejala yang muncul pada klien halusinasi adalah bicara kacau, senyum dan tertawa sendiri, mengatakan mendengar suara-suara yang tidak jelas dari mana sumbernya, menarik diri, mudah tersinggung, jengkel, marah, ekspresi wajah tegang tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata.
d.Penatalaksanaan Medis
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di BPK RSJ Propinsi Bali dan klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat (Maramis,2004)
1)Farmakoterapi
a)Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizoprenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun penyakit.
b)Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita dengan psikomotorik yang meningkat.
2)Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
3)Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti therapy modalitas yang terdiri dari :
a)Therapy aktivitas
()1Therapy musik
Focus : mendengar,memainkan alat musik, bernyanyi.
Yaitu menikmati dengan relaksasi musik yang disukai klien.
()2Therapy seni
Focus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan seni.
()3Therapy menari
Focus pada : ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
()4Therapy relaksasi
Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
Rasional : untuk koping / prilaku mal adaptif / deskriptif, meningkatkan partisipasi dan kesenanga klien dalam kehidupan.
b)Therapy sosial
Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain
c)Therapy kelompok
Group therapy (therapy kelompok)
()1Therapy group (kelompok terapiutik)
()2Adjunctive group activity therapy (therapy aktivitas kelompok)
d)Therapy lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana di dalam keluarga (home like atmosphere)
2.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien dengan Halusinasi
Proses keperawatan adalah suatu pendekatan yang teratur dan sistematis dalam mengidentifikasikan masalah klien, membuat rencana, melaksanakan dan menilai daya guna dalam pemecahan masalah klien.
a.Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang sistematis untuk mengumpulkan data, menganalisa dan menentukan diagnosa keperawatan (Depkes RI, 1991)
1)Pengumpulan data
a)Persepsi dan harapan klien dan keluarga terhadap masalah dan pemecahannya. Klien biasanya tidak menyadari dirinya sakit dan tidak menyadari adanya masalah. Persepsi keluarga terhadap masalah biasanya dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan kepercayaannya.
b)Pengkajian psikologis
(1)Status emosi
Biasanya klien bicara sendiri, sering membentak teman, sering mengamuk, sering bengong, kalau diajak berbicara pandangan tajam, kecemasan berat atau panik.
(2)konsep diri
(a)Body image (gambaran diri)
Merupakan sikap klien terhadap tubuhnya baik disadari maupun tidak disadari yang meliputi ukuran, fungsi, penampilan dan potensi tubuh.
(b)Self ideal
Merupakan persepsi klien tentang bagaimana ia bertingkah laku berdasarkan standar pribadi, gambaran diri, aspirasi, tujuan yang ingin dicapai.
(c)Harga diri
Merupakan pendapat klien tentang kesejahteraan atau nilai yang telah dicapai dengan menganalisa berapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya.
(d)Peran
Merupakan serangkaian pola tingkah laku yang diharapkan oleh masyarakat yang dihubungkan dengan fungsi klien dalam kelompok sosialnya.
(e)Identitas
Merupakan kesadaran klien untuk menjadi diri sendiri yang tidak ada duanya dengan mensintesa semua gambaran diri sebagai satu kesatuan utuh dan perasaan berbeda dengan orang lain.
(3)Gaya komunikasi
Bicaranya cepat, sering terjadi penyimpangan komunikasi, bicaranya keras.
(4)Pola interaksi
Interaksi akan menjadi terbatas dan hanya terjadi dengan orang yang dipercaya, sering bengong.
(5)Pola pertahanan yang sering dipakai adalah mengamuk.
c)Pengkajian sosial
(1)Pendidikan dan pekerjaan
Hal ini tidak mutlak mempengaruhi terjadinya gangguan jiwa atau perubahan prilaku.
(2)Hubungan sosial
Klien sulit untuk melakukan hubungan sosial dengan lingkungannya.
(3)Faktor sosial budaya
Budaya tertentu dapat mempengaruhi terjadinya gangguan jiwa, biasanya klien berasal dari masyarakat yang mempunyai berbagai aturan yang menekan seperti pingitan.
d)Pengkajian keluarga
Klien biasanya mempunyai keluarga yang pernah menderita kelainan jiwa. Hubungan atau komunikasi dalam keluarga juga mempengaruhi gangguan jiwa. Klien lebih banyak berasal dari keluarga yang hubungan inter dan antar keluarganya kurang baik serta kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua atau pasangannya.
e)Pengkajian kesehatan fisik
Kesehatan fisik seseorang tidak mutlak dapat mempengaruhi terjadinya gangguan jiwa.
f)Status mental
(1)Kebenaran data
Imformasi yang diberikan biasanya sulit dipahami dan dianalisa karena sering memberikan keterangan yang tidak sesuai.
(2)Status sensorik
Perhatiannya cepat berubah, klien sering melamun, tersenyum dan menangis tanpa sebab.
(3)Status persepsi
Halusinasi ada, klien mengatakan mendengarkan bisikan-bisikan.
(4)Status motorik
Klien biasanya mengalami peningkatan aktifitas
(5)Afek
Sering terjadi penumpulan afek, pendataran afek atau afek yang tidak sesuai.
(6)Orientasi
Sering mengalami disorientasi baik disorintasi tempat, waktu dan orang.
(7)Pikiran
Sering mengalami gangguan dalam arus pikiran atau tindakannya bukan berasal dari dirinya.
(8)Delusi / waham
Biasanya terjadi delusi / waham terutama waham curiga.
(9)Insight
Penghayatan terhadap dirinya kurang, klien tidak mampu menghayati berbagai hal yang dapat menimbulkan berbagai masalah bagi dirinya.
Prilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya, apakah halusinasinya merupakan halusinasi pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, peraba, kinesthetik atau chanesthetik. Apabila perawat mengidentifikasikan adanya tanda-tanda dan prilaku halusinasi, maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasinya saja, validasi imformasi tentang halusinasinya sangat diperlukan meliputi :
a.Isi halusinasi yang dialami klien
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata apabila halusinasi yang dialami adalah halusinasi dengar atau bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, bila halusinasinya adalah halusinasi penglihatan, bau apa yang tercium untuk halusinasi bau atau hirup, rasa apa yang dikecap, untuk halusinasi pengecapan, atau merasakan apa yang dipermukaan tubuh bila halusinasi perabaan.
b.Waktu dan frekuensi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Bila memungkinkan klien diminta menjelaskan kapan pesisnya waktu terjadi halusinasi tersebut. Imformasi ini penting untuk mengidentifikasikan pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu diperhatikan saat mengalami halusinasi.
c.Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang di alami klien sebelum mengalami halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kejadian yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga dapat mengobservasi apa yang dialami klien menjelang muncul halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
d.Respon klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien, bisa dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien mampu mengontrol stimulasi halusinasi atau sudah tidak berdaya terhadap stimulasi
2)Analisa data
Setelah data terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data untuk merumuskan masalah-masalah yang dihadapi klien. Data tersebut diklasifikasikan menjadi data subyektif dan obyektif.
a)Data subyektif
Menyatakan mendengar suara-suara dan melihat sesuatu yang tidak nyata, tidak percaya terhadap lingkungan, sulit tidur, tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi, merasa berdosa, menyesal dan bingung terhadap halusinasinya, perasaan tidak aman, merasa cemas, takut dan kadang-kadang panik, kebingungan.
b)Data obyektif
Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata, pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal, sulit membuat keputusan, tidak perhatian terhadap perawatan dirinya, sering menyangkal dirinya sakit atau kurang menyadari adanya masalah, ekpresi wajah sedih, ketakutan atau gembira, klien tampak gelisah, insght kurang, tidak ada minat untuk makan.
Dari data tersebut diatas, kemudian didapatkan rumusan masalah sehingga ditemukan diagnosa keperawatan
b.Diagnosa Keperawatan
Kemampuan perawat yang diperlukan dalam merumuskan diagnosa adalah kemampuan pengambilan keputusan yang logis, pengetahuan tentang batasan adaptif atau ukuran normal, kemampuan memberikan justifikasi atau pembenaran, kepekaan sosial budaya (Stuart dan Sundeen, 1998).
Kegiatan atau perilaku perawat dibutuhkan dalam merumuskan diagnosa adalah mengidentifikasi pola data, membandingkan data dengan keadaan adaptif, menganalisa dan mensintesa data, mengidentifikasi kebutuhan atau masalah klien, memvalidasi dan menyusun masalah dengan klien, membuat pohon masalah, merumuskan diagnosa keperawatan. Menurut Budi Anna Keliat (1998), dari masalah-masalah tersebut maka dapat disusun pohon masalah sebagai berikut :
Akibat
Masalah utama
Penyabab
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul dari pohon masalah di atas adalah :
1)Kekerasan resiko tinggi berhubungan dengan halusinasi dengar
2)Perubahan persepsi sensori : halusinasi dengar berhubungan dengan kerusakan interaksi sosial : menarik diri
3)Kerusakan interaksi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
c.Perencanaan
Dalam menyusun rencana perawatan, terlebih dahulu dirumuskan prioritas diagnosa. Prioritas diagnosa keperawatan dapat ditentukan berdasarkan urutan kebutuhan manusia menurut maslow, atau berat ringannya masalah, serta mudah tidaknya masalah dapat diatasi. Hal tersebut tidak terlepas dari keadaan atau kondisi klien saat menyusun rencana perawatan. Adapun prioritas diagnosa perawatannya adalah :
1)Resiko kekerasan diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang berhubungan dengan halusinasi.
a)Tupan : Tidak terjadi tindakan kekerasan yang ditujukan pada diri sendiri dan lingkungan
b)Tupen:
(1)Klien dapat membina hubungan saling percaya
(2)Klien dapat mengenal halusinasinya
(3)Klien dapat mengontrol halusinasinya
(4)Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik untuk mengontrol halusinasi
(5)Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Rencana Perawatan
Bina hubungan saling percaya : Sapa klien dengan Ramah baik verbal maupun non verbal , Perkenalkan diri dengan sopan, tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menempati janji. Dorong klien untuk mengungkapkan perasannya, dengarkan ungkapan klien dengan empati, adakan kontak sering dan singkat secara bertahap, bantu klien mengenal halusinasinya, diskusikan dengan klien tentang situasi yang menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi, terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien, tetapi tidak bagi perawat (tidak menyangkal dan membenarkan). Diskusikan cara untuk memutus dan mengontrol timbulnya halusinasi, Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap, beri kesempatan untuk melakukan cara yang terlatih, evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil, anjurkan klien mengikuti therapi aktifitas kelompok, beri pujian atas upaya klien. Diskusikan dengan klien dan tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat untuk mengontrol halusinasinya, dorong klien untuk memberitahu keluarga ketika timbul halusinasi. Lakukan kunjungan rumah (Home Visit) kenalkan keluarga pada halusinasi klien, bantu untuk memutuskan tindakan untuk mengontrol halusinasi, cara merawat klien dirumah, memanfaatkan fasilitas kesehatan dalam mengontrol halusinasi klien.
2)Perubahan persepsi sensori : halusinasi yang berhubungan dengan menarik diri.
a)Tupan : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
b)Tupen :
(1)Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
(2)Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
(3)Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap
Rencana perawatan
Bina hubungan saling percaya, kaji pengetahuan klien tentang prilaku menarik diri dan tanda-tandanya, berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri, diskusikan bersama klien tentang prilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang muncul. Kaji pengetahuan klien tentang prilaku menarik diri dan tanda-tandanya, berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri, diskusikan bersama klien tentang prilaku menarik diri, tanda-tanda. Dorong dan bantu klien berhubungan dengan orang lain melalui tahap sebagai berikut : klien-perawat, klien-perawat-perawat lain, klien-perawat-perawat lain-klien lain, klien-kelompok kecil, klien-keluarga/kelompok/masyarakat, beri pujian atas keberhasilan yang dicapai.
3)Kerusakan interaksi sosial : menarik diri yang berhubungan dengan harga diri rendah.
a)Tupan : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap
b)Tupen :
(1)Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
(2)Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
(3)Klien dapat menilai kemampuan yang masih bisa dikembangkan selama dirawat
(4)Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki
(5)Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
(6)Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Rencana perawatan
Bina hubungan saling percaya , dorong klien untuk mengungkapkan perasannya. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki, setiap bertemu klien hindarkan memberi penilaian negatif, utamakanmemberi pujian yang realistis. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih bisa digunakan selama sakit, diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan. Rencanakan bersama bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan ( kegiatan mandiri, dengan bantuan sebagian, membutuhkan bantuan total), tingkatkan kegiatan sesuai toleransi kondisi klien, beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang. Beri kesempatan kepada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan., beri pujian atas keberhasilan klien. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah., bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
d.Pelaksanaan
Merupakan tahap pelaksanaan rencana tindakan yang telah ditentukan dengan maksud agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal. dalam pelaksanaan disesuaikan dengan rencana keperawatan dan kondisi klien.
e.Evaluasi
Evaluasi yang ingin dicapai diantaranya yaitu :
1)Klien dapat membina hubungan saling percaya
2)Klien mengenal halusinasinya
3)Klien dapat mengontrol halusinasinya
4)Klien mulai dan mempertahankan hubungan dengan orang lain
5)Klien mengerjakan aktifitas sehari-hari dan aktifitas yang disenangi
6)Klien dapat berinteraksi di dalam kelompok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar