18 September 2010

LAPORAN PENDAHULUAN SEPSIS NEONATORUM

A. Pengertian
Sepsis pada periode neonatal adalah suatu sindrom klinik yang ditandai dengan penyakit sistemik simtomatik dan bakteri dalam darah.
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehungga seringkali tidak terpantau, tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48jam.(perawatan bayi beriko tinggi, penerbit buku kedoktoran,
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup
B. Epidemiologi
Organisme tersering sebagai penyebab penyakit adalah Escherichia Coli dan streptokok grup B (dengan angka kesakitan sekitar 50 – 70 %), Stapylococcus aureus, enterokok, Klebsiella-Enterobacter sp., Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp., Listeria monositogenes dan organisme yang anaerob. Faktor-faktor dari ibu dan organisme diperoleh dari cairan ketuban yang terinfeksi atau ketika janin melewati jalan lahir (penyakit yang mempunyai awitan dini), bayi mungkin terinfeksi dalam lingkungannya atau dari sejumlah sumber dari rumah sakit (penyakit yang mempunyai awitan lambat)
C. Penyebab
1. Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap bakteri mampu menyebabkan sepsis.
2. Mikroorganisme berupa bakteri, jamur, virus atau riketsia. Penyebab paling sering dari sepsis : Escherichia Coli dan Streptococcus grup B (dengan angka kesakitan sekitar 50 – 70 %. Diikuti dengan malaria, sifilis, dan toksoplasma. Streptococcus grup A, dan streptococcus viridans, patogen lainnya gonokokus, candida alibicans, virus herpes simpleks (tipe II) dan organisme listeria, rubella, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis.
3. Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan.
4. Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan
Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga kelompok, yaitu :
1. Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan.
2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor diluar ibu dan neonatal
a. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum ASI, spesiesLactbacillus danE.colli ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh
e. colli.
4. Faktor predisposisi
Terdapar berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu maupun bayi sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya sepsis. Faktor tersebut adalah :
a. Penyakit infeksi yang diderita ibu selama kehamilan
b. Perawatan antenatal yang tidak memadai
c. Ibu menderita eklampsia, diabetes mellitus
d. Pertolongan persalina yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan.
e. Kelahiran kurang bulan, BBLR, dan cacat bawaan.
f. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus.
g. Tidak menerapakan rawat gabung
h. Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak
i. Ketuban pecah dini,
D. Patofisiologi
Berdasarkan waktu timbulnya dibagi menjadi 3 :
1. Early Onset (dini) : terjadi pada 5 hari pertama setelah lahir dengan manifestasi klinis yang timbulnya mendadak, dengan gejala sistemik yang berat, terutama mengenai system saluran pernafasan, progresif dan akhirnya syok.
2. Late Onset (lambat) : timbul setelah umur 5 hari dengan manifestasi klinis sering disertai adanya kelainan system susunan saraf pusat.
3. Infeksi nosokomial yaitu infeksi yang terjadi pada neonatus tanpa resiko infeksi yang timbul lebih dari 48 jam saat dirawat di rumah sakit.
Mekanisme terjadinya sepsis neonatorum :
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilicus masuk kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta, antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai kiroin dan amnion akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilkus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diatas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau “port de entre” lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (mis. Herpes genitalis, candida albican dan gonorrea).
3. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan diluar rahim (mis, melalui alat-alat; pengisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasagastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial.

E. Klasifikasi
1. Sepsis dini –> terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi.
2. Sepsis lanjutan/nosokomial –> terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi.
F. Tanda dan gejala
Gejala infeksi sepsis pada neonatus ditandai dengan :
1. Tanda dan Gejala Umum
Hipertermia (jarang) atau hipothermia (umum) atau bahkan normal, Aktivitas lemah atau tidak ada, Tampak sakit, Menyusun buruk/intoleransi pemberian susu.
2. Sistem Pernafasan
Dispenu, Takipneu, Apneu, Tampak tarikan otot pernafasan, Merintih, Mengorok, Pernapasan cuping hidung, Sianosis
3. Sistem Kardiovaskuler
Hipotensi, Kulit lembab dan dingin, Pucat, Takikardi, Bradikardi. Edema, Henti jantung
4. Sistem Pencernaan
Distensi abdomen, Anorexia, Muntah, Diare, Menyusu buruk, Peningkatan residu lambung setelah menyusu, Darah samar pada feces,
Hepatomegali
5. Sistem Saraf Pusat
Refleks moro abnormal, Inhabilitas, Kejang, Hiporefleksi, Fontanel anterior menonjol, Tremor, Koma, Pernafasan tidak teratur, High-pitched cry
6. Hematologi
Ikterus, Petekie, Purpura, Prdarahan, Splenomegali, Pucat, Ekimosis
G. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Kulit kekuningan, Sulit bernafas, Letargi, Kejang, Mata berputar, Palpasi, tonos otot meningkat, leher kaku
2. Palpasi
tonos otot meningkat, leher kaku
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin (hb,leuko,trombosit,CT,BT,LED,SGOT,SGPT)
2. Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.
3. Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi dapat
4. mendeteksi organisme.
5. DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan peningkatan
6. neutrofil immatur yang menyatakan adanya infeksi.
7. Laju endah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat menandakan adanya
8. inflamasi.
I. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik : Organsisme penyebab terjadinya infeksi bisa diketahui dengan melakukan pemeriksaan mikroskopis maupun pembiakan terhadap contoh darah, air kemih maupun cairan dari telinga dan lambung. Jika diduga suatu meningitis, maka dilakukan fungsi lumbal. Bila ditemukan satu atau lebih faktor resisko infeksi adalah sebagai berikut ;
1. Ibu selama melahirkan demam ( suhu > 38.5 oC).
2. Ibu leukositosis ( lekosit > 1500/ mm3).
3. Air ketuban keruh dan atau berbau busuk.
4. Ketuban pecah >12 jam sebelum lahir.
5. Partus kasep
Langkah diagnosis :
1. Indikasi faktor resiko infeksi yang didiagnosa tersangkan infeksi.
2. Tetapkan apakah kasus tersangka infeksi berkembang menjadi sepsis neonatarum dengan mengamati munculnya gejala klinis serta kelainan hasil pemeriksaan laboratorium
3. Untuk penderita yang telah mengalami kelainan klinis dapat dilakukan dengan identifikasi pemeriksaan secara cermat
4. Lakukan pemeriksaan laboratorium darah rutin,pemeriksaan CRP dan kultur darah.
5. Semua penderita sepsis neonatorum dilakukan lumbal fungsi untuk melihat apakah sudah terjadi komplikasi, batasan minignitis :
 Usia 0-48 jam > 100
 Usia 2-7 hari > 50
 Usia > 7 hari > 22
6. Bila ada alat ultrasonografi ( USG), maka USG transfontanel bisa membantu menegakkan diagnosis meningitis.
J. Therapy/Penanganan
1. Suportif
a. Lakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa
b. Berikan koreksi jika terjadi hipovolemia, hipokalsemia dan hipoglikemia
c. Atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolic.
d. Awasi adanya hiperbilirubinemia
e. Pertimbangkan nurtisi parenteral bila pasien tidak dapat menerima nutrisi enteral.
2. Kausatif
Antibiotic diberikan sebelum kuman penyebab diketahui. Biasanya digunakan golongan Penicilin seperti Ampicillin ditambah Aminoglikosida seperti Gentamicin. Pada sepsis nasokomial, antibiotic diberikan dengan mempertimbangkan flora di ruang perawatan, namun sebagai terapi inisial biasanya diberikan vankomisin dan aminoglikosida atau sefalosforin generasi ketiga. Setelah didaapt hasil biakan dan uji sistematis diberikan antibiotic yang sesuai. Tetapi dilakukan selama 10-14 hari, bila terjadi Meningitis, antibiotic diberikan selama 14-21 hari dengan dosis sesuai untuk Meningitis.
K. Komplikasi
– Meningitis
– Hipoglikemia, asidosis metabolik
– Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intrakranial
– ikterus/kernikterus
L. Prognosis
Angka kematian pada sepsis neonatal berkisar antara 10 – 40 %. Angka tersebut berbeda-beda tergantung pada cara dan waktu awitan penyakit, agen atiologik, derajat prematuritas bayi, adanya dan keparahan penyakit lain yang menyertai dan keadaan ruang bayi atau unit perawatan.
M. Pencegahan
Peningkatan penggunaan fasilitas perawatan prenatal, perwujudan program melahirkan bagi ibu yang mempunyai kehamilan resiko tinggi, pada pusat kesehatan yang memiliki fasilitas perawatan intensif bayi neonatal dan pengambangan alat pengangkutan yang modern, mempunyai pengaruh yang cukup berarti dalam penurunan faktor ibu dan bayi yang merupakan predisposisi infeksi pada bayi neonatus. Pemberian antibiotik profilaktik dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi pada bayi neonatus.





II Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN
1. Data Sybyektif
2. Data Obyektif : Bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantung lambat dan suhu tubuhnya turun-naik, gangguan pernafasan, kejang, jaundice (sakit kuning), muntah, diare,perut kembung
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah :
1. Hipertermi b/d efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur, dihidrasi, peningkatan metabolism
2. resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
3. resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan kebocoran cairan kedalam intersisial
4. resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan terganggunya pengiriman oksigen kedalam jaringan,
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
6. resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun
7. kurang pengetahuan berhubungan kurangnya informasi
(Doenges, 2000)


C. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN
1. hipertermi b/d efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur, dihidrasi, peningkatan metabolism
Tujuan : Suhu tubuh dalam keadaan normal ( 36,5-37 )
Intervensi :
a. pantau suhu pasien
Rasional : suhu 38,9 -41,1 derajad celcius menunjukkkan proses penyakit infeksius akut
b. pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen sesuai indikasi
Rasional : suhu ruangan harus di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
c. berikan kompres hangat, hindari penggunaan alcohol
Rasional : membantu mengurangi demem
d. kolaborasi dalam pemberian antipiretik, misalnya aspirin, asetaminofen
Rasional : mengurangi demem dengan aksi sentral pada hipotalamus
2. Resiko tinggi i perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
Tujuan / Kriteria hasil
Intervensi :
a. pertahankan tirah baring
Rasional : menurunkan beban kerja mikard dan konsumsi oksigen
b. pantau perubahan pada tekanan darah
R: hipotensi akan berkembang bersamaan dengan mikroorganisme menyerang aliran darah
c. pantau frekuensi dan irama jantung, perhatikan disritmia
R: disritmia jantung dapat terjadi sebagai akibat dari hipoksia
d. kaji ferkuensi nafas, kedalaman, dan kualitas
R: peningkatan pernapasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung endotoksin pada pusat pernapasan didalam otak
e. catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya
R: penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal
f. kaji perubahan warna kulit,suhu, kelembapan
R: mengetahui status syok yang berlanjut
g. kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral
R: mempertahankan perfusi jaringan
h. kolaborasi dalam pemberian obat
R: mempercepat proses penyembuhan
3. resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d kebocoran cairan kedalam intersisial
Tujuan / Kriteria hasil
Intervensi :
a. catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya
R: penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal serta menyebabkan hipovolemia
b. pantau tekanan darah dan denyut jantung
R: pengurangan dalam sirkulasi volum cairan dapat mengurangi tekanan darah
c. kaji membrane mukosa
R: hipovolemia akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi
d. kolaborasi dalam pemberian cairan IV misalnya kristaloid
R: cairan dapat mengatasi hipovolemia
4. resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b/d terganggunya pengiriman oksigen kedalam jaringan
Tujuan /Kriteria hasil :
Intervensi
a. pertahankan jalan nafas dengan posisi yang nyaman atau semi fowler
R: meningkatkan ekspansi paru-paru
b. pantau frekuensi dan kedalaman jalan nafas
R: pernapasan cepat dan dangkal terjadi karena hipoksemia, stress dan sirkulasi endotoksin
c. auskultasi bunyi nafas, perhatikan krekels, mengi
R: kesulitan bernafas dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator dari kongesti pulmona/ edema intersisial
d. catat adanya sianosis sirkumoral
R: menunjukkna oksigen sistemik tidak adequate
e. selidiki perubahan pada sensorium
R: fungsi serebral sangat sensitif terhadap penurunan oksigenisasi













Daftar Pustaka :

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
Tucker Susan Martin, at al.,1999, Standar Perawatan Pasien, Proses Keperawatan, Diagnosis dan evaluasi, EGC, Jakarta.
Dongoes, Marlynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Arif, mansjoer (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC.
Behrman (2000). Nelson ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC.
Bobak (2005). Buku ajar keperawatn maternitas. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar