A. Konsep Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
1. Pengertian
Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternative penyelesaian masalah (Keliat dan Akemat, 2005).
2. Tujuan
Tujuan umum terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah klien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya. Sedangkan tujuan khususnya adalah klien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat, klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami (Keliat dan Akemat, 2005).
3. Aktivitas
Menurut (Keliat dan Akemat, 2005). terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi dibagi menjadi lima sesi antara lain :
a. Sesi 1 mengenal halusinasi
1) Tujuan
a) Klien dapat mengenal halusinasi
b) Klien mengenal waktu terjadinya halusinasi
c) Klien mengenal situasi terjadinya halusinasi
d) Klien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi
2) Setting
a) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran
b) Tempat tenang dan nyaman
3) Alat
a) Spidol
b) Papan tulis/whiteboart/flipchat
4) Metode
a) Diskusi dan Tanya jawab
b) Bermain peran/stimulasi
5) Langkah Kegiatan
a) Persiapan
Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu klien dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi, membuat kontrak dengan klien, mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b) Orientasi
(1) Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien, perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama), menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama).
(2) Evaluasi/validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini
(3) Kontrak
(a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mengenal suara-suara yang didengar.
(b) Terapis menjelaskan aturan main berikut : jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta ijin kepada terapis, lama kegiatan 45 menit, setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c). Tahap kerja
(1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mengenal suara-suara yang didengar (halusinasi) tentang isinya, waktu terjadinya, situasi terjadinya, dan perasaan klien pada saat terjadi.
(2) Terapis meminta klien menceritakan isi halusinasi, kapan terjadinya, situasi yang membuat terjadi, dan perasaan klien saat terjadi halusinasi. Mulai dari klien yang sebelah kanan, secara berurutanpai semua klien mendapat giliran. Hasilnya tulis di whiteboard.
(3) Beri pujian kepada klien yang melakukan dengan baik
(4) Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan klien dari suara yang
biasa didengar.
d). Tahap terminasi
(1). Evaluasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
(b) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
(2). Tindak lanjut
Terapis meminta klien melaporkan isi, waktu, situasi dan perasaannya jika terjadi halusinasi.
(3). Kontrak yang akan datang
Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol halusinasi, menyepakati waktu dan tempat
e). Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlansung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan klien.
Tabel 2.1
Format Evaluasi Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi Sesi 1
No Inisial klien Menyebut isi halusinasi Menyebut waktu terjadi halusinasi Menyebut situasi terjadi halusinasi Menyebut perasaan saat halusinasi
Petunjuk :
(1) Tuliskan nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
(2) untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan mengenal halusinasi : isi, waktu, situasi, dan perasaan. Beri tanda (√) jika klien mampu dan tanda (x) jika klien tidak mampu.
b. Sesi 2 mengontrol halusinasi dengan menghardik
1) Tujuan
a) Klien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi halusinasi.
b) Klien dapat memahami cara menghardik halusinasi
c) Klien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi
2) Setting
a). Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran
b). Tempat tenang dan nyaman
3) Alat
a) Spidol
b) Papan tulis/whiteboart/flipchat
4). Metode
a) Diskusi dan Tanya jawab
b) Bermain peran/stimulasi
5). Langkah Kegiatan
a) Persiapan
(1). Mengingatkan kontrak kepada klien yang telah mengikuti sesi 1
(2). Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b). Orientasi
(1). Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien, terapis dan klien memakai papan nama.
(2). Evaluasi/validasi
Terapis menanyakan perasaan klien saat ini, terapis menanyakan pengalaman halusinasi yang terjadi : isi, waktu, situasi, dan perasaan.
(3). Kontrak
(1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu dengan latihan satu cara mengontrol halusinasi.
(2) Terapis menjelaskan aturan main berikut : jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta ijin kepada terapis, lama kegiatan 45 menit, setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c). Tahap kerja
(1) Terapis meminta klien menceritakan apa yang dilakukan pada saat mengalami halusinasi dan bagaimana hasilnya. Ulangi sampai semua klien mendapat giliran.
(2) Beri pujian kepada klien yang melakukan dengan baik
(3) Terapis menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik saat halusinasi muncul.
(4) Terapis memperagakan cara menghardik halusinasi, yaitu “pergi jangan ganggu saya”, “saya mau bercakap-cakap dengan….”.
(5) Terapis meminta masing-masing klien memperagakan cara menghardik halusinasi dimulai dari klien sebelah kiri terapis berurutan searah jarum jam sampai semua peserta mendapat giliran.
(6) Terapis memberikan pujian dan mengajak semua klien bertepuk tangan saat setiap klien selesai memperagakan menghardik halusinasi.
d). Tahap terminasi
(1) Evaluasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
(b) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
(2) Tindak lanjut
Terapis meminta klien melaporkan isi, waktu, situasi dan perasaannya jika terjadi halusinasi.
(3). Kontrak yang akan datang
Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan, menyepakati waktu dan tempat
e). Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlansung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan klien.
Tabel 2.2
Format Evaluasi Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi Sesi 2
No Aspek yang dinilai Inisial klien
1 Menyebutkan cara yang selama ini digunakan mengatasi halusinasi
2 Menyebutkan efektivitas cara
3 Menyebutkan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik
4 Memperagakan menghardik halusinasi
Petunjuk :
(1) Tulis nama klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
(2) Untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan menyebutkan cara yang bisa digunakan mengatasi halusinasi, menyebutkan efektivitasnya, cara menghardik halusinasi, dan memperagakan. Beri tanda (v), jika klien mampu dan tanda (x) jika klien tidak mampu.
c. Sesi 3 mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
1). Tujuan
a) Klien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk mencegah munculnya halusinasi.
b) Klien dapat menyusun jadwal kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
2). Setting
a) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran
b) Tempat tenang dan nyaman
3). Alat
a) Jadwal kegiatan harian
b) Pulpen
c) Papan tulis/whiteboart/flipchat
4). Metode
a) Diskusi dan Tanya jawab
b) Bermain peran/stimulasi
5). Langkah Kegiatan
a) Persiapan
(1) Mengingatkan kontrak kepada klien yang telah mengikuti sesi 2
(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b) Orientasi
(1) Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien, terapis dan klien memakai papan nama.
(2) Evaluasi/validasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien saat ini
(b) Terapis menanyakan cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari
(c) Terapis menanyakan pengalaman klien menerapkan
(3) Kontrak
(a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mencegah terjadinya halusinasi dengan melakukan kegiatan.
(b) Terapis menjelaskan aturan main berikut : jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta ijin kepada terapis, lama kegiatan 45 menit, setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c) Tahap kerja
(1) Terapis menjelaskan cara kedua, yaitu melakukan kegiatan sehari-hari. Jelaskan bahwa dengan melakukan kegiatan yang teratur akan mencegah munculnya halusinasi.
(2) Terapis meminta tiap-tiap klien menyampaikan kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari, dan tulis di whiteboard.
(3) Terapis membagikan formulir jadwal kegiatan harian. Terapis menulis formulir yang sama di hiteboard.
(4) Terapis membimbing satu persatu klien untuk membuat jadwal kegiatan harian, dari bangun tidur sampai tidur malam. Klien menggunakan formulir, terapis menggunakan hiteboard.
(5) Terapis melatih klien memperagakan kegiatan yang telah disusun.
(6) Beri pujian dengan tepuk tangan bersama kepada klien yang selesai membuat jadwal dan memperagakan kegiatan.
d) Tahap terminasi
(1) Evaluasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah selesai menyusun jadwal kegiatan dan memperagakannya.
(b) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
(2) Tindak lanjut
Terapis menganjurkan klien melaksanakan dua cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik dan melakukan kegiatan.
(3) Kontrak yang akan datang
Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap, menyepakati waktu dan tempat.
e). Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlansung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan klien.
Tabel 2.3
Format Evaluasi Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi Sesi 3
No Aspek yang dinilai Inisial klien
1 Menyebutkan kegiatan yang biasa dilakukan
2 Memperagakan kegiatan yang biasa dilakukan
3 Menyusun jadwal kegiatan harian
4 Menyebutkan dua cara mengontrol halusinasi
Petunjuk :
(1) Tulis nama klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
(2) Untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan menyebutkan kegiatan harian yang biasa dilakukan, memperagakan salah satu kegiatan, menyusun jadwal kegiatan harian, dan menyebutkan dua cara mencegah halusinasi. Beri tanda (v), jika klien mampu dan tanda (x) jika klien tidak mampu.
d. Sesi 4 mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
1) Tujuan
a) Klien dapat memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah munculnya halusinasi.
b) Klien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah terjadinya halusinasi.
2) Setting
Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran, tempat tenang dan nyaman
3) Alat
a) Jadwal kegiatan harian klien
b) Pulpen, papan tulis/whiteboart/flipchat
4) Metode
a) Diskusi dan Tanya jawab
b) Bermain peran/stimulasi
5). Langkah Kegiatan
a) Persiapan
(1) Mengingatkan kontrak kepada klien yang telah mengikuti sesi 3
(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b). Orientasi
(1) Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien, terapis dan klien memakai papan nama.
(2) Evaluasi/validasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien saat ini
(b) Terapis menanyakan pengalaman klien setelah menerapkan dua cara yang sudah dipelajari (menghardik, menyibukkan diri dengan kegiatan terarah) untuk mencegah halusinasi.
(3) Kontrak
(a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mencegah terjadinya halusinasi dengan bercakap-cakap.
(b) Terapis menjelaskan aturan main berikut : jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta ijin kepada terapis, lama kegiatan 45 menit, setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c) Tahap kerja
(1) Terapis menjelaskan pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk mengontrol dan mencegah munculnya halusinasi.
(2) Terapis meminta tiap klien menyebutkan orang yang biasa dan bisa diajak bercakap-cakap.
(3) Terapis meminta tiap klien menyebutkan pokok pembicaraan yang biasa dan bisa dilakukan.
(4) Terapis memperagakan cara bercakap-cakap jika halusinasi muncul “suster, ada suara di telinga, saya mau ngobrol saja dengan suster” atau suster saya mau ngobrol tentang kapan saya boleh pulang”.
(5) Meminta klien untuk memperagakan percakapan dengan orang disebelahnya.
(6) Beri pujian atas keberhasilan klien.
(7) Ulangi sampai semua klien mendapat giliran
d) Tahap terminasi
(1) Evaluasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
(b) Terapis menanyakan TAK mengontrol halusinasinya yang sudah dilatih
(c) Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
(2) Tindak lanjut
Terapis menganjurkan klien melaksanakan tiga cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian dan bercakap-cakap
(3) Kontrak yang akan datang
Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat, menyepakati waktu dan tempat.
e) Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan klien.
Tabel 2.4
Format Evaluasi Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi Sesi 4
No Aspek yang dinilai Inisial klien
1 Menyebutkan orang yang biasa diajak bercakap-cakap
2 Memperagakan percakapan
3 Menyusun jadwal percakapan
4 Menyebutkan tiga cara mengontrol dan mencegah halusinasi
Petunjuk :
(1) Tulis nama klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
(2) Untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan menyebutkan orang yang biasa diajak bercakap-cakap, memperagakan percakapan, menyusun jadwal percakapan, menyebutkan tiga cara mengontrol dan mencegah halusinasi Beri tanda (v), jika klien mampu dan tanda (x) jika klien tidak mampu.
e. Sesi 5 mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
1) Tujuan
a) Klien dapat memahami pentingnya minum obat
b) Klien memahami akibat tidak patuh minum obat
c) Klien dapat menyebutkan lima benar minum obat
2) Setting
a) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran
b) Tempat tenang dan nyaman
3) Alat
a) Jadwal kegiatan harian klien
b) Papan tulis/whiteboart/flipchat
c) Beberapa contoh obat
4) Metode
a) Diskusi dan Tanya jawab
b) Bermain peran/stimulasi
5) Langkah Kegiatan
a) Persiapan
(1) Mengingatkan kontrak kepada klien yang telah mengikuti sesi 4
(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b) Orientasi
(1) Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien, terapis dan klien memakai papan nama.
(2) Evaluasi/validasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien saat ini
(b) Terapis menanyakan pengalaman klien setelah menerapkan tiga cara yang sudah dipelajari (menghardik, menyibukkan diri dengan kegiatan terarah dan bercakap-cakap) untuk mencegah halusinasi.
(3) Kontrak
(a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
(b) Terapis menjelaskan aturan main berikut : jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta ijin kepada terapis, lama kegiatan 45 menit, setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c) Tahap kerja
(1) Terapis menjelaskan untungnya patuh minum obat, yaitu mencegah kambuh karena obat memberi perasaan tenang, dan memperlambat kambuh.
(2) Terapis menjelaskan kerugian tidak patuh minum obat yaitu penyebab kambuh
(3) Terapis meminta tiap klien menyampaikan obat yang dimakan dan waktu memakannya. Buat daftar di white board.
(4) Menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar obat, benar waktu minum obat, benar orang yang minum obat, benar cara minum obat, dan benar dosis minum obat.
(5) Terapis meminta tiap klien menyebutkan lima benar minum obat secara bergiliran.
(6) Berikan pujian pada klien yang benar
(7) Mendiskusikan perasaan klien sebelum minum obat (catat di white board).
(8) Mendiskusikan perasaan klien setelah teratur minum obat
(9) Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu cara mencegah halusinasi/kambuh.
(10) Menjelaskan akibat/kerugian tidak patuh minum obat, yaitu menjadi halusinasi/kambuh.
(11) Minta klien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan kerugian tidak patuh minum obat.
(12) Memberi pujian tiap kali klien benar.
d) Tahap terminasi
(1) Evaluasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
(b) Terapis menanyakan jumlah cara mengontrol halusinasinya yang sudah dipelajari.
(c) Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
(2) Tindak lanjut
Terapis menganjurkan klien melaksanakan empat cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian, bercakap-cakap dan patuh minum obat.
(3) Kontrak yang akan datang
(a) Terapis mengakhiri sesi terapi aktifitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi untuk mengontrol halusinasi.
(b) Buat kesepakatan baru untuk TAK yang lain sesuai dengan indikasi klien.
e) Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlansung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan klien.
Tabel 2.5
Format Evaluasi Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi Sesi 5
No Aspek yang dinilai Inisial klien
1 Menyebutkan 5 benar cara minum obat
2 Menyebutkan keuntungan minum obat
3 Menyebutkan akibat tidak patuh minum obat
Petunjuk :
Tulis nama klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
Untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan menyebutkan 5 benar minum obat, keuntungan minum obat dan akibat tidak patuh minum obat. Beri tanda (v), jika klien mampu dan tanda (x) jika klien tidak mampu.
25 Juli 2011
PENGARUH PERAWATAN PERIANAL DENGAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) TERHADAP PENCEGAHAN RUAM POPOK PADA BAYI BBLR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ruam popok atau dermatitis popok (dermatitis diaper) adalah masalah yang dialami sebagian besar bayi (Nelson, 2000). Ruam popok adalah peradangan pada kulit yang ditutupi oleh popok yang disebabkan oleh overhidrasi kulit, maserasi, dan kontak yang terlalu lama dengan urine, feses serta sabun yang masih tertinggal pada popok. Sesuai dengan namanya, kelainan ini berkaitan erat dengan penggunaan popok, baik popok kain ataupun popok disposable (sekali pakai).
Hasil Penelitian Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo (RSCM) Jakarta pada rentang tahun 2005-2009 tercatat, penyakit yang umumnya diderita bayi adalah penyakit eksim dan infeksi kulit. Riset ini juga mencatat satu dari tiga bayi mengalami ruam popok (Ririn sjafriani, www.republika.co.id). Kulit bayi yang masih sensitif disebabkan fungsi-fungsinya yang masih terus berkembang terutama pada lapisan epidermis atau lapisan terluar kulit. Bagian ini yang memberikan perlindungan alami pada kulit dari lingkungan sekitar. Kulit sensitif bayi sangat rentan terhadap bahan-bahan yang menimbulkan iritasi kulit pada bagian sekitar alat kelamin, bokong dan pangkal paha bagian dalam.
Penyebab ruam popok cukup banyak antara lain : Kulit bayi terpapar cukup lama dengan urin atau kotoran yang mengandung bahan amonia,
bahan kimia, sabun atau deterjen yang ada dalam diaper. Diaper yang terbuat dari bahan plastik atau karet dapat menyebabkan iritasi pada kulit bayi. Diare, Infeksi jamur, susu formula memungkinkan bayi mengalami ruam popok lebih besar ketimbang ASI, ini karena komposisi bahan kimia yang ada di urin atau kotorannya berbeda serta bayi yang mempunyai riwayat alergi. Disamping itu, faktor lingkungan seperti iklim tropis membuat kelembapan senantiasa tinggi. Akibatnya memperbesar resiko iritasi pada bayi (www.bayibalita.com).
Persoalan ruam popok harus ditanggulangi sekalipun tidak berbahaya, karena, ketika ruam menyebar ke seluruh tubuh bisa menimbulkan kelainan kulit yang meluas hingga ke daerah perut. paha dan sekitarnya. Kelainan kulit begitu kentara karena berwarna merah cerah, dengan atau tanpa bintil-bintil yang tersusun seperti satelit, lecet disertai nanah dan bintik merah disekitarnya.
Di Ruang Perinatologi Badan Layanan Umum (BLU) RSUD Sanjiwani Gianyar, tahun 2008 merawat rata-rata 15 bayi bayi berat lahir rendah (BBLR) setiap bulan dan tahun 2009 merawat rata-rata 19 bayi BBLR setiap bulan, dengan rata-rata lamanya dirawat 8,6 hari, namun belum ada pencatatan resmi kejadian ruam popok sehingga dilakukan studi pendahuluan. Studi pendahuluan yang dilakukan selama satu minggu, dari tanggal 1 – 7 november 2010, didapatkan bayi BBLR yang dirawat 5 orang dan 2 diantaranya mengalami ruam popok. Ruam popok dijumpai pada 40% bayi BBLR, hal ini dapat memperpanjang lamanya bayi dirawat di rumah sakit. Berbagai upaya telah dilakukan oleh petugas diantaranya menggunakan popok sekali pakai, mengganti popok tiap kali popok basah dan memberi penyuluhan kepada orang tua bayi tentang cara pencegahan ruam popok.
Kejadian ruam popok pada bayi BBLR salah satunya disebabkan oleh struktur kulit bayi BBLR relatif belum berkembang dengan baik dibandingkan bayi berat badan lahir normal. Lemak subkutan sedikit atau tidak ada, struktur kulit masih longgar, rapuh dan tipis dengan serat elastik yang lebih sedikit sehingga kulit bayi BBLR sangat rentan terhadap iritasi dan infeksi (Asrining surasmi,dkk, 2003).
Kondisi kulit yang demikian memerlukan perawatan untuk melindungi dan mencegah terjadinya ruam popok. Penggunaan pelindung kulit akan melindungi kulit yang sehat (Asrining surasmi at.al, 2003). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan melindungi kulit dari ruam popok adalah metode perawatan perianal dengan baby oil. Di Ruang Perinatologi BLU RSUD Sanjiwani Gianyar belum ada standar oprasional prosedur (SOP) perawatan perianal. Penulis tertarik meneliti pengaruh perawatan perianal dengan baby oil dalam mencegah terjadinya ruam popok pada bayi BBLR dan hasilnya bisa diterapkan di ruangan.
B. Rumusan Masalah
Apakah perawatan perianal dengan baby oil berpengaruh terhadap pencegahan ruam popok pada bayi BBLR?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh perawatan perianal dengan baby oil terhadap pencegahan ruam popok pada bayi BBLR di Ruang Perinatologi BLU RSUD Sanjiwani Gianyar.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tanda-tanda ruam popok pada bayi BBLR yang diberikan perawatan dengan baby oil.
b. Mengidentifikasi tanda-tanda ruam popok pada bayi BBLR yang diberikan perawatan perianal tanpa baby oil.
c. Menganalisa pengaruh perawatan perianal dengan baby oil terhadap pencegahan ruam popok.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan bayi BBLR (metode perawatan perianal dengan baby oil) sehingga dapat lebih meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada BBLR.
b. Dapat dipakai sebagai bahan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat praktis
Dapat dijadikan pedoman dalam melakukan tindakan perawatan perianal terhadap pencegahan ruam popok pada bayi BBLR di Ruang Perinatologi.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ruam popok atau dermatitis popok (dermatitis diaper) adalah masalah yang dialami sebagian besar bayi (Nelson, 2000). Ruam popok adalah peradangan pada kulit yang ditutupi oleh popok yang disebabkan oleh overhidrasi kulit, maserasi, dan kontak yang terlalu lama dengan urine, feses serta sabun yang masih tertinggal pada popok. Sesuai dengan namanya, kelainan ini berkaitan erat dengan penggunaan popok, baik popok kain ataupun popok disposable (sekali pakai).
Hasil Penelitian Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo (RSCM) Jakarta pada rentang tahun 2005-2009 tercatat, penyakit yang umumnya diderita bayi adalah penyakit eksim dan infeksi kulit. Riset ini juga mencatat satu dari tiga bayi mengalami ruam popok (Ririn sjafriani, www.republika.co.id). Kulit bayi yang masih sensitif disebabkan fungsi-fungsinya yang masih terus berkembang terutama pada lapisan epidermis atau lapisan terluar kulit. Bagian ini yang memberikan perlindungan alami pada kulit dari lingkungan sekitar. Kulit sensitif bayi sangat rentan terhadap bahan-bahan yang menimbulkan iritasi kulit pada bagian sekitar alat kelamin, bokong dan pangkal paha bagian dalam.
Penyebab ruam popok cukup banyak antara lain : Kulit bayi terpapar cukup lama dengan urin atau kotoran yang mengandung bahan amonia,
bahan kimia, sabun atau deterjen yang ada dalam diaper. Diaper yang terbuat dari bahan plastik atau karet dapat menyebabkan iritasi pada kulit bayi. Diare, Infeksi jamur, susu formula memungkinkan bayi mengalami ruam popok lebih besar ketimbang ASI, ini karena komposisi bahan kimia yang ada di urin atau kotorannya berbeda serta bayi yang mempunyai riwayat alergi. Disamping itu, faktor lingkungan seperti iklim tropis membuat kelembapan senantiasa tinggi. Akibatnya memperbesar resiko iritasi pada bayi (www.bayibalita.com).
Persoalan ruam popok harus ditanggulangi sekalipun tidak berbahaya, karena, ketika ruam menyebar ke seluruh tubuh bisa menimbulkan kelainan kulit yang meluas hingga ke daerah perut. paha dan sekitarnya. Kelainan kulit begitu kentara karena berwarna merah cerah, dengan atau tanpa bintil-bintil yang tersusun seperti satelit, lecet disertai nanah dan bintik merah disekitarnya.
Di Ruang Perinatologi Badan Layanan Umum (BLU) RSUD Sanjiwani Gianyar, tahun 2008 merawat rata-rata 15 bayi bayi berat lahir rendah (BBLR) setiap bulan dan tahun 2009 merawat rata-rata 19 bayi BBLR setiap bulan, dengan rata-rata lamanya dirawat 8,6 hari, namun belum ada pencatatan resmi kejadian ruam popok sehingga dilakukan studi pendahuluan. Studi pendahuluan yang dilakukan selama satu minggu, dari tanggal 1 – 7 november 2010, didapatkan bayi BBLR yang dirawat 5 orang dan 2 diantaranya mengalami ruam popok. Ruam popok dijumpai pada 40% bayi BBLR, hal ini dapat memperpanjang lamanya bayi dirawat di rumah sakit. Berbagai upaya telah dilakukan oleh petugas diantaranya menggunakan popok sekali pakai, mengganti popok tiap kali popok basah dan memberi penyuluhan kepada orang tua bayi tentang cara pencegahan ruam popok.
Kejadian ruam popok pada bayi BBLR salah satunya disebabkan oleh struktur kulit bayi BBLR relatif belum berkembang dengan baik dibandingkan bayi berat badan lahir normal. Lemak subkutan sedikit atau tidak ada, struktur kulit masih longgar, rapuh dan tipis dengan serat elastik yang lebih sedikit sehingga kulit bayi BBLR sangat rentan terhadap iritasi dan infeksi (Asrining surasmi,dkk, 2003).
Kondisi kulit yang demikian memerlukan perawatan untuk melindungi dan mencegah terjadinya ruam popok. Penggunaan pelindung kulit akan melindungi kulit yang sehat (Asrining surasmi at.al, 2003). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan melindungi kulit dari ruam popok adalah metode perawatan perianal dengan baby oil. Di Ruang Perinatologi BLU RSUD Sanjiwani Gianyar belum ada standar oprasional prosedur (SOP) perawatan perianal. Penulis tertarik meneliti pengaruh perawatan perianal dengan baby oil dalam mencegah terjadinya ruam popok pada bayi BBLR dan hasilnya bisa diterapkan di ruangan.
B. Rumusan Masalah
Apakah perawatan perianal dengan baby oil berpengaruh terhadap pencegahan ruam popok pada bayi BBLR?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh perawatan perianal dengan baby oil terhadap pencegahan ruam popok pada bayi BBLR di Ruang Perinatologi BLU RSUD Sanjiwani Gianyar.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tanda-tanda ruam popok pada bayi BBLR yang diberikan perawatan dengan baby oil.
b. Mengidentifikasi tanda-tanda ruam popok pada bayi BBLR yang diberikan perawatan perianal tanpa baby oil.
c. Menganalisa pengaruh perawatan perianal dengan baby oil terhadap pencegahan ruam popok.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan bayi BBLR (metode perawatan perianal dengan baby oil) sehingga dapat lebih meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada BBLR.
b. Dapat dipakai sebagai bahan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat praktis
Dapat dijadikan pedoman dalam melakukan tindakan perawatan perianal terhadap pencegahan ruam popok pada bayi BBLR di Ruang Perinatologi.
PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI SESSI 1-3
1. Pengertian
TAKS sosialisasi adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial (Budi Anna kelliat & Akemat,2005)
2. Tujuan
Klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap
3. Tujuan Khusus
a. Klien mampu memperkenalkan diri
b. Klien mampu berkesahan dengan anggota kelompok
c. Klien mampu berinteraksi dengan anggota kelompok
d. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan
e. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi dengan orang lain
f. Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok
g. Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang telah dilakukan
4. Indikasi
a. Klien menarik diri yang telah mulai melakukan isolasi interpersonal
b. Klien kerusakan komunikasi verbal yang telah berespon sesuai dengan stimulus
5. Tempat
Ruang Kunti RS Jiwa Propinsi Bali
6. Waktu pelaksanaan
a. Dilaksanakan selama 3 hari
b. Pelaksanaannya 1 hari 1 x pertemuan
c. Setiap pertemuan waktunya 45 menit
d. Setiap sessi 1 kali pertemuan
7. Metode
a. Dinamika kelompok
b. Diskusi dan tanya jawab
c. Bermain peran / simulasi
8. Evaluasi
a. Setiap selesai pertemuan dalam pelaksanaan masing-masing sessi
b. Setelah selesai pelaksanaan seluruh sessi
c. Menggunakan lembar observasi TAKS dan lembar respon tingkah laku menarik diri
9. Pengorganisasian TAKS
a Terapis
Peran dan fungsi
1) Leader : Luh Gede Parwati
Tugas
- Menyusun rencana TAKS
- Mengarahkan kelompok dalam mencapai tujuan
- Memotivasi dan memfasilitasi anggota untuk mengekspresikan perasaan, mengajukan pendapat dan memberikan umpan balik
- Sebagai role model
- Menjelaskan jalannya permainan dan melakukan kontrak waktu
2) Co leader : Ni Nyoman Kartikadewi
- Membantu leader dalam menggorganisasikan kelompok
- Menghidupkan alat musik
3) Fasilitator : Dian Purwa Maya Dewi, I Nyoman Yudiarta, Made Suja, Nyoman Wijaya, Ni Made Rinayanti, Putu Ayu Sri Mahyuni
- Membantu leader dalam memfasilitasi anggota kelompok untuk berperan aktif dan memotivasi anggota
- Memfokuskan kegiatan
- Membantu menkoordinir anggota kelompok
- Duduk di sela-sela pasien
- Menghidupkan situasi permainan atau menyemangati pasien dalam bermain
4) Observer : I Wayan Sujana
- Mengobservasi semua respon klien
- Mencatat semua proses yang terjadi dan semua perubahan prilaku klien
- Memberikan umpan balik pada klien pada kelompok
- Duduk tidak dilingkungan permainan/diluar
- Mengevaluasi setiap keaktifan kelompok
- Mengevaluasi tugas leader, co leader dan fasilitator
b Nama klien yang mengikuti TAKS
NO NAMA
c Alat alat
- Tape/hp/laptop, kertas, pulpel, bola
DENAH
Keterangan denah:
: Leader
: Observer
: Co-leader
: Fasilitator
: Klien
PEDOMAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI
SESSI I
SESSI I : memperkenalkan diri
A. TAKS Sesi 1
1. Tujuan
Klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi.
2. Setting
a. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
b. Ruangan nyaman dan tenang .
3. Alat
a. Tape recorder
b. Kaset
c. Bola tenis
d. Buku catatan dan pulpen
e. Jadwal kegiatan klien
4. Metoda
a. Dinamika kelompok
b. Diskusi dan tanya jawab
c. Bermain peran/simulasi
5. Langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Memilih klien dengan indikasi yaitu menarik diri
2) Membuat kontrak dengan klien
3) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b. Orientasi
Pada tahap ini terapis melakukan:
1) Memberi salam terpaeutik: salam dari terapis.
2) Evaluasi/validasi: Menanyakan perasaan klien saat ini
3) Kontrak:
a) Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu memperkenalkan diri.
b) Menjelaskan aturan main berikut :
(1). Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.
(2). Lama kegiatan 45 menit.
(3). Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c. Tahap kerja
1) Jelaskan kegiatan, yaitu kaset pada tape recorder akan dihidupka serta boala akan diedarkan.berlawanan dengan arah jarum jam (yaitu ke arah kiri) dan pada saat tape dimatikan maka anggota kelompok yang memegang bola memperkenalkan diri.
2) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan arah jarum jam .
3) Pada saat tape dimatikan anggota kelompok yang memegang boal mendapat giliran untuk menyebutkan : salam, nama lengkap, nama panggilan, hobi, dan asal, dimulai oleh terapis sebagai contoh.
4) Tulis nama panggilan pada kertas/papan nama dan tempel/pakai.
5) Ulangi tiga langkah terakhir samapai semua anggota kelompok mendapat giliran.
6) Beri pujian untuk setiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan.
d. Tahap terminasi
1) Evaluasi
a) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
3) Rencana tindak lanjut
a) Menganjurkan tiap anggota kelompok melatih memperkenalkan diri kepada orang lain di kehidupan sehari-hari.
b) Memasukkan kegiatan memperkenalkan diri pada jadwal kegiatan harian klien
4) Kontrak yang akan datang
a) Menyepakati kegiatan berikut yaitu berkenalan dengan anggota kelompok.
b) Menyepakati waktu dan tempat
6. Evaluasi dan Dokumentasi
Format/lembar observasi TAKS sessi 1
PEDOMAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK : SOSIALISASI SESSI 2
Sessi 2 : Berkenalan dengan anggota kelompok
B. TAKS Sesi 2
1. Tujuan
Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok :
a. Memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi.
b. Menanyakan diri anggota kelompok lain : nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi.
2. Setting
a. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
b. Ruangan nyaman dan tenang.
3. Alat
a. Tape recorder.
b. Kaset.
c. Bola tennis.
d. Buku catatan dan pulpen.
e. Jadwal kegiatan klien.
4. Metoda
a. Dinamika kelompok.
b. Diskusi dan tanya jawab.
c. Bermain peran/simulasi.
5. Langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sesi 1 TAKS.
2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
b. Orientasi
Pada tahap ini terapis melakukan:
1) Memberi salam terpaeutik:
a) Salam dari terapis.
b) Peserta dan terapis memakai papan nama.
2) Evaluasi/validasi.
a) Menanyakan perasaan klien saat ini.
b) Menanyakan apakah telah mencoba memperkenalkan diri pada orang lain.
3) Kontrak.
a) Menjelaskan tujuan kegiatan dengan anggota kelompok.
b) Menjelaskan aturan main berikut :
(1) Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.
(2) Lama kegiatan 45 menit.
(3) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c. Tahap kerja :
1) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan arah jarum jam.
2) Pada saat tape dimatikan anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk :
a) Menyebutkan : salam, nama lengkap, nama panggilan, hobi, dan asal.
b) Menanyakan nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi lawan bicara.
c) Dimulai oleh terapi sebagai contoh.
3) Ulangi langkah 1 dan 2 sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.
4) Hidupkan kembali kaset tape recorder dan edarkan bola. Pada saat tape dimatikan, minta pada anggota kelompok yang memegangbola untuk memperkenalkan anggota kelompok yang disebelah kanannya kepada kelompok, yaitu : nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi. Dimulai dari terapis sebagai contoh.
5) Ulangi langkah keempat sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.
6) Beri pujian untuk setiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan.
d. Tahap terminasi
1) Evaluasi.
a) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
b) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
2) Rencana tindak lanjut.
a) Menganjurkan tiap anggota kelompok latihan berkenalan.
b) Memasukkan kegiatan memperkenalkan diri pada jadwal kegiatan harian klien.
3) Kontrak yang akan datang.
a) Menyepakati kegiatan berikut yaitu bercakap cakap tentang kehidupan pribadi.
b) Menyepakati waktu dan tempat.
6. Evaluasi dan Dokumentasi
Format / lembar observasi TAKS sessi 2
PEDOMAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK ; SOSIALISASI SESSI 3
Sessi 3 : kemampuan berinteraksi/bercakap-cakap dengan anggota kelompok.
C. TAKS Sesi 3
1. Tujuan
Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok :
a. Menanyakan kehidupan pribadi kepada satu oarng anggota kelompok yang lain.
b. Menjawab pertanyaan tentang kehidupan pribadi.
2. Setting
a. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
b. Ruangan nyaman dan tenang.
3. Alat
a. Tape recorder.
b. Kaset.
c. Bola tennis.
d. Buku catatan dan pulpen.
e. Jadwal kegiatan klien.
4. Metoda
a. Dinamika kelompok.
b. Diskusi dan tanya jawab.
c. Bermain peran/simulasi.
5. Langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sesi 2 TAKS.
2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
b. Orientasi
Pada tahap ini terapis melakukan:
1) Memberi salam terapeutik:
a) Salam dari terapis.
b) Peserta dan terapis memakai papan nama.
2) Evaluasi/validasi.
a) Menanyakan perasaan klien saat ini.
b) Menanyakan apakah telah mencoba berkenalan dengan orang lain.
3) Kontrak:
a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu bertanya dan menjawab tentang kehidupan pribadi.
b) Menjelaskan aturan main berikut :
(1). Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.
(2). Lama kegiatan 45 menit.
(3). Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c. Tahap kerja
1) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan arah jarum jam.
2) Pada saat tape dimatikan anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk bertanya tentang kehidupan pribadi anggota kelompok yang ada disebelah kanan dengan cara :
a) Memberi salam.
b) Memanggil panggilan.
c) Menanyakan kehidupan pribadi; orang terdekat/dipercayai/disegani, pekerjaan.
d) Dimulai oleh terapi sebagai contoh.
3) Ulangi langkah 1 dan 2 sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.
4) Beri pujian untuk setiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan.
d. Tahap terminasi
1) Evaluasi.
a) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
b) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
2) Rencana tindak lanjut.
a) Menganjurkan tiap anggota kelompok bercakap-cakap tentang kehidupan pribadi dengan orang lain pada kehidupan sehari-hari.
b) Memasukkan kegiatan bercakap-cakap pada jadwal kegiatan harian klien.
3) Kontrak yang akan datang.
a) Menyepakati kegiatan berikut yaitu menyampaikan dan membicarakan topik tertentu.
b) Menyepakati waktu dan tempat.
6. Evaluasi dan Dokumentasi
Format / lembar observasi TAKS Sessi 3
TAKS sosialisasi adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial (Budi Anna kelliat & Akemat,2005)
2. Tujuan
Klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap
3. Tujuan Khusus
a. Klien mampu memperkenalkan diri
b. Klien mampu berkesahan dengan anggota kelompok
c. Klien mampu berinteraksi dengan anggota kelompok
d. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan
e. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi dengan orang lain
f. Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok
g. Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang telah dilakukan
4. Indikasi
a. Klien menarik diri yang telah mulai melakukan isolasi interpersonal
b. Klien kerusakan komunikasi verbal yang telah berespon sesuai dengan stimulus
5. Tempat
Ruang Kunti RS Jiwa Propinsi Bali
6. Waktu pelaksanaan
a. Dilaksanakan selama 3 hari
b. Pelaksanaannya 1 hari 1 x pertemuan
c. Setiap pertemuan waktunya 45 menit
d. Setiap sessi 1 kali pertemuan
7. Metode
a. Dinamika kelompok
b. Diskusi dan tanya jawab
c. Bermain peran / simulasi
8. Evaluasi
a. Setiap selesai pertemuan dalam pelaksanaan masing-masing sessi
b. Setelah selesai pelaksanaan seluruh sessi
c. Menggunakan lembar observasi TAKS dan lembar respon tingkah laku menarik diri
9. Pengorganisasian TAKS
a Terapis
Peran dan fungsi
1) Leader : Luh Gede Parwati
Tugas
- Menyusun rencana TAKS
- Mengarahkan kelompok dalam mencapai tujuan
- Memotivasi dan memfasilitasi anggota untuk mengekspresikan perasaan, mengajukan pendapat dan memberikan umpan balik
- Sebagai role model
- Menjelaskan jalannya permainan dan melakukan kontrak waktu
2) Co leader : Ni Nyoman Kartikadewi
- Membantu leader dalam menggorganisasikan kelompok
- Menghidupkan alat musik
3) Fasilitator : Dian Purwa Maya Dewi, I Nyoman Yudiarta, Made Suja, Nyoman Wijaya, Ni Made Rinayanti, Putu Ayu Sri Mahyuni
- Membantu leader dalam memfasilitasi anggota kelompok untuk berperan aktif dan memotivasi anggota
- Memfokuskan kegiatan
- Membantu menkoordinir anggota kelompok
- Duduk di sela-sela pasien
- Menghidupkan situasi permainan atau menyemangati pasien dalam bermain
4) Observer : I Wayan Sujana
- Mengobservasi semua respon klien
- Mencatat semua proses yang terjadi dan semua perubahan prilaku klien
- Memberikan umpan balik pada klien pada kelompok
- Duduk tidak dilingkungan permainan/diluar
- Mengevaluasi setiap keaktifan kelompok
- Mengevaluasi tugas leader, co leader dan fasilitator
b Nama klien yang mengikuti TAKS
NO NAMA
c Alat alat
- Tape/hp/laptop, kertas, pulpel, bola
DENAH
Keterangan denah:
: Leader
: Observer
: Co-leader
: Fasilitator
: Klien
PEDOMAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI
SESSI I
SESSI I : memperkenalkan diri
A. TAKS Sesi 1
1. Tujuan
Klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi.
2. Setting
a. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
b. Ruangan nyaman dan tenang .
3. Alat
a. Tape recorder
b. Kaset
c. Bola tenis
d. Buku catatan dan pulpen
e. Jadwal kegiatan klien
4. Metoda
a. Dinamika kelompok
b. Diskusi dan tanya jawab
c. Bermain peran/simulasi
5. Langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Memilih klien dengan indikasi yaitu menarik diri
2) Membuat kontrak dengan klien
3) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b. Orientasi
Pada tahap ini terapis melakukan:
1) Memberi salam terpaeutik: salam dari terapis.
2) Evaluasi/validasi: Menanyakan perasaan klien saat ini
3) Kontrak:
a) Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu memperkenalkan diri.
b) Menjelaskan aturan main berikut :
(1). Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.
(2). Lama kegiatan 45 menit.
(3). Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c. Tahap kerja
1) Jelaskan kegiatan, yaitu kaset pada tape recorder akan dihidupka serta boala akan diedarkan.berlawanan dengan arah jarum jam (yaitu ke arah kiri) dan pada saat tape dimatikan maka anggota kelompok yang memegang bola memperkenalkan diri.
2) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan arah jarum jam .
3) Pada saat tape dimatikan anggota kelompok yang memegang boal mendapat giliran untuk menyebutkan : salam, nama lengkap, nama panggilan, hobi, dan asal, dimulai oleh terapis sebagai contoh.
4) Tulis nama panggilan pada kertas/papan nama dan tempel/pakai.
5) Ulangi tiga langkah terakhir samapai semua anggota kelompok mendapat giliran.
6) Beri pujian untuk setiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan.
d. Tahap terminasi
1) Evaluasi
a) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
3) Rencana tindak lanjut
a) Menganjurkan tiap anggota kelompok melatih memperkenalkan diri kepada orang lain di kehidupan sehari-hari.
b) Memasukkan kegiatan memperkenalkan diri pada jadwal kegiatan harian klien
4) Kontrak yang akan datang
a) Menyepakati kegiatan berikut yaitu berkenalan dengan anggota kelompok.
b) Menyepakati waktu dan tempat
6. Evaluasi dan Dokumentasi
Format/lembar observasi TAKS sessi 1
PEDOMAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK : SOSIALISASI SESSI 2
Sessi 2 : Berkenalan dengan anggota kelompok
B. TAKS Sesi 2
1. Tujuan
Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok :
a. Memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi.
b. Menanyakan diri anggota kelompok lain : nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi.
2. Setting
a. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
b. Ruangan nyaman dan tenang.
3. Alat
a. Tape recorder.
b. Kaset.
c. Bola tennis.
d. Buku catatan dan pulpen.
e. Jadwal kegiatan klien.
4. Metoda
a. Dinamika kelompok.
b. Diskusi dan tanya jawab.
c. Bermain peran/simulasi.
5. Langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sesi 1 TAKS.
2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
b. Orientasi
Pada tahap ini terapis melakukan:
1) Memberi salam terpaeutik:
a) Salam dari terapis.
b) Peserta dan terapis memakai papan nama.
2) Evaluasi/validasi.
a) Menanyakan perasaan klien saat ini.
b) Menanyakan apakah telah mencoba memperkenalkan diri pada orang lain.
3) Kontrak.
a) Menjelaskan tujuan kegiatan dengan anggota kelompok.
b) Menjelaskan aturan main berikut :
(1) Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.
(2) Lama kegiatan 45 menit.
(3) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c. Tahap kerja :
1) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan arah jarum jam.
2) Pada saat tape dimatikan anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk :
a) Menyebutkan : salam, nama lengkap, nama panggilan, hobi, dan asal.
b) Menanyakan nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi lawan bicara.
c) Dimulai oleh terapi sebagai contoh.
3) Ulangi langkah 1 dan 2 sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.
4) Hidupkan kembali kaset tape recorder dan edarkan bola. Pada saat tape dimatikan, minta pada anggota kelompok yang memegangbola untuk memperkenalkan anggota kelompok yang disebelah kanannya kepada kelompok, yaitu : nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi. Dimulai dari terapis sebagai contoh.
5) Ulangi langkah keempat sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.
6) Beri pujian untuk setiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan.
d. Tahap terminasi
1) Evaluasi.
a) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
b) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
2) Rencana tindak lanjut.
a) Menganjurkan tiap anggota kelompok latihan berkenalan.
b) Memasukkan kegiatan memperkenalkan diri pada jadwal kegiatan harian klien.
3) Kontrak yang akan datang.
a) Menyepakati kegiatan berikut yaitu bercakap cakap tentang kehidupan pribadi.
b) Menyepakati waktu dan tempat.
6. Evaluasi dan Dokumentasi
Format / lembar observasi TAKS sessi 2
PEDOMAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK ; SOSIALISASI SESSI 3
Sessi 3 : kemampuan berinteraksi/bercakap-cakap dengan anggota kelompok.
C. TAKS Sesi 3
1. Tujuan
Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok :
a. Menanyakan kehidupan pribadi kepada satu oarng anggota kelompok yang lain.
b. Menjawab pertanyaan tentang kehidupan pribadi.
2. Setting
a. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
b. Ruangan nyaman dan tenang.
3. Alat
a. Tape recorder.
b. Kaset.
c. Bola tennis.
d. Buku catatan dan pulpen.
e. Jadwal kegiatan klien.
4. Metoda
a. Dinamika kelompok.
b. Diskusi dan tanya jawab.
c. Bermain peran/simulasi.
5. Langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sesi 2 TAKS.
2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
b. Orientasi
Pada tahap ini terapis melakukan:
1) Memberi salam terapeutik:
a) Salam dari terapis.
b) Peserta dan terapis memakai papan nama.
2) Evaluasi/validasi.
a) Menanyakan perasaan klien saat ini.
b) Menanyakan apakah telah mencoba berkenalan dengan orang lain.
3) Kontrak:
a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu bertanya dan menjawab tentang kehidupan pribadi.
b) Menjelaskan aturan main berikut :
(1). Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.
(2). Lama kegiatan 45 menit.
(3). Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c. Tahap kerja
1) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan arah jarum jam.
2) Pada saat tape dimatikan anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk bertanya tentang kehidupan pribadi anggota kelompok yang ada disebelah kanan dengan cara :
a) Memberi salam.
b) Memanggil panggilan.
c) Menanyakan kehidupan pribadi; orang terdekat/dipercayai/disegani, pekerjaan.
d) Dimulai oleh terapi sebagai contoh.
3) Ulangi langkah 1 dan 2 sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.
4) Beri pujian untuk setiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan.
d. Tahap terminasi
1) Evaluasi.
a) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
b) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
2) Rencana tindak lanjut.
a) Menganjurkan tiap anggota kelompok bercakap-cakap tentang kehidupan pribadi dengan orang lain pada kehidupan sehari-hari.
b) Memasukkan kegiatan bercakap-cakap pada jadwal kegiatan harian klien.
3) Kontrak yang akan datang.
a) Menyepakati kegiatan berikut yaitu menyampaikan dan membicarakan topik tertentu.
b) Menyepakati waktu dan tempat.
6. Evaluasi dan Dokumentasi
Format / lembar observasi TAKS Sessi 3
PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI SENSORI SESI MENGGAMBAR
PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI SENSORI
1. Pengertian
TAK stimulasi sensoris adalah upaya menstimulasi semua pancaindra (sensori) agar member respons yang adekuat (Keliat dan Akemat, 2002).
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum TAK stimulasi sensoris adalah agar klien dapat berespon terhadap stimulus pancaindra yang diberikan
b. Tujuan Khusus
Tujuan khususnya adalah : (1) klien mampu berespon terhadap suara yang didengar, (2) klien mampu berespon terhadap gambar yang dilihat, (3) klien mampu mengekspresikan perasaan melalui gambar.
3. Indikasi
Klien yang mempunyai indikasi TAK stimulasi sensoris adalah klien dengan isolasi sosial, menarik diri, harga diri rendah yang disertai dengan kurang komunikasi verbal.
4. Aktifitas
Aktifitas TAK stimulasi sensori dilakukan sebanyak tiga sesi, aktivitas stimulasi sensoris dapat berupa stimulus terhadap penglihatan, pendengaran dan lain-lain seperti gambar, video, tarian dan nyanyian
5. Tempat
Ruang Bratasena RS Jiwa Propinsi Bali
6. Waktu pelaksanaan
a. Dilaksanakan selama 1 hari
b. Pelaksanaannya 1 x pertemuan
c. waktu 45 menit
7. Metode
a. Dinamika kelompok
b. Diskusi dan tanya jawab
8. Evaluasi
a. Setiap selesai pertemuan
b. Menggunakan lembar observasi TAK stimulasi sensori sesi menggambar
9. Pengorganisasian
a Terapis
Peran dan fungsi
1) Leader : Luh Gede Parwati, S.Kep
Tugas
- Menyusun rencana TAK
- Mengarahkan kelompok dalam mencapai tujuan
- Memotivasi dan memfasilitasi anggota untuk mengekspresikan perasaan dan memberikan umpan balik
- Sebagai role model
- Menjelaskan jalannya permainan dan melakukan kontrak waktu
2) Co leader : I Made Pastika,S.Kep
Tugas
- Membantu leader dalam menggorganisasikan kelompok
3) Fasilitator :
I Nyoman Sudiana, S.Kep
Ni Luh Putu Suastini, S.Kep
I Made Pagerwarsitha, S.Kep
Isilda Pereira, S.Kep
I.A Putu Wiyati, S.Kep
G.A Eka Putri, S.Kep
I.A Eka Kariyani, S.Kep
I Nyoman Suwibawa, S.Kep.
I Wayan Reta, S.Kep.
Tugas
- Membantu leader dalam memfasilitasi anggota kelompok untuk berperan aktif dan memotivasi anggota
- Memfokuskan kegiatan
- Membantu mengkoordinir anggota kelompok
- Duduk di sela-sela pasien
4) Observer : I Wayan Muliarta, S.Kep
Tugas
- Mengobservasi semua respon klien
- Mencatat semua proses yang terjadi dan semua perubahan prilaku klien
- Memberikan umpan balik pada klien pada kelompok
- Duduk tidak dilingkungan permainan/diluar
- Mengevaluasi setiap keaktifan kelompok
- Mengevaluasi tugas leader, co leader dan fasilitator
b Nama klien yang mengikuti TAK
NO NAMA
c Alat alat
- Tape/laptop, buku gambar, alat tulis (pencil)
DENAH
Keterangan denah:
: Leader
: Observer
: Co-leader
: Fasilitator
: Klien
PEDOMAN PELAKSANAAN
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK : STIMULASI SENSORI
Sesi 2 TAK (menggambar)
a. Tujuan
Sesi 2 bertujuan agar klien dapat mengekspresikan perasaan melalui gambar, klien dapat memberi makna gambar.
b. Setting
1) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran
2) Ruang nyaman dan tenang
c. Alat
1) Kertas HVS
2) Pensil 2B (bila tersedia krayon juga dapat digunakan)
d. Metode
1) Dinamika kelompok
2) Diskusi
e. Langkah kegiatan
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sesi 1.
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
Pada tahap ini terapis melakukan :
a) Memberi salam terapiutik : salam dari terapis, peserta dan terapis memakai papan nama
b) Evaluasi/ validasi : menanyakan perasaan klien saat ini
c) Kontrak
(1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menggambar dan menceritakan kepada orang lain
(2) Menjelaskan aturan main berikut:
(a) Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta ijin kepada terapis.
(b) Lama kegiatan 45 menit
(c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3) Tahap kerja
a) Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu menggambar dan menceritakan hasil gambar kepada klien lain.
b) Terapis membagikan kertas dan pensil untuk tiap klien
c) Terapis meminta klien menggambar apa saja sesuai dengan yang diinginkan saat ini.
d) Sementara klien mulai menggambar, terapis berkeliling dan memberikan penguatan kepada klien untuk terus menggambar, jangan mencela klien.
e) Setelah semua klien selesai menggambar terapis meminta masing-masing klien untuk memperlihatkan dan menceritakan gambar yang telah dibuatnya kepada klien lain. Yang harus diceritakan adalah gambar apa dan apa makna gambar tersebut menurut klien.
f) Kegiatan poin e dilakukan sampai semua klien mendapat giliran
g) Setiap kali klien selesai menceritakan gambarnya, terapis mengajak klien lain bertepuk tangan.
3) Tahap terminasi
a) Evaluasi
(1) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
(2) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
b) Rencana tindak lanjut
Menganjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan melalui gambar
c) Kontrak yang akan datang
(1) Menyepakati kegiatan yang akan datang, yaitu menonton TV
(2) Menyepakati waktu dan tempat
LEMBAR OBSERVASI
No Aspek yang di nilai NO URUT RESPONDEN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sessi II: kemampuan memberi respon terhadap menggambar
1 Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
2 Menggambar sampai selesai
3 Menyebutkan gambar apa yang dibuat
4 Menceritakan makna gambar
1. Pengertian
TAK stimulasi sensoris adalah upaya menstimulasi semua pancaindra (sensori) agar member respons yang adekuat (Keliat dan Akemat, 2002).
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum TAK stimulasi sensoris adalah agar klien dapat berespon terhadap stimulus pancaindra yang diberikan
b. Tujuan Khusus
Tujuan khususnya adalah : (1) klien mampu berespon terhadap suara yang didengar, (2) klien mampu berespon terhadap gambar yang dilihat, (3) klien mampu mengekspresikan perasaan melalui gambar.
3. Indikasi
Klien yang mempunyai indikasi TAK stimulasi sensoris adalah klien dengan isolasi sosial, menarik diri, harga diri rendah yang disertai dengan kurang komunikasi verbal.
4. Aktifitas
Aktifitas TAK stimulasi sensori dilakukan sebanyak tiga sesi, aktivitas stimulasi sensoris dapat berupa stimulus terhadap penglihatan, pendengaran dan lain-lain seperti gambar, video, tarian dan nyanyian
5. Tempat
Ruang Bratasena RS Jiwa Propinsi Bali
6. Waktu pelaksanaan
a. Dilaksanakan selama 1 hari
b. Pelaksanaannya 1 x pertemuan
c. waktu 45 menit
7. Metode
a. Dinamika kelompok
b. Diskusi dan tanya jawab
8. Evaluasi
a. Setiap selesai pertemuan
b. Menggunakan lembar observasi TAK stimulasi sensori sesi menggambar
9. Pengorganisasian
a Terapis
Peran dan fungsi
1) Leader : Luh Gede Parwati, S.Kep
Tugas
- Menyusun rencana TAK
- Mengarahkan kelompok dalam mencapai tujuan
- Memotivasi dan memfasilitasi anggota untuk mengekspresikan perasaan dan memberikan umpan balik
- Sebagai role model
- Menjelaskan jalannya permainan dan melakukan kontrak waktu
2) Co leader : I Made Pastika,S.Kep
Tugas
- Membantu leader dalam menggorganisasikan kelompok
3) Fasilitator :
I Nyoman Sudiana, S.Kep
Ni Luh Putu Suastini, S.Kep
I Made Pagerwarsitha, S.Kep
Isilda Pereira, S.Kep
I.A Putu Wiyati, S.Kep
G.A Eka Putri, S.Kep
I.A Eka Kariyani, S.Kep
I Nyoman Suwibawa, S.Kep.
I Wayan Reta, S.Kep.
Tugas
- Membantu leader dalam memfasilitasi anggota kelompok untuk berperan aktif dan memotivasi anggota
- Memfokuskan kegiatan
- Membantu mengkoordinir anggota kelompok
- Duduk di sela-sela pasien
4) Observer : I Wayan Muliarta, S.Kep
Tugas
- Mengobservasi semua respon klien
- Mencatat semua proses yang terjadi dan semua perubahan prilaku klien
- Memberikan umpan balik pada klien pada kelompok
- Duduk tidak dilingkungan permainan/diluar
- Mengevaluasi setiap keaktifan kelompok
- Mengevaluasi tugas leader, co leader dan fasilitator
b Nama klien yang mengikuti TAK
NO NAMA
c Alat alat
- Tape/laptop, buku gambar, alat tulis (pencil)
DENAH
Keterangan denah:
: Leader
: Observer
: Co-leader
: Fasilitator
: Klien
PEDOMAN PELAKSANAAN
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK : STIMULASI SENSORI
Sesi 2 TAK (menggambar)
a. Tujuan
Sesi 2 bertujuan agar klien dapat mengekspresikan perasaan melalui gambar, klien dapat memberi makna gambar.
b. Setting
1) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran
2) Ruang nyaman dan tenang
c. Alat
1) Kertas HVS
2) Pensil 2B (bila tersedia krayon juga dapat digunakan)
d. Metode
1) Dinamika kelompok
2) Diskusi
e. Langkah kegiatan
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sesi 1.
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
Pada tahap ini terapis melakukan :
a) Memberi salam terapiutik : salam dari terapis, peserta dan terapis memakai papan nama
b) Evaluasi/ validasi : menanyakan perasaan klien saat ini
c) Kontrak
(1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menggambar dan menceritakan kepada orang lain
(2) Menjelaskan aturan main berikut:
(a) Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta ijin kepada terapis.
(b) Lama kegiatan 45 menit
(c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3) Tahap kerja
a) Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu menggambar dan menceritakan hasil gambar kepada klien lain.
b) Terapis membagikan kertas dan pensil untuk tiap klien
c) Terapis meminta klien menggambar apa saja sesuai dengan yang diinginkan saat ini.
d) Sementara klien mulai menggambar, terapis berkeliling dan memberikan penguatan kepada klien untuk terus menggambar, jangan mencela klien.
e) Setelah semua klien selesai menggambar terapis meminta masing-masing klien untuk memperlihatkan dan menceritakan gambar yang telah dibuatnya kepada klien lain. Yang harus diceritakan adalah gambar apa dan apa makna gambar tersebut menurut klien.
f) Kegiatan poin e dilakukan sampai semua klien mendapat giliran
g) Setiap kali klien selesai menceritakan gambarnya, terapis mengajak klien lain bertepuk tangan.
3) Tahap terminasi
a) Evaluasi
(1) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
(2) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
b) Rencana tindak lanjut
Menganjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan melalui gambar
c) Kontrak yang akan datang
(1) Menyepakati kegiatan yang akan datang, yaitu menonton TV
(2) Menyepakati waktu dan tempat
LEMBAR OBSERVASI
No Aspek yang di nilai NO URUT RESPONDEN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sessi II: kemampuan memberi respon terhadap menggambar
1 Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
2 Menggambar sampai selesai
3 Menyebutkan gambar apa yang dibuat
4 Menceritakan makna gambar
pengaruh teknik hypnobirthing terhadap tingkat kecemasan ibu hamil pada masa persiapan menghadapi persalinan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehamilan merupakan proses fisiologis yang akan dialami oleh setiap wanita. Dalam proses kehamilan terjadi perubahan-perubahan baik perubahan fisik, fisiologis maupun psikologis. Perubahan psikologis pada masa kehamilan yang tidak dapat ditangani oleh ibu umumnya akan menyebabkan terjadinya kecemasan pada ibu hamil. Kecemasan pada ibu hamil dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahapan pertama pada trimester I, tahap kedua pada trimester II dan tahap ketiga pada trimester III (Apriani, 2007).
Pada ibu hamil trimester akhir selalu dihinggapi perasaan takut yang lebih dibandingkan sebelumnya. Hal ini dikarenakan ketakutan ibu dalam menghadapi persalinannya. Apabila keadaan tersebut tidak dapat diatasi oleh ibu, maka pada saat menjelang persalinan biasanya ibu akan mengalami kecemasan dan akan memberikan respon melawan atau menghindar (fight or flight) yang dipicu oleh melimpahnya hormon katekolamin serta dipicu oleh adanya ketakutan dan bentuk distres lainnya (Simkin dan Ancheta, 2005).
Cluett (2000) menyebutkan bahwa stres psikologis memiliki efek fisik yang kuat pada persalinan. Hormon stres seperti adrenalin berinteraksi dengan reseptor beta di dalam otot uterus dan menghambat kontraksi serta dapat memperlambat persalinan (Chapman, 2000). Kecemasan ibu dalam persalinan dapat berdampak menurunkan aliran darah ke rahim, kurangnya kontraksi rahim, meningkatnya waktu kala I (persalinan lama), menurunnya aliran darah ke plasenta, menurunnya suplai oksigen untuk janin, meningkatnya produksi katekolamin janin, serta meningkatnya persepsi wanita yang negatif. Selain itu dalam Chapman (2000) disebutkan bahwa salah satu penyebab terjadinya partus lama adalah respon stres, dan ini menempati urutan paling atas di antara penyebab-penyebab yang lainnya.
Menurut hasil penelitian mengenai hubungan kecemasan ibu dengan lama persalinan didapatkan hubungan yang kuat antara keduanya dengan nilai rs 0,701, dimana ibu bersalin yang mengalami kecemasan berat memerlukan waktu yang lebih lama dalam persalinannya (Indriani, 2007). Ibu bersalin pasti memiliki emosi yang berlebih yang pada akhirnya dapat menimbulkan kecemasan. Dalam hal ini ibu selalu berpikiran sesuatu yang buruk yang mungkin terjadi, akibatnya ia akan selalu berada dalam keadaan cemas karena takut menghadapi akibat yang buruk dalam situasi yang tidak menentu. Lebih lanjut Indriani (2007) menyebutkan bahwa ibu bersalin yang mengalami kecemasan juga dapat meningkatkan kepekaan terhadap sensasi nyeri yang dirasakan ibu saat mengalami kontraksi yang semakin lama dirasakan semakin kuat. Kondisi ini dapat membuat ibu semakin gelisah dan cemas membayangkan rasa nyeri yang akan dialami selanjutnya. Adapun penyebab nyeri menurut Simkin dan Ancheta (2005) dibagi menjadi dua yaitu penyebab fisik di antaranya karena kontraksi dan penyebab psikologis yang disebabkan karena ketakutan, kecemasan atau perasaan putus asa dan kelelahan. Oleh karena itu, proses persalinan akan mengalami kemajuan yang berarti apabila dapat difasilitasi dan wanita merasa aman, dihormati dan dirawat oleh seorang ahli yang bertanggung jawab terhadap keamanannya dan ketika nyerinya ditangani secara adekuat dan aman.
Di beberapa negara seperti Amerika Serikat telah dikembangkan metode non-farmakologis untuk menghadapi persalinan yaitu metode hypnobirthing. Metode ini merupakan metode alamiah yang digunakan untuk menghilangkan rasa takut, panik, tegang dan tekanan-tekanan lain yang menghantui ibu selama persalinan. Hypnobirthing banyak memberikan manfaat karena melatih ibu hamil untuk selalu rileks, bersikap tenang dan menstabilkan emosi. Hypnobirthing bertujuan agar ibu dapat melahirkan dengan nyaman dan menghilangkan rasa sakit melahirkan tanpa bantuan obat bius apapun (Andriana, 2007). Metode ini juga lebih menekankan melahirkan dengan cara positif, lembut, aman dan bagaimana mencapainya dengan mudah.
Dalam Journal of Counselling and Clinical Psychology (1990), sebuah penelitian mengenai hypnobirthing dilakukan pada dua kelompok ibu hamil. Kelompok pertama diberi latihan pernafasan dan relaksasi, kelompok kedua diberi metode hypnobirthing dan hasilnya kelompok kedua lebih bisa mengatasi nyeri, dan terlihat tenang ketika persalinan dan bayi yang dilahirkan memilik Apgar score tinggi dan juga mengurangi terjadinya depresi pada masa postpartum (http://www.healthwisemag.com).
Menurut Andriana (2007), pada metode hypnobirthing wanita akan dilatih untuk menanamkan pikiran positif dan melakukan hipnosis diri. Para ahli kejiwaan berpendapat bahwa relaksasi yang mendalam, pemusatan perhatian (fokus), dan hipnosis berguna untuk lebih banyak mengistirahatkan alam sadar dan memasukkan pemahaman kepada alam bawah sadar sehingga tindakan akan lebih banyak dipengaruhi oleh alam bawah sadar dibandingkan dengan alam sadar.
Fenomena yang peneliti alami di beberapa lahan praktek pelayanan kesehatan, tidak sedikit ibu bersalin yang berteriak-teriak dan merasa kebingungan menghadapi proses persalinan yang sedang dialaminya, dan umumnya para pelayan kesehatan lebih menganggap hal itu adalah lumrah dirasakan oleh setiap ibu bersalin. Bidan sebagai tenaga pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang kesehatan ibu dan anak, merupakan salah satu faktor penting dalam proses persalinan sebagai penolong persalinan. Sudah merupakan tuntutan jika bidan juga dapat menjadi pelaku inovasi dengan menggunakan metode-metode terbaru untuk melakukan asuhan sayang ibu, salah satunya yaitu metode hypnobirthing. Seorang ibu bersalin berhak untuk mendapatkan asuhan persalinan yang bermutu tinggi sehingga dapat terhindar dari ketidaknyamanannya pada saat bersalin.
Metode hypnobirthing yang dapat dilakukan mulai masa kehamilan dapat membantu menurunkan tingkat kecemasan. Dasar dari metode ini sebenarnya sudah dikenal dalam salah satu management nyeri nonfarmakologi yang dikenal perawat sebagai imajinasi terbimbing yang dikembangkan dengan berbagai teknik salah satunya adalah hypnobirthing. Teknik hypnobirthing dapat membantu merilekkan otot-otot sehingga ibu terhindar dari kecemasan dan dapat membantu ibu lebih tenang dalam menghadapi persalinan. Teknik hypnobirthing merupakan salah satu cara yang dapat di aplikasikan oleh ibu hamil untuk memperoleh ketenangan saat menghadapi kehamilan dan persalinan. Metode ini dapat diajarkan pada ibu hamil sebagaimana intervensi keperawatan dengan metode manajemen kecemasan yang lain. Hal ini sangat sesuai dengan peran perawat sebagai health education dimana perawat dapat mengajarkan ketrampilan tertentu kepada pasien. Berdasarkan data dari Poliklinik Kebidanan RSUD Sanjiwani Gianyar diketahui jumlah kunjungan ibu hamil trimester III sekitar 40 orang dalam periode bulan Mei 2011. Dari jumlah tersebut 75% mengalami kecemasan dan menyatakan rasa takut dengan kehamilan dan proses persalinan yang akan berlangsung baik pada ibu primipara maupun multipara.
Melihat fenomena di atas, dimana kecemasan atau ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (intra psikis) dapat mengakibatkan persalinan menjadi lama/partus lama atau perpanjangan Kala II sehingga berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh teknik hypnobirthing terhadap tingkat kecemasan ibu hamil pada masa persiapan menghadapi persalinan di Poliklinik Kebidanan RSUD Sanjiwani Gianyar Tahun 2011”.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehamilan merupakan proses fisiologis yang akan dialami oleh setiap wanita. Dalam proses kehamilan terjadi perubahan-perubahan baik perubahan fisik, fisiologis maupun psikologis. Perubahan psikologis pada masa kehamilan yang tidak dapat ditangani oleh ibu umumnya akan menyebabkan terjadinya kecemasan pada ibu hamil. Kecemasan pada ibu hamil dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahapan pertama pada trimester I, tahap kedua pada trimester II dan tahap ketiga pada trimester III (Apriani, 2007).
Pada ibu hamil trimester akhir selalu dihinggapi perasaan takut yang lebih dibandingkan sebelumnya. Hal ini dikarenakan ketakutan ibu dalam menghadapi persalinannya. Apabila keadaan tersebut tidak dapat diatasi oleh ibu, maka pada saat menjelang persalinan biasanya ibu akan mengalami kecemasan dan akan memberikan respon melawan atau menghindar (fight or flight) yang dipicu oleh melimpahnya hormon katekolamin serta dipicu oleh adanya ketakutan dan bentuk distres lainnya (Simkin dan Ancheta, 2005).
Cluett (2000) menyebutkan bahwa stres psikologis memiliki efek fisik yang kuat pada persalinan. Hormon stres seperti adrenalin berinteraksi dengan reseptor beta di dalam otot uterus dan menghambat kontraksi serta dapat memperlambat persalinan (Chapman, 2000). Kecemasan ibu dalam persalinan dapat berdampak menurunkan aliran darah ke rahim, kurangnya kontraksi rahim, meningkatnya waktu kala I (persalinan lama), menurunnya aliran darah ke plasenta, menurunnya suplai oksigen untuk janin, meningkatnya produksi katekolamin janin, serta meningkatnya persepsi wanita yang negatif. Selain itu dalam Chapman (2000) disebutkan bahwa salah satu penyebab terjadinya partus lama adalah respon stres, dan ini menempati urutan paling atas di antara penyebab-penyebab yang lainnya.
Menurut hasil penelitian mengenai hubungan kecemasan ibu dengan lama persalinan didapatkan hubungan yang kuat antara keduanya dengan nilai rs 0,701, dimana ibu bersalin yang mengalami kecemasan berat memerlukan waktu yang lebih lama dalam persalinannya (Indriani, 2007). Ibu bersalin pasti memiliki emosi yang berlebih yang pada akhirnya dapat menimbulkan kecemasan. Dalam hal ini ibu selalu berpikiran sesuatu yang buruk yang mungkin terjadi, akibatnya ia akan selalu berada dalam keadaan cemas karena takut menghadapi akibat yang buruk dalam situasi yang tidak menentu. Lebih lanjut Indriani (2007) menyebutkan bahwa ibu bersalin yang mengalami kecemasan juga dapat meningkatkan kepekaan terhadap sensasi nyeri yang dirasakan ibu saat mengalami kontraksi yang semakin lama dirasakan semakin kuat. Kondisi ini dapat membuat ibu semakin gelisah dan cemas membayangkan rasa nyeri yang akan dialami selanjutnya. Adapun penyebab nyeri menurut Simkin dan Ancheta (2005) dibagi menjadi dua yaitu penyebab fisik di antaranya karena kontraksi dan penyebab psikologis yang disebabkan karena ketakutan, kecemasan atau perasaan putus asa dan kelelahan. Oleh karena itu, proses persalinan akan mengalami kemajuan yang berarti apabila dapat difasilitasi dan wanita merasa aman, dihormati dan dirawat oleh seorang ahli yang bertanggung jawab terhadap keamanannya dan ketika nyerinya ditangani secara adekuat dan aman.
Di beberapa negara seperti Amerika Serikat telah dikembangkan metode non-farmakologis untuk menghadapi persalinan yaitu metode hypnobirthing. Metode ini merupakan metode alamiah yang digunakan untuk menghilangkan rasa takut, panik, tegang dan tekanan-tekanan lain yang menghantui ibu selama persalinan. Hypnobirthing banyak memberikan manfaat karena melatih ibu hamil untuk selalu rileks, bersikap tenang dan menstabilkan emosi. Hypnobirthing bertujuan agar ibu dapat melahirkan dengan nyaman dan menghilangkan rasa sakit melahirkan tanpa bantuan obat bius apapun (Andriana, 2007). Metode ini juga lebih menekankan melahirkan dengan cara positif, lembut, aman dan bagaimana mencapainya dengan mudah.
Dalam Journal of Counselling and Clinical Psychology (1990), sebuah penelitian mengenai hypnobirthing dilakukan pada dua kelompok ibu hamil. Kelompok pertama diberi latihan pernafasan dan relaksasi, kelompok kedua diberi metode hypnobirthing dan hasilnya kelompok kedua lebih bisa mengatasi nyeri, dan terlihat tenang ketika persalinan dan bayi yang dilahirkan memilik Apgar score tinggi dan juga mengurangi terjadinya depresi pada masa postpartum (http://www.healthwisemag.com).
Menurut Andriana (2007), pada metode hypnobirthing wanita akan dilatih untuk menanamkan pikiran positif dan melakukan hipnosis diri. Para ahli kejiwaan berpendapat bahwa relaksasi yang mendalam, pemusatan perhatian (fokus), dan hipnosis berguna untuk lebih banyak mengistirahatkan alam sadar dan memasukkan pemahaman kepada alam bawah sadar sehingga tindakan akan lebih banyak dipengaruhi oleh alam bawah sadar dibandingkan dengan alam sadar.
Fenomena yang peneliti alami di beberapa lahan praktek pelayanan kesehatan, tidak sedikit ibu bersalin yang berteriak-teriak dan merasa kebingungan menghadapi proses persalinan yang sedang dialaminya, dan umumnya para pelayan kesehatan lebih menganggap hal itu adalah lumrah dirasakan oleh setiap ibu bersalin. Bidan sebagai tenaga pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang kesehatan ibu dan anak, merupakan salah satu faktor penting dalam proses persalinan sebagai penolong persalinan. Sudah merupakan tuntutan jika bidan juga dapat menjadi pelaku inovasi dengan menggunakan metode-metode terbaru untuk melakukan asuhan sayang ibu, salah satunya yaitu metode hypnobirthing. Seorang ibu bersalin berhak untuk mendapatkan asuhan persalinan yang bermutu tinggi sehingga dapat terhindar dari ketidaknyamanannya pada saat bersalin.
Metode hypnobirthing yang dapat dilakukan mulai masa kehamilan dapat membantu menurunkan tingkat kecemasan. Dasar dari metode ini sebenarnya sudah dikenal dalam salah satu management nyeri nonfarmakologi yang dikenal perawat sebagai imajinasi terbimbing yang dikembangkan dengan berbagai teknik salah satunya adalah hypnobirthing. Teknik hypnobirthing dapat membantu merilekkan otot-otot sehingga ibu terhindar dari kecemasan dan dapat membantu ibu lebih tenang dalam menghadapi persalinan. Teknik hypnobirthing merupakan salah satu cara yang dapat di aplikasikan oleh ibu hamil untuk memperoleh ketenangan saat menghadapi kehamilan dan persalinan. Metode ini dapat diajarkan pada ibu hamil sebagaimana intervensi keperawatan dengan metode manajemen kecemasan yang lain. Hal ini sangat sesuai dengan peran perawat sebagai health education dimana perawat dapat mengajarkan ketrampilan tertentu kepada pasien. Berdasarkan data dari Poliklinik Kebidanan RSUD Sanjiwani Gianyar diketahui jumlah kunjungan ibu hamil trimester III sekitar 40 orang dalam periode bulan Mei 2011. Dari jumlah tersebut 75% mengalami kecemasan dan menyatakan rasa takut dengan kehamilan dan proses persalinan yang akan berlangsung baik pada ibu primipara maupun multipara.
Melihat fenomena di atas, dimana kecemasan atau ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (intra psikis) dapat mengakibatkan persalinan menjadi lama/partus lama atau perpanjangan Kala II sehingga berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh teknik hypnobirthing terhadap tingkat kecemasan ibu hamil pada masa persiapan menghadapi persalinan di Poliklinik Kebidanan RSUD Sanjiwani Gianyar Tahun 2011”.