BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Masalah penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Narkoba) dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukkan kecendrungan peningkatan yang sangat pesat, baik kualitas maupun kuantitas. Menurut laporan data terakhir tahun 2004 United Nations Drugs Control Programme (UNDPC), saat ini kurang lebih 200 juta orang diseluruh dunia telah menggunakan jenis barang berbahaya ini, dari jumlah tersebut 1% (+ 2 juta orang berada di Indonesia (BNN, 2004).
Penyalahgunaan narkoba biasanya diawali dengan pemakaian pertama pada usia SD atau SMP, karena tawaran, bujukan, dan tekanan seseorang atau kawan sebaya. Didorong rasa ingin tahu atau ingin mencoba, mereka mau menerimanya, selanjutnya tidak sulit untuk menerima tawaran berikutnya. Dari pemakaian sekali, kemudian beberapa kali, akhirnya menjadi ketergantungan terhadap zat yang digunakan. Narkoba yang sering disalahgunakan dan menyebabkan ketergantungan antara lain heroin (putauw), sabu (metamfetamine), ekstasi, obat penenang dan obat tidur, ganja dan kokaian. Tembakau dan alkohol (minuman keras) yang sering disalahgunakan, juga menimbulkan ketergantungan.
Penyalahgunaan narkoba telah menimbulkan banyak korban, terutama kalangan muda yang termasuk klasifikasi usia produktif. Masalah ini bukan hanya berdampak negatif terhadap diri korban/pengguna, tetapi lebih luas lagi berdampak negatif terhadap kehidupan keluarga dan masyarakat, perekonomian, kesehatan nasional (HIV dan Hepatitis), mengancam dan membahayakan keamanan, ketertiban, bahkan lebih jauh lagi mengakibatkan terjadinya biaya sosial yang tinggi (Social High Cost) dan generasi yang hilang (Lost Generation). (Depsos RI, 2004).
Upaya pencegahan harus dilakukan sedini mungkin, yaitu pada masa anak usia SD, SMP, dan SMA, sebagai upaya yang berkesinambungan. Pencegahan yang dimaksud bukan semata-mata memberikan informasi mengenai bahaya narkoba, tetapi lebih menekankan pemberian ketrampilan psikososial kepada anak untuk bersikap dan berprilaku positif mengenai situasi penawaran/ajakan dan ketrampilan menolak tawaran/ajakan tersebut. Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah perilaku manusia, bukan semata-mata masalah zat atau narkoba itu sendiri. Sebagai masalah perilaku, banyak variabel yang mempengaruhi, oleh karena itu informasi mengenai bahaya narkoba kepada anak dan remaja, tanpa usaha mengubah perilakunya dengan memberikan ketrampilan yang diperlukan akan kurang bermanfaat, bahkan dikhawatirkan terjadi efek paradoksal (sebaliknya), yaitu meningkatnya keingintahuan atau keinginan mencoba pada anak dan remaja. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba perlu dilakukan pencegahan secara komprehensif di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat agar para remaja yang merupakan generasi penerus yang akan melanjutkan pembangunan bangsa, tidak terjerumus dalam penggunaan narkoba.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum
Dapat memperoleh gambaran umum tentang peran orang tua dan guru dalam mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba.
2. Tujuan khusus
Diharapkan dapat :
a. Mengetahui tentang model-model pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba.
b. Mengetahui tentang peran orang tua dalam mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba.
c. Mengetahui tentang peran guru dalam mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba.
d. Mengetahui tentang keterampilan dasar yang harus dimiliki orang tua dan guru dalam mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba.
C. METODA PENULISAN
Metoda yang digunakan dalam penulisan tugas makalah ini adalah diskusi dengan teman-teman, dengan metoda kepustakaan yaitu dengan cara mempelajari buku-buku, literature-literatur, makalah-makalah seminar dan symposium yang ada kaitannya dengan makalah ini.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan makalah ini disusun dalam empat BAB dengan sistematika sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah, tujuan penulisan, metoda penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan teori yang menguraikan tentang pengertian, faktor-faktor penyebab penyalahgunaan narkoba, penggolongan narkoba, pengaruh berbagai jenis narkoba pada tubuh, pola pemakaian narkoba, akibat penyalahgunaan narkoba. BAB III : Pembahasan yang menguraikan tentang model-model pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba, peran orang tua dalam mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba, peran guru dalam mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba, keterampilan dasar yang harus dimiliki orang tua dan guru dalam mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba. BAB IV : Penutup, yang menguraiakan kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Pada bab ini akan dibahas beberapa pengertian yang meliputi :
1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (Martono, 2000)
2. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku (Martono, 2000)
3. Zat adiktik adalah zat atau obat yang dapat menyebabkan ketagihan/adiksi (Martono, 2000)
4. Narkoba atau nafza adalah bahan/obat/zat yang bukan tergolong makanan, jika diminum, diisap, dihirup, ditelan atau disuntukkan berpengaruh terutama pada kerja otak (susunan saraf pusat), dan sering menyebabkan ketergantungan, akibatnya kerja otak berubah (meningkat atau menurun) demikian pula fungsi vital organ tubuh lain seperti jantung, peredaran darah, pernafasan dan lain-lain (Joewono, 2004).
5. Penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan narkoba yang dilakukan tidak untuk maksud pengobatan, tetapi ingin menikmati pengaruhnya, dalam jumlah berlebih yang secara kurang teratur dan berlangsung cukup lama, sehingga menyebabkan gangguan fisik, mental, dan kehidupan sosialnya (Joewono, 2004).
B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan narkoba sangat komplek, tetapi selalu merupakan interaksi. Ada tiga faktor penyebab penyalahgunaan narkoba yang dapat digambarkan seperti bagan dibawah ini :
Bagan 1
Interaksi Tiga Faktor-Faktor Penyebab
Dari bagan diatas, ketiga faktor penyebab tersebut harus ada, maka barulah terjadi penyalahgunaan. Faktor narkoba berbicara tentang zat, yaitu jenis, dosis dan cara pakai dan pengaruhnya pada tubuh, serta ketersedian dan pengendalian peredarannya. Dari sudut individu penyalahgunaan narkoba harus dipahami dari masalah perilaku yang kompleks, yang juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkungan berbicara tentang keluarga, kelompok sebaya, kehidupan sekolah dan masyarakat luas.
C. Penggolongan Narkoba
Karena bahaya ketergantungan, penggunaan, dan peredaran narkoba diatur dalam undang-undang, yaitu undang-undang Nomor 22 tahun 1997 tentang narkotika, undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang psikotropika. Penggolongan jenis-jenis narkoba didasarkan pada peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut :
1. Narkotika
Menurut undang-undang Nomor 22 tahun 1997, narkotika dibagi menurut potensi yang menyebabkan ketergantungannya adalah sebagai berikut :
a. Narkotika Golongan I : berpotensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan, tidak digunakan untuk terapi (pengobatan). Contoh : heroin, kokain dan ganja. Putauw adalah heroin tidak murni berupa bubuk.
b. Narkotikan Golongan II : berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan, digunakan pada terapi sebagai pilihan terakhir. Contoh : morfin, petidin dan metadon.
c. Narkotika Golongan III : berpotensi ringan menyebabkan ketergantungan dan banyak digunakan dalam terapi. Contoh : kodein.
2. Psikotropika
Menurut undang-undang Nomor 5 tahun 1997 psikotropika dibagi menurut potensi yang dapat menyebabkan ketergantungan antara lain :
a. Psikotropika Golongan I : amat kuat menyebabkan ketergantungan dan tidak digunakan dalam terapi. Contoh : MDMA (ekstasi)
b. Psikotropika Golongan II : kuat menyababkan ketergantungan, digunakan terbatas pada terapi. Contoh : amfetamin, metamfetamin (sabu), fensiklidin, dan ritalin.
c. Psikotropika Golongan III : potensi sedang menyebabkan ketergantungan, banyak digunakan dalam terapi. Contoh : pentobarbital dan flunitrazepam.
d. Psikotropika Golongan IV : potensi ringan menyebabkan ketergantungan dan sangat luas digunakan dalam terapi. Contoh : diazepam, klobazam, fenobarbital, barbital, klorazepam, klordiazepoxide, dan nitrazepam (nipam, pil KB/koplo)
3. Zat psiko-aktif lain
Tidak tercantum dalam peraturan perundang-undangan tentang narkotika dan psikotropika. Yang sering disalah gunakan adalah :
a. Alkohol, yang terdapat pada berbagai jenis minuman keras
b. Inhalasia/sovel, yaitu gas atau zat yang mudah menguap yang terdapat pada berbagai keperluan pabrik, kantor dan rumah tangga.
c. Nikotin yang terdapat pada tembakau
d. Kafein pada kopi, minuman penambah energi dan obat sakit kepala tertentu.
Penggolongan narkotiba, psikotropika, dan zat adiktik lainnya menurut WHO didasarkan atas pengaruhnya terhadap tubuh manusia antara lain :
1. Opioida : mengurangi rasa nyeri dan menyebabkan mengantuk atau turunnya kesadaran. Contoh : opium, morfin, heroin dan petidin.
2. Ganja : menyebabkan perasaan riang, meningkatkan daya khayal, dan perubahan perasaan waktu. Contoh : mariyuana, hasis.
3. kokain dan daun koka, tergolong stimulansia (meningkatkan aktivitas otak/fungsi organ tubuh lain).
4. Golongan amfetamin, tergolong stimulansia. Contoh : ekstasi, sabu.
5. Alkohol, yang terdapat pada minuman keras.
6. Halusinogen, memberikan halusinasi (khayal). Contoh : Lysergic Acid (LSD) sering disebut acid, red dragon, blue heaven, sugar cuber, trips dan tabs.
7. Sedativa dan Hipnotika (obat penenang/obat tidur, seperti pil BK, MG)
8. Solven dan inhalasi : gas atau uap yang dihirup. Contoh : tiner dan lem
9. Nikotin, terdapat pada tembakau (termasuk stimulansia).
10. kafein, terdapat dalam kopi, berbagai jenis obat penghilang rasa sakit atau nyeri, dan minuman kola (termasuk stimulansia).
D. Cara Kerja Narkoba Dan Pengaruhnya Pada Otak
Narkoba berpengaruh pada bagian otak yang bertanggung jawab atas kehidupan perasaan yang disebut sistem limbus. Hipotalamus merupakan pusat kenikmatan pada otak adalah bagian dari sistem limbus. Narkoba menghasilkan perasaan ”High” dengan mengubah susunan biokimia molekul pada sel otak yang disebut neurotransmitter. Dapat dikatakan otak bekerja dengan motto jika merasa enak. Lakukanlah. Otak dilengkapi alat untuk menguatkan rasa nikmat dan menghindarkan rasa sakit atau tidak enak, guna membantu kita memnuhi kebutuhan dasar manusia seperti rasa lapar, haus, rasa hangat dan tidur. Mekanisme ini merupakan mekanisme pertahanan diri. Jika kita lapar, otak menyampaikan pesan agar mencari makanan yang kita butuhkan, kita berupaya mencari makanan itu dan menempatkat diatas segala-galanya, kta rela meninggalkan pekerjaan dan kegiatan lain demi memperoleh makanan itu.
Yang terjadi pada adiksi adalah semacam pembelajaran sel-sel otak pada pusat kenikmatan (hipotalamus), jika mengonsumsi narkoba, otak akan membaca tanggapan kita jika nikmat otak akan menngeluarkan neurotransmitter yang menyampaikan pesan ”zat ini berguna bagi mekanisme pertahanan tubuh, jadi ulangi pemakaiannya” jika memakai narkoba lagi, kita kembali merasa nikmat seolah-olah kebutuhan kita terpuaskan. Otak akan merekamnya sebagai suatu yang harus dicari sebagai prioritas akibatnya otak membuat program salah, seolah-olah kita memang memerlukanya sebagai mekanisme pertahanan diri maka terjadilah kecanduan.
E. Pengaruh Berbagai Jenis Narkoba Pada Tubuh
1. Opioida
a. Pengaruh jangka pendek : hilangnya rasa nyeri, ketegangan berkurang, rasa nyaman (eforik) diikuti perasaan seperti mimpi dan rasa mengantuk.
b. Pengaruh jangka panjang : ketergantungan (gejala putus zat, toleransi) dan meninggal dunia karena over dosis. Dapat menimbulkan komplikasi seperti sembelit, gangguan mentruasi dan impotensi. Karena pemakaian jarum suntik tidak steril timbul abses dan tertulas hepatitis B/C atau penyakit HIV/AIDS.
2. Ganja (mariyuana, cimeng, gelek, dan hasis)
a. Pengaruh jangka pendek : segera setelah pemakaian akan timbul rasa cemas, gembira, banyak bicara, tertawa cekikikan, halusinasi, dan berubahnya perasaan waktu (lama dikira sebentar) dan ruang (jauh dikira dekat), peningkatan denyut jantung, mata merah, mulut dan tenggorokan kering, selera makan meningkat.
b. Pengaruh jangka panjang : daya pikir berkurang, motivasi belajar turun, perhatian ke sekitarnya berkurang, daya tahan terhadap infeksi menurun, aliran darah ke jantung berkurang dan perubahan pada sel-sel otak.
3. Kokain
a. Pengaruh jangka pendek : rasa percaya diri meningkat, banyak bicara, rasa lelah hilang, kebutuhan tidur berkurang, minat seksual meningkat, halusinasi visual dan taktil (seperti ada serangga merayap), waham curiga dan waham kebesaran.
b. Pengaruh jangka panjang : kurang gizi, anemia, sekat hidung rusak/berlubang, dan gangguan jiwa psikotik.
4. Alkohol
a. Pengaruh jangka pendek : alkohol dapat menyebabkan mabuk, jalan sempoyongan, bicara cadel, kekerasan atau perbuatan merusak, ketidakmampuan belajar dan mengingat dan menyababkan kecelakaan karena mengendarai dalam keadaan mabuk.
b. Pengaruh jangka panjang : menyebabkan kerusakan pada hati, kelenjar getah lambung, saraf tepi, otak, gangguan jantung, meningkatkan risiko kanker, dan bayi lahir cacat dari ibu pecandu alkohol.
5. Golongan amfetamin
a. Pengaruh jangka pendek : tidak tidur (terjaga), rasa riang, perasaan melambung (fly), rasa nyaman, meningkatkan keakraban. Namun setelah itu timbul rasa tidak enak, murung, nafsu makan hilang, berkeringat, rasa haus, rahang kaku dan bergerak-gerak, badan gemetar, jantung berdebar dan tekanan darah meningkat.
b. Pengaruh jangka panjang : kurang gizi, anemia, penyakit jantung, dan gangguan jiwa. Pembuluh darah otak dapat pecah sehingga mengalami stroke atau gagal jantung yang dapat menyebabkan kematian.
6. Halusinogen (lysergic acid)
a. Pengaruh jangka pendek : pengaruh LSD tak dapat diduga dimana sensasi dan perasaan berubah secara dramatis, mengalami flasbacks dan bad trips (halusinasi) secara berulang tanpa peringatan sebelumnya, pupil melebar, tidak dapat tidur, selera makan hilang, suhu tubuh meningkat, berkeringat, denyut nadi dan tekanan darah meningkat.
b. Pengaruh jangka panjang : merusak sel otak, gangguan daya ingat, dan pemusatan perhatian, meningkatnya resiko kejang, kegagalan pernafasan dan jantung.
7. Sedativa dan hipnotika (obat penenang dan obat tidur)
a. Pengaruh jangka pendek : perasaan tenang dan otot-otot mengendur. Pada dosis lebih besar dapat terjadi gangguan bicara (pelo), persepsi terganggu, dan jalan sempoyongan, untuk dosis lebih tinggi mengakibatkan tertekannya pernafasan, koma, dan kematian.
b. Pengaruh jangka panjang : gejala ketergantungan.
8. Solven dan inhalasi
a. Pengaruh jangka pendek : dapat mengakibatkan kematian mendadak karena otak kekurangan oksigen atau karena ilusi, halusinasi dan persepsi salah (merasa bisa terbang sehingga mati ketika terjun dari tempat tinggi).
b. Pengaruh jangka panjang : kerusakan otak, paru-paru, ginjal, sumsum tulang dan jantung.
9. Nikotin
Menyebabkan kanker paru, penyempitan pembuluh darah, penyakit jantung dan tekanan darah tinggi.
F. Pola Pemakaian Narkoba
Ada beberapa pola pemakaian narkoba antara lain :
1. Pola coba-coba
Yaitu karena iseng atau ingin tahu. Pengaruh tekanan kelompok sebaya sangat besar, yang menawarkan atau membujuk untuk memakai narkoba. Ketidakmampuan berkata ”tidak” mendorong anak untuk mencobanya, apabila ada rasa ingin tahu atau ingin mencoba.
2. Pola pemakaian sosial
Yaitu pemakaian narkoba untuk tujuan pergaulan agar diakui/diterima kelompok.
3. Pola pemakaian situasional
Yaitu karena situasi tertentu, misalnya kesepian, stres dan lain-lainnya. Disebut juga tahap instrumental, karena dari pengalaman pemakaian sebelumnya disadari narkoba dapat menjadi alat untuk mempengaruhi atau memanipulasi emosi dan suasana hatinya. Disini pemakaian narkoba telah mempunyai tujuan yaitu sebagai cara mengatasi masalah. Pada tahap ini pamakai berusaha memperoleh narkoba secara aktif.
4. Pola habituasi (kebiasaan)
Ketika telah memakai narkoba secara teratur/sering, terjadi perubahan pada faal tubuh dan gaya hidupnya. Teman lama berganti dengan teman kalangan pecandu. Kebiasaan, pakaian, pembicaraan dan sebagainya akan berubah. Menjadi sensitif, mudah tersinggung, pemarah, sulit tidur dan berkonsentrasi, sebab naokoba mulai menjadi bagian hidupnya. Minat dan cita-cita semua hilang, sering membolos dan prestasi disekolah merosot, lebih suka menyendiri dari pada berkumpul bersama keluarga. Meskipun masih dapat mengendalikan pemakaiannya, tetapi telah terjadi gejala awal ketergantungan. Pola pemakaian narkoba inilah yang secara klinis disebut penyalahgunaan.
5. Pola ketergantungan
Dengan gejala khas yaitu : timbulnya toleransi atau gejala putus zat. Pemakai akan berusaha untuk selalu memperoleh narkoba dengan berbagai cara seperti berbohong, menipu dan mencuri menjadi kebiasaannya. Tidak dapat lagi mengendalikan diri dalam penggunaannya, sebab narkoba telah menjadi pusat kehidupannya. Hubungan dengan keluarga dan teman-teman menjadi rusak.
G. Akibat Penyalahgunaan Narkoba
1. Bagi diri sendiri
a. Terganggunya fungsi otak dan perkembangan normal remaja seperti :
1) Daya ingat sehingga mudah lupa
2) Perhatian sehingga sulit berkonsentrasi
3) Perasaan sehingga tidak dapat bertindak rasional dan impulsif
4) Persepsi sehingga memberi perasaan semu/khayal
5) Motivasi sehingga keinginan dan kemampuan belajar merosot, persahabatan rusak, minat dan cita-cita semula padam
b. Intoksikasi (keracunan)
Yaitu gejala yang timbul akibat pemakaian narkoba dalam jumlah yang cukup berpengaruh pada tubuh dan perilakunya. Gejalanya tergantung jenis, jumlah dan cara penggunaannya.
c. Over dosis
Dapat menyebabkan kematian karena terhentinya pernafasan (heroin) atau perdarahan otak (amfetamin,sabu). Over dosis terjadi karena toleransi maka perlu dosis yang lebih besar, atau karena sudah lama berhenti pakai, lalu memakai lagi dengan dosis yang dahulu digunakan.
d. Gejala putus zat
Yaitu gejala ketika dosis yang dipakai berkurang atau dihentikan pemakiannya. Berat ringan gejala bergantung jenis zat, dosis dan lama pemakaian.
e. Berulang kali kambuh
Yaitu ketergantungan yang menyebabkan craving (rasa rindu pada narkoba), walau telah berhenti pakai. Narkoba dan perangkatnya seperti kawan-kawan sesama pemakai, suasana dan tempat-tempat penggunaannya dahulu mendorong untuk memakai narkoba kembali. Itu sebabnya pecandu akan berulang kali kambuh.
f. Gangguan perilaku/mental-sosial
Sikap acuh tak acuh, sulit mengendalikan diri, mudah tersinggung, menarik diri dari pergaulan, hubungan dengan keluarga dan teman terganggu, terjadi perubahan mental diantaranya gangguan pemusatan perhatian, motivasi belajar/bekerja lemah, ide paranoid, gejala parkinson.
g. Gangguan kesehatan
Yaitu kerusakan atau gangguan fungsi organ tubuh seperti hati, jantung, paru, ginjal, kelenjar endokrin, alat reproduksi, infeksi hepatitis B/C, HIV/AIDS, penyakit kulit dan kelamin, kurang gizi dan gigi berlubang.
h. Kendornya nilai-nilai
Mengendornya nilai-nilai kehidupan agama, sosial, budaya seperti perilaku seks bebas dengan akibatnya (penyakit kelamin, kehamilan yang tidak diinginkan), sopan santun hilang, menjadi asosial, mementingkan diri sendiri dan tidak memperdulikan kepentingan orang lain.
i. Keuangan dan hukum
Yaitu keuangan menjadi kacau karena harus memenuhi kebutuhan akan narkoba. Itu sebabnya ia akan mencuri, menipu dan menjual barang-barang milik sendiri atau orang lain. Jika masih sekolah,uang sekolah digunakan untuk membeli narkoba sehingga akan terancam putus sekolah. Dapat juga malakukan tindakan kriminal sehingga bisa terkena sanksi hukum (ditahan, dipenjara atau didenda).
2. Bagi keluarga
Suasana hidup nyaman dan tentram menjadi terganggu, membuat keluarga resah karena barang-barang berharga di rumah hilang. Anak berbohong, mencuri, menipu, bersikap kasar, acuh tak acuh dengan urusan keluarga, tidak bertanggung jawab, hidup semaunya dan asosial.
Orang tua menjadi malu karena memiliki anak pecandu, merasa bersalah, tetapi juga sedih dan marah. Perilakunya ikut berubah sehingga fungsi keluarga terganggu. Orang tua menjadi putus asa karena masa depan anak tidak jelas, stres meningkat dan membuat kehidupan ekonomi morat-marit, pengeluaran uang meningkat karena pemakaian narkoba atau karena harus berulang kali dirawat dan bahkan mungkin mendekam di penjara.
3. Bagi sekolah
Narkoba merusak disiplin dan motivasi yang sangat penting bagi proses belajar. Siswa penyalahguna narkoba mengganggu suasana belajar-mengajar di kelas dan prestasi belajar turun drastis. Penyalahgunaan narkoba juga berkaitan dengan kenakalan dan putus sekolah, kemungkinan siswa penyalahguna narkoba membolos lebih besar dari siswa lain.
Penyalahgunaan narkoba juga berhubungan dengan kejahatan dan perilaku asosial lain yang mengganggu suasana tertib dan aman, perusakan barang-barang milik sekolah, meningkatnya perkelahian. Mereka juga menciptakan iklim acuh tak acuh dan tidak menghormati pihak lain. Banyak diantara mereka menjadi pengedar atau pencuri barang milik teman atau karyawan sekolah.
4. Bagi masyarakat, bangsa dan negara
Mafia perdagangan gelap selalu berusaha memasok narkoba. Terjalin hubungan antara pengedar/bandar dan korban sehingga tercipta pasar gelap. Oleh karena itu, sekali pasar terbentuk akan sulit memutus mata rantai peredarannya. Masyarakat yang rawan narkoba tidak memiliki daya tahan, sehingga kesinambungan pembangunan terancam. Negara menderita kerugian karena masyarakatnya tidak produktif dan tingkat kejahatan meningkat, belum lagi sarana dan prasarana yang harus disediakan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Model-Model Pencegahan Dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba.
Ada empat model pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba , dimana setiap model mempunyai srategi atau cara pendekatan, sesuai disiplin ilmu dari setiap model antara lain :
1. Model Moral Legal
Model ini juga disebut sebagai model tradisional/konvensional. Penganut model ini adalah para penegak hukum, tokoh agama dan kaum moralis. Disini narkoba dianggap sebagai penyebab masalah. Oleh karena itu , pengedar/penjual dan penggunanya secara moral (sosial) dan legal adalah pelaku kejahatan yang harus dihukum dan dijauhkan dari lingkungan sosialnya.
Tujuan utama pencegahan dan penanggulangan model ini adalah ”bagaimana menjauhkan narkoba dari penggunaannya oleh masyarakat”. Narkoba adalah unsur aktif, sedangkan masyarakat adalah korban yang harus dilingdungi dengan pengaturan moral, sosial dan legal. Pencegahan dilakukan dengan pengawasan ketat peredaran narkoba, meningkatkan harga jual, ancaman hukuman berat dan peringatan keras akan bahayanya. Diharapkan kepada masyarakat agar waspada terhadap bahayanya.
Model ini dahulu menjadi bobot terbesar cara penanggulangan di banyak negara. Saat ini pun berlaku pada negara yang penegakkan hukumnya menjadi tolak ukur seperti Singapura dan Malaysia. Indonesia mengikuti upaya ini, tetapi penegakkan hukumnya masih sangat lemah.
2. Model Medik dan Kesehatan Masyarakat
Penganut model ini adalah ahli kedoteran dan kesehatan, dimana mereka menganggap penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit menular yang berbahaya sehingga penanggulangannya pun harus mengikuti cara pemberantasan penyakit menular seperti malaria. Model narkoba-individu-lingkungan tidak ubahnya model kesehatan masyarakat dalam memberantas penyakit menular dengan model segitiga agent-host-environment.
Sama halnya dengan model pertama, model ini masih mengganggap narkoba sebagai penyebab masalah. Penanggulangan tidak jauh berbeda dengan model pertama. Hanya disini, narkoba tidak dilihat sebagai unsur berbahaya dan melanggar hukum, tetapi sebagai penyebab suatu penyakit. Individu pun digolongkan sebagai rawan atau tidak rawan.
Indonesia menganut model ini, misalnya penyalah guna ditolong hanya secara medik dengan melakukan pengawasan terhadap penggunaan dan peredaran narkoba serta informasi mengenai narkoba sebagai penyebab ketergantungan. Upaya pencegahan ditujukan pada sekelompok masyarakat dari bahaya ”ditularkan” oleh pecandu, identifikasi dan pertolongan pada sekelompok yang berisiko tinggi, serta penerangan. Informasi bahaya narkoba dilakukan seperti halnya kampanye anti rokok.
3. Model Psikososial
Model psikososial menempatkan individu sebagai unsur aktif dalam rumus narkoba individu lingkungan. Penanggulangannya ditujukan pada faktor perilaku individu. Disebut model psikososial karena perilaku seseorang bergantung pada dinamika dengan lingkungannya, baik dari segi perkembangan dan pendidikannya maupun dalam berinteraksi dengan lingkungannya (dinamika kelompok).
Penyalahgunaan narkoba pada model ini dilihat sebagai masalah perilaku, tidak berbeda dengan masalah perilaku lain. Ada beberapa prinsip yang perlu diketahui dalam penerapan model ini, diantaranya sebagai berikut :
a. Pemakaian narkoba berbeda pada setiap individu, setiap individu memakai narkoba yang berbeda dalam takaran yang berbeda, untuk alasan yang berbeda, dalam konteks sosial yang berbeda dan dengan hasil atau efekyang berbeda.
b. Sebagai penomena psikososial, penyalahgunaan narkoba tidak selalu mempunyai hubungan sebab akibat, sebab banyak faktor yang mempengaruhinya yaitu keluarga, sekolah, agama, masyarakat dan kelompok sebaya.
c. Pemberian informasi saja tidak akan mempenagruhi perilaku seseorang. Informasi yang diberikan secara pasif yang tidak dikaitkan dengan seluruh proses perubahan perilaku tidak akan banyak bermanfaat.
Model psiko sosial tidak melihat penyalahgunaan narkoba sebagai masalah narkoba, tetapi sebagai masalah manusia ”It is not a problem of drugs, but it is a problem of people”, sehingga sumber masalahnya adalah diri sendiri, bukan narkoba atau penggunanya. Pencegahan pada model ini ditujukan pada perbaikan kondisi pendidikan atau lingkungan psikososialnya seperti keluarga, sekolah dan masyarakat. Pemberian informasi tentang narkoba dengan cara menakut-nakuti (Horror tecnique atau scare tactic) sangat tidak dianjurkan.
4. Model Sosial Budaya
Model ini menekankan pentingnya lingkungan dan konteks sosial budaya. Contohnya merokok adalah perilaku normal yang dapat diterima oleh sebagian besar orang dewasa. Pemakaian ganja pada beberapa daerah atau negara dianggap wajar, namun penyalahgunaan narkoba jenis lain dikatakan sebagai perilaku yang menyimpang atau tidak wajar. Artinya menyimpang dari norma sosial-budaya yang berlaku yang variabelnya ditentukan oleh kultur atau subkultur yang sangat kompleks.
Pandangan sosial budaya melihat perilaku penyimpang tersebut sebagai produk yang kurang menguntungkan dari sistem sosial tertentu. Sasaran penanggulangan pada model ini adalah perbaikan kondisi sosial ekonomi dan lingkungan masyarakat. Industrialisasi, urbanisasi, kurangnya kesempatan kerja dan sebagainya menjadi perhatian utama. Oleh karena itu lembaga-lembaga terutama pendidikan perlu dimodifikasi menjadi lebih manusiawi, pelayanan kesehatan dan sosial ditujukan bagi kepentingan klien/konsumen, pengembangan potensi masyarakat pada setiap kelompok umur dan perluasan kesempatan kerja dan sebagainya.
B. Peran Orang Tua Dalam Mencegah Dan Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba.
Orang tua dapat berperan dalam mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba dengan jalan melaksanakan tugas sebagai berikut:
1. Mengajarkan standar perilaku benar/salah dan baik/buruk serta menunjukkan keteladanan dalam standar perilaku tersebut dengan cara :
a. Menjadi contoh yang baik bagi anak dan tidak memakai narkoba
b. Menjelaskan sedini mungkin kepada anak sampai remaja bahwa penyalahgunaan narkoba tidak dapat dibenarkan dan berbahaya
c. Mendisiplinkan anak dengan memberi tugas harian untuk melatih tanggung jawab atas kegiatan dan perilakunya sehari-hari.
d. Mendorong anak agar berdiri teguh jika menghadapi tekanan kelompok sebaya untuk memakai narkoba.
2. Membantu anak menolak tekanan kelompok sebaya untuk memakai narkoba, mengawasi kegiatan, mengetahui teman-teman anak dan berbicara dengan mereka mengenai minat dan permasalahannya dengan cara :
a. Mengetahui kegiatan anak sehari-hari dan teman-temannya
b. Meningkatkan komunikasi keluarga dan mendengarkan anak secara aktif
c. Membahas hal-hal yang berhubungan dengan penyalahgunaan narkoba
d. Bersikap selektif terhadap acara televisi dan film yang ditonton annak.
3. Memiliki pengetahuan tentang narkoba dan tanda-tanda penyalahgunaannya, jika menemukan gejala segera mengambil langkah yang diperlukan, dengan cara :
a. Mempelajari luasnya permasalahan penyalahgunaan narkoba di lingkungannya dan di sekolah anaknya.
b. Terampil mengenal tanda-tanda penyalahgunaan narkoba
c. Jika anak diduga menyalahgunakan narkoba membahas hal itu dengan tenang bersama anak, tidak pada saat anak memakai narkoba, membuat peraturan yang dapat menjauhkan anak dari lingkungan yang memungkinkan terjadinya penyalahgunaan narkoba.
d. Bersama para orang tua membahas masalah penyalahgunaan narkoba di sekolah, menciptakan mekanisme informasi mengenai penyalahgunaan narkoba.
4. Mendukung kebijakan sekolah bebas narkoba dengan :
a. Mendukung mereka yang giat dibidang penanggulangan penyalahgunaan narkoba.
b. Membantu sekolah memonitor kehadiran siswa, merencanakan dan mendukung kegiatan-kegiatan yang disponsori sekolah.
c. Berkomunikasi teratur dengan sekolah perihal perilaku anaknya.
C. Peran Guru Dalam Mencegah Dan Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba.
Disekolah guru dapat berperan dalam mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba dengan jalan melaksanakan tugas sebagai berikut :
1. Menetapkan peraturan dan tata tertib di sekolah dan dalam kegiatan sekolah, agar lingkungan sekolah aman dan terhindar dari pengaruh negatif terhadap kegiatan belajar mengajar.
2. Membuat program sekolah bebas narkoba
3. Mengawasi pelaksanaan dan mensosialisasikan program sekolah bebas narkoba
4. menjalin kerja sama dengan lembaga kesehatan, sosial agama, penegak hukum, tokoh-tokoh masyarakat dan tenaga profesi lainnya
5. Bersama komite sekolah dan masyarakat membentuk tim/pokja anti narkoba, anti kekerasan dan penegakan disiplin
6. Menyampaikan pesan moral dan nilai sebagai pedoman hidup dalam pembentukan pribadi siswa, agar memiliki ketahanan mental-sosial-spiritual
7. Menyampaikan materi pendidikan pencegahan penyalahgunaan narkoba dan tindakan kekerasan dalam kegiatan ektrakurikuler.
8. Mendata faktor resiko tinggi siswa dan keluarga
9. Melatih siswa sebagai konselor sebaya
10. Mendata kasus penyalahgunaan narkoba, kekerasan dan pelanggaran disiplin
11. memberikan bimbingan dan konseling secara proaktif
D. Keterampilan Dasar Yang Perlu Dimiliki Orang Tua Dan Guru Dalam Mencegah Dan Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba.
Beberapa keterampilan dasar yang perlu dimiliki orang tua dan guru dalam upaya mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba diantaranya:
1. Cara berkomunikasi efektif
a. Tidak menebak perasaan anak, tetapi mendengarkannya dengan baik agar dapat menentukan permasalahan anak
b. Mewaspadai bahasa nonverbal ketika sedang bicara
c. Tidak melipat tangan ketika sedang berbicara dengan anak (yang menggambarkan sikap menutup diri)
d. Menyatakan perasaan atau keinginan dengan jujur, baik untuk hal-hal yang positif maupun negatif.
e. Menggunakan kata-kata positif untuk menunjukkan penghargaan atau pujian.
f. Tidak menggunakan kata-kata seperti seharusnya, selalu, tidak pernah. Hal ini menimbulkan perasaan bahwa siswa hanya bilangan, bukan seseorang
g. Tidak mengancam, menyuruh anak melakukan sesuatu dan mengancam dengan hukuman. Hal ini akan menyebabkan anak berlaku curang atau memberontak
h. Menghindari memberi nasehat. Nasehat lebih baik daripada menggurui atau memberinya ceramah, tetapi tidak mendorong anak belajar mandiri dan berpikir kreatif.
2. Mendengarkan aktif
a. Mengulang komentar anak (mendengar refleksi) dengan tujuan memastikan bahwa berkataan anak didengarkan, membuat anak mendengar kembali apa yang dikatakan, memastikan bahwa anda mengerti apa yang dikatakan.
b. Memperhatikan wajah dan bahasa tubuh. Jika keduanya berbeda, percayai bahasa tubuh yang menyatakan perasaan sebenarnya.
c. Memberi dukungan baik secara verbal maupun non verbal (sentuhan, menepuk bahu, kontak mata dan mengangguk).
d. Menggunakan nada yang sesuai dengan jawaban. Jangan sampai nada suara menunjukkan hal-hal yang bertentangan dengan perkataan, yang menunjukkan kesan tidak berminat atau seolah-olah mengetahui semuanya.
e. Gunakan kata atau ungkapan pada waktu yang tepat, misalnya waktu jeda untuk menunjukkan minat agar pembicaraan tetap berlanjut.
3. Keterampilan menolak tawaran narkoba
Anak perlu memiliki keberanian untuk berdiri teguh dalam sikap dan kenyakinannya, terutama jika menghadapi teman yang memintanya untuk menuruti apa yang dikehendakinya. Anak perlu menyadari bahwa teman sejati adalah mereka yang menginginkan setiap orang menjadi dirinya sendiri.
Tekanan untuk memakai narkoba dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Tekanan langsung adalah 1-2 teman mencoba menyuruh anak memakai narkoba, tekanan tidak langsung misalnya pada suatu pesta diedarkan ganja, tanpa ada orang yang menyuruh memakainya akan tetapi anak merasa memperoleh tekanan untuk memakainya agar ia dapat diterima oleh lingkungannya.
Cara menolak antara lain dengan berkata ”tidak”, tetap berkata ’tidak” walau didesak, memberi alasan, mengalihkan pembicaraan dan pergi meninggalkan tempat itu.
4. Membantu meningkatkan percaya diri
Untuk dapat mengatakan ”tidak” siswa/anak harus belajar cara meningkatkan percaya diri. Guru atau orang tua membantu mengembangkan percaya diri siswa/anak sehingga mereka lebih mudah menolak tekanan kelompok sebaya dengan cara :
a. Memberi pujian atau ucapan selamat atas prestasi kecil yang dilakukannya. Perlu dijelaskan kepadanya bahwa melakukan pekerjaan sebaik mungkin adalah lebih baik daripada menang dalam perlombaan.
b. Bantu siswa/anak menetapkan tujuan hidupnya secara realistis, jika harapan anak terlalu tinggi lalu gagal, hal itu dapat mengganggu harga diri anak.
c. Kritik perbuatannya atau tindakannya,bukan harga diri siswa/anak. Jika melakukan perbuatan berbahaya, tidak baik atau melanggar peraturan, siswa/anak harus ditegur. Jangan berkata : ”Tidak seharusnya kamu lompati dinding itu, apa kamu tidak punya pikiran”, namun katakan ”melompat dari atas tembok yang tinggi sangat berbahaya, kamu dapat terluka jangan lagi lakukan hal itu!”.
d. Beri siswa/anak tanggung jawab dengan tugas tertentu. Ia akan melihat, bahwa ia adalah bagian dari sebuah tim.
e. Perlihatkan kepada siswa bahwa anda peduli kepadanya, menepuk bahu siswa/anak akan membuat siswa merasa aman.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
1. Narkoba atau nafza adalah bahan/obat/zat yang bukan tergolong makanan yaang berpengaruh terutama pada kerja otak (susunan saraf pusat), dan sering menyebabkan ketergantungan.
2. Ada tiga faktor penyebab penyalahgunaan narkoba yaitu narkoba, individu dan lingkungan.
3. Penggolongan jenis-jenis narkoba didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan dibagi menurut potensi yang menyebabkan ketergantungannya.
4. Narkoba berpengaruh pada bagian otak yang bertanggung jawab atas kehidupan perasaan yang disebut sistem limbus.
5. Pengaruh berbagai jenis narkoba pada tubuh meliputi pengaruh jangka pendek dan pengaruh jangka panjang.
6. Ada beberapa pola pemakaian narkoba antara lain : pola coba-coba, pola pemakaian sosial, pola pemakaian situasional, pola habituasi (kebiasaan) dan pola ketergantungan.
7. Akibat penyalahgunaan narkoba diantaranya pada diri sendiri, keluarga, sekolah dan bagi masyarakat, bangsa dan negara.
8. Ada empat model pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba, dimana setiap model mempunyai srategi atau cara pendekatan, sesuai disiplin ilmu dari setiap model.
9. Orang tua dapat berperan dalam mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba dengan mengajarkan standar perilaku, membantu anak menolak tekanan kelompok sebaya untuk memakai narkoba, memiliki pengetahuan tentang narkoba dan tanda-tanda penyalahgunaannya, mendukung kebijakan sekolah bebas narkoba
10. Guru dapat berperan dalam mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba dengan menetapkan peraturan dan tata tertib di sekolah dan dalam kegiatan sekolah, agar lingkungan sekolah aman dan terhindar dari pengaruh negatif terhadap kegiatan belajar mengajar, membuat program sekolah bebas narkoba
11. Keterampilan dasar yang perlu dimiliki orang tua dan guru dalam mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba antara lain cara berkomunikasi efektif, mendengarkan aktif, keterampilan menolak tawaran narkoba, membantu meningkatkan percaya diri
B. Saran
1. Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah universal sehingga perlu usaha bersama baik dari orang tua, guru, tenaga kesehatan dan instansi terkait agar tidak bertambah banyak lagi generasi muda yang terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba.
2. Keluarga merupakan benteng utama untuk mengecah anak dari penyalahgunaan narkoba sehingga para orang tua lebih meningkatkan peran sertanya dalam mencegah dan menganggulangi penyalahgunaan narkoba karena narkoba dapat mengintai anak setiap saat.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Narkotika Nasional (2004). Terapi KomunitasDalam Rehabilitasi Sosial Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta : Departemen Sosial RI
http:// www.Kompas.co.id/ Merokok dan Narkoba Sama Bahayanya.12 Nopember 2007, jam 10.00 wita
http:// www.infonarkoba.com/ Gerbang Informasi Dan Solusi Masalah Narkoba. 12 Nopember 2007, jam 10.10 wita
Joewana, Satya (2005) Pencegahan Dan Penanggulanagan Penyalahgunaan Narkoba Berbasis Sekolah. Jakarta : PT Balai Pustaka
Martono, L. Harlina (1998) Pendidikan Sebagai Sarana Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta : Badan Pembina Kesehatan Jiwa Masyarakat (BPKJM)
25 Desember 2009
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF DAN PASIF)
Nama pasien :
Diagnosa medis : stroke non hemoragik
1. Kondisi klien
a. Alasan MRS
Mengeluh badan terasa lemah, tiba-tiba tidak sadarkan diri setelah sadar, klien merasakan tubuh bagian kiri (tangan dan kaki) tidak bisa digerakkan
b. TTV
RR : 28 x/mnt S : 36,5 ᵒC
Nadi : 84 x/mnt TD : 150/90 mmHg
c. Data fokus
1) Data Subyektif : pasien mengeluh kaki sebelah kiri masih lemah dan tidak bisa digerakkan
2) Data Obyektif : klien tampak terbaring di tempak tidur, semua kebutuhan di Bantu oleh keluarga
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan neuromuskuler, kelemahan, hemiparese
3. Tujuan khusus
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 x 30 menit Pasien mendemonstrasikan mobilisasi aktif
Kriteria hasil :
- Tidak ada kontraktur atau foot drop
- Kontraksi otot membaik
- Mobilisasi bertahap tindakan keperawatan
4. SOP tindakan range of motion aktif dan pasif
LOGO
Tindakan keperawatan Range Of Motion (ROM) aktif dan pasif
No. Dokumen No.Revisi Halaman
STANDAR PELAYANAN KEPERAWATAN Tanggal Berlaku Ditetapkan di :........
Direktur
Pengertian latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif
Tujuan 1. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot.
2. Mempertrahankan fungsi jantung dan pernapasan
3. Mencegah kontraktur dan kekakuan pada sendi
Kebijakan 1. Ada program terapi dokter secara tertulis/ lesan
2. Kebijakan Direktur tentang pelaksanaan latihan ROM
3. Dilaksanakan oleh perawat
4. ada pedoman pelaksanaan latihan ROM
Prosedur 1. Cek program dokter
2. Beri salam, panggil klien dengan namanya, perkenalkan diri
3. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan
4. Beri kesempatan klien untuk bertanya
5. Menjaga privasi pasien
6. Mengatur hal-hal yang bisa menghalangi tindakan
7. Menganjurkan pasien untuk berbaring dalam posisi yang nyaman (bila mungkin sambil duduk dan berdiri)
8. Melakukan latihan dengan cara-cara sebagai berikut
a. LEHER
- Fleksi (45 0)
- Ekstensi (450)
- Hiperekstensi (100)
- Lateral fleksi (40-450)
- Rotasi (1800)
b. BAHU
- Fleksi (450)
- Ekstensi (450)
- Hiperekstensi (100)
- Abduksi (1800)
- Adduksi (1800)
- Internal rotasi (900)
- Eksternal rotasi (900)
- Circumduksi (3600)
c. SIKU
- Fleksi (450)
- Ekstensi (450)
d. TELAPAK TANGAN
- Supinasi (70-900)
- pronasi (70-900)
e. PERGELANGAN
- Fleksi (900)
- Ekstensi (900)
- Hiperekstensi (80-900)
- Abdduksi (300)
- Adduksi (30-500)
f. JARI-JEMARI
- Fleksi (900)
- Ekstensi (900)
- Hiperekstensi (30-600)
- Abdduksi (300)
- Adduksi (30-400)
g. IBUJARI
- Fleksi (900)
- Ekstensi (900)
- Abdduksi (300)
- Adduksi (300)
- Oposisi
h. PINGGUL
- Fleksi (90-1200)
- Ekstensi (90-1200)
- Hiperekstensi (30-500)
- Abdduksi (30-500)
- Adduksi (30-500)
- Internal rotasi (900)
- Eksternal rotasi (900)
- Sirkumduksi
i. LUTUT
- Fleksi (90-1300)
- Ekstensi (90-1300)
j. PERGELANGAN KAKI
- Dorsal Fleksi (200)
- Platar fleksi (45-500)
- Eversi (50)
- Inversi (50)
k. KAKI DAN JARI KAKI
- Fleksi (35-600)
- Ekstensi (35-600)
- Abdduksi (0-150)
- Adduksi (0-150
l. PINGGANG
- Fleksi (70-900)
- Ekstensi (70-900)
- Hiperekstensi (20-300)
- Fleksi lateral (350)
- Rotasi (30-450)
9. Mengkaji pengaruh latihan pada pasien
10. Mengatur posisi pasien dengan nyaman
11. Membenahi pakaian dan selimut
12. Lakukan kontrak selanjutnua
13. Cuci tangan
14. Dokumentasikan tindakan
Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
A. Orientasi
1. Salam terapeutik
Selamat sore bu . Perkenalkan, saya I wayan Darsana, tiang Mahasiswa Stikes Wira Medika PPNI Bali, tiang yang akan merawat bapak, hingga pukul 19.00, Nama Ibu siapa…?senang di panggil siapa?
2. Evaluasi / Validasi
Bagaimana perasaan bapak pagi ini?
3. Kontrak :
Topik : Saya akan mengajarkan metode latihan pergerakan sendi karena selama ibu dirawat sendi-sendi anggota gerak ibu tidak pernah digerakkan sehingga perlu dilakukan latihan secara bertahap agar tidak terjadi kekakuan
Waktu : Sekitar 30 menit.
Tempat : Ditempat ini.
B. Kerja (Langkah–langkah tindakan keperawatan)
- Sebelum saya memulainya apakah ada yang ingin ibu tanyakan ?
- Maaf bu untuk memudahkan latihan ini saya akan bantu ibu untuk mengatur posisi agar ibu merasa nyaman..apa ibu mau duduk atau berdiri? Duduk saja ya bu!
- Ibu relaks saja ya jangan tegang?
- Sebelum saya akan memulai latihan ini perlu saya jelaskan dahulu metode yang akan saya lakukan
- Ada 2 metode latihan yang akan saya ajarkan kepada ibu antara laian medote pasif dan aktif, dalam metode pasif nanti saya bantu ibu sepenuhnya, sedangkan metode aktif nanti ibu yang melakukan sendiri sedangkan saya hanya membimbing ibu
- Baiklah kita mulai dari kepala dulu..pertama tundukkan kepala dulu, kemudian kembali ke posisi semula, terus ibu menengadah, kemudian miringkan kepala ke kanan dan kekiri terakhir menghadap kekanan dan kekiri
- Selanjutnya gerakan bahu ya..bu, pertama naikkan bahu ke atas, kemudian kembali keposisi semula, terus tarik bahu ke belakang, kemudia tarik bahu menjauh dari tubuh dan terakhir tarik ke dalam.
- Sebelum dilanjutkan apakah ibu perlu istirahat dulu? Kalau tidak kita lanjutkan ya bu. Selanjutnya gerakan siku, pertama tarik siku mendekat ke tubuh selanjutnya tarik agak menjauh..ya begitu bagus bu..
- Kita lanjutkan latihan pada telapak tangan.. gerakkan telapak tangan mengadap keatas kemudian menghadap ke bawah lakukan masing-masing 3 kali bu..
- Selanjutnya gerakan pada pergelangan..gerakan pertama gerakan telapak tangan ke bawah dan keatas, selanjutnya gerakan setengah memututar bu, kemudian goyangkan telapak tangan ke dalam dan keluar
- Sebelum dilanjutnya apa ibu perlu istirahat?, kalau tidak kita lanjutkan latihan pada jari-jari..gerakannya sama seperti urutan gerakan pada telapak tangan bu..ibu masih ingat gerakannya??
- Nah selanjutnya kita lanjutkan gerakan untuk pinggul ya bu..pertama-tama kaki diangkat kemudian kemabali ke posisi semula, kemudian turun kebelakang, selanjtnya kaki ke samping, kemudiar gerakan memutar ke dalam dan keluar
- Selanjutnya latihan pada lutut..gerakannya lututnya ditekuk kemudian luruskan kembali..nah begitu saja latihan pada lutut
- Selanjutnya latihan pada pergelangan kaki..pertama-tama gerakannya adalah luruskan kaki ke depan kemudian kembali keposisi semula selanjutnya gerakan kekanan dan kekiri..nah bagus seperti itu bu
- Nah selanjutnya latihan kaki dan jari-jari kaki..bisa dimulai bu? Pertama gerakan ibu jari kaki ke bawah kemudian kembali keposisi semula selanjutnya gerakkan kekanan dan kekiri
- Nah yang terakhir gerakan pada pinggul.. pertama badan membungkuk, kemudian badan kembali ke posisi semula, kemudian ke belakang, miring dan terakhir menghadap ke samping.
Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi subyektif : setelah mengikuti latihan tadi bagaimana perasaaan bapak saat ini
Evaluasi obyektif : coba ibu ulangi salah satu gerakan pada kepala..ibu masih ingat
2. Tindakan lanjut : nanti ibu bisa lakukan sendiri gerakan tadi, bisa ibu lakukan
3. Kontrak
Bu...,karena tindakannya sudah selesai sekarang saya mau permisi dulu,saya ada dikamar sebelah dan ibu boleh memanggil saya kalau ada yang dibutuhkan.
Diagnosa medis : stroke non hemoragik
1. Kondisi klien
a. Alasan MRS
Mengeluh badan terasa lemah, tiba-tiba tidak sadarkan diri setelah sadar, klien merasakan tubuh bagian kiri (tangan dan kaki) tidak bisa digerakkan
b. TTV
RR : 28 x/mnt S : 36,5 ᵒC
Nadi : 84 x/mnt TD : 150/90 mmHg
c. Data fokus
1) Data Subyektif : pasien mengeluh kaki sebelah kiri masih lemah dan tidak bisa digerakkan
2) Data Obyektif : klien tampak terbaring di tempak tidur, semua kebutuhan di Bantu oleh keluarga
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan neuromuskuler, kelemahan, hemiparese
3. Tujuan khusus
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 x 30 menit Pasien mendemonstrasikan mobilisasi aktif
Kriteria hasil :
- Tidak ada kontraktur atau foot drop
- Kontraksi otot membaik
- Mobilisasi bertahap tindakan keperawatan
4. SOP tindakan range of motion aktif dan pasif
LOGO
Tindakan keperawatan Range Of Motion (ROM) aktif dan pasif
No. Dokumen No.Revisi Halaman
STANDAR PELAYANAN KEPERAWATAN Tanggal Berlaku Ditetapkan di :........
Direktur
Pengertian latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif
Tujuan 1. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot.
2. Mempertrahankan fungsi jantung dan pernapasan
3. Mencegah kontraktur dan kekakuan pada sendi
Kebijakan 1. Ada program terapi dokter secara tertulis/ lesan
2. Kebijakan Direktur tentang pelaksanaan latihan ROM
3. Dilaksanakan oleh perawat
4. ada pedoman pelaksanaan latihan ROM
Prosedur 1. Cek program dokter
2. Beri salam, panggil klien dengan namanya, perkenalkan diri
3. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan
4. Beri kesempatan klien untuk bertanya
5. Menjaga privasi pasien
6. Mengatur hal-hal yang bisa menghalangi tindakan
7. Menganjurkan pasien untuk berbaring dalam posisi yang nyaman (bila mungkin sambil duduk dan berdiri)
8. Melakukan latihan dengan cara-cara sebagai berikut
a. LEHER
- Fleksi (45 0)
- Ekstensi (450)
- Hiperekstensi (100)
- Lateral fleksi (40-450)
- Rotasi (1800)
b. BAHU
- Fleksi (450)
- Ekstensi (450)
- Hiperekstensi (100)
- Abduksi (1800)
- Adduksi (1800)
- Internal rotasi (900)
- Eksternal rotasi (900)
- Circumduksi (3600)
c. SIKU
- Fleksi (450)
- Ekstensi (450)
d. TELAPAK TANGAN
- Supinasi (70-900)
- pronasi (70-900)
e. PERGELANGAN
- Fleksi (900)
- Ekstensi (900)
- Hiperekstensi (80-900)
- Abdduksi (300)
- Adduksi (30-500)
f. JARI-JEMARI
- Fleksi (900)
- Ekstensi (900)
- Hiperekstensi (30-600)
- Abdduksi (300)
- Adduksi (30-400)
g. IBUJARI
- Fleksi (900)
- Ekstensi (900)
- Abdduksi (300)
- Adduksi (300)
- Oposisi
h. PINGGUL
- Fleksi (90-1200)
- Ekstensi (90-1200)
- Hiperekstensi (30-500)
- Abdduksi (30-500)
- Adduksi (30-500)
- Internal rotasi (900)
- Eksternal rotasi (900)
- Sirkumduksi
i. LUTUT
- Fleksi (90-1300)
- Ekstensi (90-1300)
j. PERGELANGAN KAKI
- Dorsal Fleksi (200)
- Platar fleksi (45-500)
- Eversi (50)
- Inversi (50)
k. KAKI DAN JARI KAKI
- Fleksi (35-600)
- Ekstensi (35-600)
- Abdduksi (0-150)
- Adduksi (0-150
l. PINGGANG
- Fleksi (70-900)
- Ekstensi (70-900)
- Hiperekstensi (20-300)
- Fleksi lateral (350)
- Rotasi (30-450)
9. Mengkaji pengaruh latihan pada pasien
10. Mengatur posisi pasien dengan nyaman
11. Membenahi pakaian dan selimut
12. Lakukan kontrak selanjutnua
13. Cuci tangan
14. Dokumentasikan tindakan
Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
A. Orientasi
1. Salam terapeutik
Selamat sore bu . Perkenalkan, saya I wayan Darsana, tiang Mahasiswa Stikes Wira Medika PPNI Bali, tiang yang akan merawat bapak, hingga pukul 19.00, Nama Ibu siapa…?senang di panggil siapa?
2. Evaluasi / Validasi
Bagaimana perasaan bapak pagi ini?
3. Kontrak :
Topik : Saya akan mengajarkan metode latihan pergerakan sendi karena selama ibu dirawat sendi-sendi anggota gerak ibu tidak pernah digerakkan sehingga perlu dilakukan latihan secara bertahap agar tidak terjadi kekakuan
Waktu : Sekitar 30 menit.
Tempat : Ditempat ini.
B. Kerja (Langkah–langkah tindakan keperawatan)
- Sebelum saya memulainya apakah ada yang ingin ibu tanyakan ?
- Maaf bu untuk memudahkan latihan ini saya akan bantu ibu untuk mengatur posisi agar ibu merasa nyaman..apa ibu mau duduk atau berdiri? Duduk saja ya bu!
- Ibu relaks saja ya jangan tegang?
- Sebelum saya akan memulai latihan ini perlu saya jelaskan dahulu metode yang akan saya lakukan
- Ada 2 metode latihan yang akan saya ajarkan kepada ibu antara laian medote pasif dan aktif, dalam metode pasif nanti saya bantu ibu sepenuhnya, sedangkan metode aktif nanti ibu yang melakukan sendiri sedangkan saya hanya membimbing ibu
- Baiklah kita mulai dari kepala dulu..pertama tundukkan kepala dulu, kemudian kembali ke posisi semula, terus ibu menengadah, kemudian miringkan kepala ke kanan dan kekiri terakhir menghadap kekanan dan kekiri
- Selanjutnya gerakan bahu ya..bu, pertama naikkan bahu ke atas, kemudian kembali keposisi semula, terus tarik bahu ke belakang, kemudia tarik bahu menjauh dari tubuh dan terakhir tarik ke dalam.
- Sebelum dilanjutkan apakah ibu perlu istirahat dulu? Kalau tidak kita lanjutkan ya bu. Selanjutnya gerakan siku, pertama tarik siku mendekat ke tubuh selanjutnya tarik agak menjauh..ya begitu bagus bu..
- Kita lanjutkan latihan pada telapak tangan.. gerakkan telapak tangan mengadap keatas kemudian menghadap ke bawah lakukan masing-masing 3 kali bu..
- Selanjutnya gerakan pada pergelangan..gerakan pertama gerakan telapak tangan ke bawah dan keatas, selanjutnya gerakan setengah memututar bu, kemudian goyangkan telapak tangan ke dalam dan keluar
- Sebelum dilanjutnya apa ibu perlu istirahat?, kalau tidak kita lanjutkan latihan pada jari-jari..gerakannya sama seperti urutan gerakan pada telapak tangan bu..ibu masih ingat gerakannya??
- Nah selanjutnya kita lanjutkan gerakan untuk pinggul ya bu..pertama-tama kaki diangkat kemudian kemabali ke posisi semula, kemudian turun kebelakang, selanjtnya kaki ke samping, kemudiar gerakan memutar ke dalam dan keluar
- Selanjutnya latihan pada lutut..gerakannya lututnya ditekuk kemudian luruskan kembali..nah begitu saja latihan pada lutut
- Selanjutnya latihan pada pergelangan kaki..pertama-tama gerakannya adalah luruskan kaki ke depan kemudian kembali keposisi semula selanjutnya gerakan kekanan dan kekiri..nah bagus seperti itu bu
- Nah selanjutnya latihan kaki dan jari-jari kaki..bisa dimulai bu? Pertama gerakan ibu jari kaki ke bawah kemudian kembali keposisi semula selanjutnya gerakkan kekanan dan kekiri
- Nah yang terakhir gerakan pada pinggul.. pertama badan membungkuk, kemudian badan kembali ke posisi semula, kemudian ke belakang, miring dan terakhir menghadap ke samping.
Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi subyektif : setelah mengikuti latihan tadi bagaimana perasaaan bapak saat ini
Evaluasi obyektif : coba ibu ulangi salah satu gerakan pada kepala..ibu masih ingat
2. Tindakan lanjut : nanti ibu bisa lakukan sendiri gerakan tadi, bisa ibu lakukan
3. Kontrak
Bu...,karena tindakannya sudah selesai sekarang saya mau permisi dulu,saya ada dikamar sebelah dan ibu boleh memanggil saya kalau ada yang dibutuhkan.
Pengaruh Deep Breathing exsercise Praoperatif Terhadap waktu pemulihan SpO2 pada pasien pasca anestesia inhalasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Paru–paru mempunyai fungsi utama untuk melakukan pertukaran gas, yaitu mengambil O2 dari udara luar dan mengeluarkan CO2 dari tubuh ke udara luar. Bilamana paru–paru berfungsi secara normal, tekanan parsial O2 dan CO2 didalam darah akan dipertahankan secara seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh (Amirullah, 1985). Proses pernapasan ini dapat dibagi dalam tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru. Proses ventilasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dan alveolus paru. Rangka thorak berfungsi sebagai pompa. Selama inspirasi volume thoraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot. Stadium kedua adalah transportasi yang meliputi: (1) difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan sel-sel jaringan; (2) distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus; dan (3) reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah. Stadium ketiga yaitu respirasi sel atau respirasi interna yang merupakan akhir dari respirasi yaitu saat zat-zat dioksidasi untuk mendapatkan energi dan CO2 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru. Selama pernafasan normal dan tenang, hampir semua kontraksi otot pernapasan hanya terjadi selama inspirasi, sedangkan ekspirasi adalah proses yang hampir seluruhnya pasif akibat elastisitas paru (elastic recoil) dan struktur rangka dada. Jadi, secara normal otot-otot pernapasan hanya bekerja untuk menimbulkan inspirasi dan bukan untuk ekspirasi. Pernapasan normal dapat dinilai dari beberapa parameter antara lain: frekwensi: 15-25 kali/menit pada orang dewasa, parameter ventilasi : PaCO2: 35-45 mmHg, parameter oksigenasi : PaO2 : 80-100 mmHg dan SpO2: 95-100% (committee on trauma, Advanced trauma life support student manual).
Anastesi inhalasi adalah anestesi yang diberikan melalui inhalasi jalan napas yang diberikan pada pasien-pasien yang menjalani operasi. Anestesi inhalasi dapat menyebabkan depresi pernapasan, melumpuhkan otot-otot pernapasan sehingga mengubah pola napas normal dan menghambat mekanisme pertukaran gas. Selama anastesia dapat terjadi takipnea atau apnoe, bronkospasme dan laringospasme. Depresi napas dapat terjadi karena, terjadinya peningkatan kejenuhan obat yang cepat pada pusat napas di medula oblongata. Disamping itu pada anestesia inhalasi dapat terjadi hipersekresi bronkus dan hipersalivasi yang menyebabkan jaringan mukosa dipenuhi oleh sekret berlebihan. Bila terjadi takipnea isi alun napas sangat menurun, ventilasi alveolar juga menurun sehingga menyebabkan asidosisi respiratorik (R. Sjamsu Hidayat, 2005). Hal ini juga bisa menyebabkan penurunan kadar SpO2 dan bahkan dapat terjadi gagal napas pasca operasi.
Latihan pernapasan merupakan tindakan keperawatan dalam penatalaksanaan pasien dengan gangguan pernapasan maupun mempersiapkan pasien yang akan menjalani operasi untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat pemakaian obat-obat anestesi, termasuk didalamnya adalah latihan pernapasan Deep Breathing Exercise. Metode ini diharapkan terjadi peningkatan aliran ekspirasi maksimum (Peterson, 1998 dalam Judyanto, 2004) pada pasien pasca anastesia inhalasi, mempercepat hilangnya efek anestesi dan fungsi pernapasan pasien kembali normal yang salah satu parameternya dapat diukur dengan pengukuran saturasi oksigen (SpO2) dengan memakai alat pulse oksimetry.
Tujuan dari Deep Breathing exsercise ini adalah: (1) memperkuat otot-otot pernapasan, sehingga meningkatkan ventilasi paru dengan mengempis dan mengembangkan paru secara berganti-ganti yang kemudian meningkatkan dan penurunan tekanan dalam alveolus, (2) mengatur frekwensi dan pola napas, (3) memperbaiki fungsi diafragma, (4) memperbaiki mobilitas sangkar toraks, dan (5) mengatur dan mengkoordinir kecepatan pernapasan sehingga bernapas lebih efektif dan mengurangi kerja pernapasan.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Paru–paru mempunyai fungsi utama untuk melakukan pertukaran gas, yaitu mengambil O2 dari udara luar dan mengeluarkan CO2 dari tubuh ke udara luar. Bilamana paru–paru berfungsi secara normal, tekanan parsial O2 dan CO2 didalam darah akan dipertahankan secara seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh (Amirullah, 1985). Proses pernapasan ini dapat dibagi dalam tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru. Proses ventilasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dan alveolus paru. Rangka thorak berfungsi sebagai pompa. Selama inspirasi volume thoraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot. Stadium kedua adalah transportasi yang meliputi: (1) difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan sel-sel jaringan; (2) distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus; dan (3) reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah. Stadium ketiga yaitu respirasi sel atau respirasi interna yang merupakan akhir dari respirasi yaitu saat zat-zat dioksidasi untuk mendapatkan energi dan CO2 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru. Selama pernafasan normal dan tenang, hampir semua kontraksi otot pernapasan hanya terjadi selama inspirasi, sedangkan ekspirasi adalah proses yang hampir seluruhnya pasif akibat elastisitas paru (elastic recoil) dan struktur rangka dada. Jadi, secara normal otot-otot pernapasan hanya bekerja untuk menimbulkan inspirasi dan bukan untuk ekspirasi. Pernapasan normal dapat dinilai dari beberapa parameter antara lain: frekwensi: 15-25 kali/menit pada orang dewasa, parameter ventilasi : PaCO2: 35-45 mmHg, parameter oksigenasi : PaO2 : 80-100 mmHg dan SpO2: 95-100% (committee on trauma, Advanced trauma life support student manual).
Anastesi inhalasi adalah anestesi yang diberikan melalui inhalasi jalan napas yang diberikan pada pasien-pasien yang menjalani operasi. Anestesi inhalasi dapat menyebabkan depresi pernapasan, melumpuhkan otot-otot pernapasan sehingga mengubah pola napas normal dan menghambat mekanisme pertukaran gas. Selama anastesia dapat terjadi takipnea atau apnoe, bronkospasme dan laringospasme. Depresi napas dapat terjadi karena, terjadinya peningkatan kejenuhan obat yang cepat pada pusat napas di medula oblongata. Disamping itu pada anestesia inhalasi dapat terjadi hipersekresi bronkus dan hipersalivasi yang menyebabkan jaringan mukosa dipenuhi oleh sekret berlebihan. Bila terjadi takipnea isi alun napas sangat menurun, ventilasi alveolar juga menurun sehingga menyebabkan asidosisi respiratorik (R. Sjamsu Hidayat, 2005). Hal ini juga bisa menyebabkan penurunan kadar SpO2 dan bahkan dapat terjadi gagal napas pasca operasi.
Latihan pernapasan merupakan tindakan keperawatan dalam penatalaksanaan pasien dengan gangguan pernapasan maupun mempersiapkan pasien yang akan menjalani operasi untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat pemakaian obat-obat anestesi, termasuk didalamnya adalah latihan pernapasan Deep Breathing Exercise. Metode ini diharapkan terjadi peningkatan aliran ekspirasi maksimum (Peterson, 1998 dalam Judyanto, 2004) pada pasien pasca anastesia inhalasi, mempercepat hilangnya efek anestesi dan fungsi pernapasan pasien kembali normal yang salah satu parameternya dapat diukur dengan pengukuran saturasi oksigen (SpO2) dengan memakai alat pulse oksimetry.
Tujuan dari Deep Breathing exsercise ini adalah: (1) memperkuat otot-otot pernapasan, sehingga meningkatkan ventilasi paru dengan mengempis dan mengembangkan paru secara berganti-ganti yang kemudian meningkatkan dan penurunan tekanan dalam alveolus, (2) mengatur frekwensi dan pola napas, (3) memperbaiki fungsi diafragma, (4) memperbaiki mobilitas sangkar toraks, dan (5) mengatur dan mengkoordinir kecepatan pernapasan sehingga bernapas lebih efektif dan mengurangi kerja pernapasan.
hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien angina pektoris.
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskuler saat ini menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan secara berkala oleh Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskuler memberikan kontribusi sebesar 19,8% dari seluruh sebab kematian pada tahun 1993 dan meningkat menjadi 24,4% pada tahun 1998 (Kalim,2004) Sejalan dengan Kalim, 2004 federasi jantung sedunia (World Heart Federation / WHF ) memperkirakan penyakit kardiovaskuler akan menjadi penyebab utama kematian di Asia pada tahun 2010.
Sesuai dengan pendapat WHF, Rilantono ( 1999 ) menyatakan diantara penyakit kardiovaskuler angina pektoris adalah salah satu penyakit jantung yang sering menimbulkan kematian mendadak. Penderita Angina pektoris sering disertai kecemasan dan serangan angina merupakan stresor yang menyebabkan klien merasa takut mati. Serangan angina merupakan stresor atau suatu ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis dan menurunnya kapasitas untuk melakukan kehidupan sehari-hari (Stuart & Sundeen,1998).
Kecemasan pada penderita angina pektoris perlu mendapat perhatian serius karena kecemasan berdampak pada proses penyembuhan pasien. Kecemasan akan meningkatkan pelepasan efinefrin yang berakibat pada kontriksi vaskuler pada arteri koronaria sehingga akan menambah beban jantung untuk mensuplai darah ke miokard. Kecemasan merangsang pelepasan Renin angiotensin, aldosteron dan cortisol yang mengakibatkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah sehingga mengurangi suplai darah ke miokard. Kecemasan dapat merangsang melalui serangkaian aksi yang diperantarai oleh HPA-axis (Hipotalamus, Pituitari dan Adrenal). Stress akan merangsang hipotalamus untuk meningkatkan produksi CRF (Corticotropin Releasing Factor). CRF ini selanjutnya akan merangsang kelenjar pituitari anterior untuk meningkatkan produksi ACTH (Adreno Cortico Tropin Hormon. Hormon ini yang akan merangsang kortek adrenal untuk meningkatkan sekresi kortisol. Kortisol inilah yang selanjutnya akan menekan sistem imun tubuh sehingga memperberat kondisi klien (Guyton & Hall. 1999 )
Dari pengamatan dan wawancara dengan pasien di Ruang ICCU RSUP Sanglah banyak ditemui fenomena pasien angina pektoris yang mengalami kecemasan. Kecemasan tersebut bervariasi dari kecemasan ringan sampai kecemasan berat. Kecemasan yang dialami pasien mempunyai beberapa alasan diantaranya : cemas akibat nyeri, cemas akibat kondisi penyakitnya, cemas jika penyakitnya tidak bisa sembuh, cemas dan takut akan kematian, cemas dengan ruang perawatan yang terdapat bermacam-macam alat yang mengelilinginya dan cemas di ruangan tanpa didampingi keluarga. Terkadang kecemasan dapat terlihat dalam bentuk lain, seperti sering bertanya tentang penyakitnya berulang-ulang meskipun sudah dijawab, sulit tidur dan tidak bergaerah saat makan.
Insiden penyakit jantung khususnya angina pektoris di Ruang ICCU RSUP Sanglah dari tahun ketahun sangat bervariasi seperti ditampilkan pada tabel :
Tabel 1 Jumlah pasien Angina Pektoris di Ruang ICCU RSUP Sanglah tahun 2006 s/d tahun 2008
No Tahun Jumlah pasien
1 2006 185 orang
2 2007 217 orang
3 2008 225 orang
Sumber : Catatan medis ruang ICCU RSUP Sanglah
Meningkatnya jumlah pasien angina pektoris dari tahun ke tahun memungkinkan meningkatnya jumlah pasien yang mengalami kecemasan.
Peran perawat sangat penting dalam upaya penanggulangan kecemasan dan berupaya agar pasien tidak merasa cemas melalui asuhan keperawatan komprehensif secara biopsikososialspiritual. Penanganan kecemasan selain dilakukan oleh perawat juga dilakukan oleh dokter dengan farmakoterapi seperti pemberian obat Diazepam 5 mg dapat diberikan sampai tiga kali sehari. Pemberian asuhan keperawatan dan terapi saja ternyata tidak cukup, tetapi peran keluarga untuk memberikan dukungan sosial merupakan kunci utama. Kuntjoro (2002) memberi contoh nyata yang paling sering kita lihat dan alami adalah bila ada seseorang yang sakit dan terpaksa dirawat dirumah sakit, maka sanak saudara ataupun teman-teman biasanya datang berkunjung. Dengan kunjungan tersebut maka orang yang sakit tentu merasa mendapat dukungan sosial.
Dukungan sosial ( Social support ) didefinisikan oleh Gottlieb (dalam Kuntjoro 2002) sebagai informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Pendapat senada dikemukakan juga oleh Sarason (dalam Kuntjoro 2002) yang mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan menghargai dan menyayangi kita. Dalam hal ini pasien dengan angina pektoris yang memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapatkan saran atau kesan yang menyenangkan Kurangnya perhatian dan dukungan dari lingkungan sosial dapat menimbulkan konflik atau keguncangan atau kecemasan sehingga mempengaruhi proses penyembuhan pasien dan juga mempengaruhi lamanya pengobatan.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dukungan sosial terhadap pasien angina pektoris sangat diperlukan dalam menjalani perawatan di ruang intensif. Dukungan sosial sangat diperlukan dalam mengatasi berbagai masalah psikologis yang terjadi. Jika dukungan sosial terhadap pasien angina pektoris sesuai dengan harapan maka permasalahan psikologis seperti halnya kecemasan akan dapat dikurangi atau dicegah. Untuk meyakinkan hal tersebut dibutuhkan penelitian untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat kecemasan pada pasien angina pektoris yang dirawat di ruang ICCU RSUP Sanglah
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dibuat suatu rumusan masalah sebagai berikut :
“ Apakah ada Hubungan antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Angina Pektoris di Ruang ICCU RSUP Sanglah Denpasar ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien angina pektoris.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi dukungan sosial keluarga terhadap pasien angina pektoris di ruang ICCU RSUP Sanglah Denpasar.
b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pada pasien angina pektoris di ruang ICCU RSUP Sanglah Denpasar.
c. Menganalisis hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien angina pektoris diruang ICCU RSUP Sanglah Denpasar.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat secara teoritis.
Manfaat secara teoritis dari penelitian ini yaitu dapat digunakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dibidang keperawatan kardiovaskuler khususnya pada masalah hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien angina pektoris dan dapat digunakan sebagai referensi untuk melaksanakan penelitian selanjutnya dengan lebih sempurna.
2. Manfaat Secara Praktis
Dengan mengetahui hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien angina pektoris maka dapat dilaksanakan suatu penanganan terhadap respon pasien tersebut dalam memberikan KIE ( komonikasi, informasi, edukasi ) sehingga proses penyembuhan pasien berjalan dengan optimal. Dalam hal ini dukungan sosial juga dapat diberikan oleh keluarga pasien untuk mendampinginya pada saat-saat tertentu dengan tetap memperhatikan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pihak rumah sakit.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskuler saat ini menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan secara berkala oleh Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskuler memberikan kontribusi sebesar 19,8% dari seluruh sebab kematian pada tahun 1993 dan meningkat menjadi 24,4% pada tahun 1998 (Kalim,2004) Sejalan dengan Kalim, 2004 federasi jantung sedunia (World Heart Federation / WHF ) memperkirakan penyakit kardiovaskuler akan menjadi penyebab utama kematian di Asia pada tahun 2010.
Sesuai dengan pendapat WHF, Rilantono ( 1999 ) menyatakan diantara penyakit kardiovaskuler angina pektoris adalah salah satu penyakit jantung yang sering menimbulkan kematian mendadak. Penderita Angina pektoris sering disertai kecemasan dan serangan angina merupakan stresor yang menyebabkan klien merasa takut mati. Serangan angina merupakan stresor atau suatu ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis dan menurunnya kapasitas untuk melakukan kehidupan sehari-hari (Stuart & Sundeen,1998).
Kecemasan pada penderita angina pektoris perlu mendapat perhatian serius karena kecemasan berdampak pada proses penyembuhan pasien. Kecemasan akan meningkatkan pelepasan efinefrin yang berakibat pada kontriksi vaskuler pada arteri koronaria sehingga akan menambah beban jantung untuk mensuplai darah ke miokard. Kecemasan merangsang pelepasan Renin angiotensin, aldosteron dan cortisol yang mengakibatkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah sehingga mengurangi suplai darah ke miokard. Kecemasan dapat merangsang melalui serangkaian aksi yang diperantarai oleh HPA-axis (Hipotalamus, Pituitari dan Adrenal). Stress akan merangsang hipotalamus untuk meningkatkan produksi CRF (Corticotropin Releasing Factor). CRF ini selanjutnya akan merangsang kelenjar pituitari anterior untuk meningkatkan produksi ACTH (Adreno Cortico Tropin Hormon. Hormon ini yang akan merangsang kortek adrenal untuk meningkatkan sekresi kortisol. Kortisol inilah yang selanjutnya akan menekan sistem imun tubuh sehingga memperberat kondisi klien (Guyton & Hall. 1999 )
Dari pengamatan dan wawancara dengan pasien di Ruang ICCU RSUP Sanglah banyak ditemui fenomena pasien angina pektoris yang mengalami kecemasan. Kecemasan tersebut bervariasi dari kecemasan ringan sampai kecemasan berat. Kecemasan yang dialami pasien mempunyai beberapa alasan diantaranya : cemas akibat nyeri, cemas akibat kondisi penyakitnya, cemas jika penyakitnya tidak bisa sembuh, cemas dan takut akan kematian, cemas dengan ruang perawatan yang terdapat bermacam-macam alat yang mengelilinginya dan cemas di ruangan tanpa didampingi keluarga. Terkadang kecemasan dapat terlihat dalam bentuk lain, seperti sering bertanya tentang penyakitnya berulang-ulang meskipun sudah dijawab, sulit tidur dan tidak bergaerah saat makan.
Insiden penyakit jantung khususnya angina pektoris di Ruang ICCU RSUP Sanglah dari tahun ketahun sangat bervariasi seperti ditampilkan pada tabel :
Tabel 1 Jumlah pasien Angina Pektoris di Ruang ICCU RSUP Sanglah tahun 2006 s/d tahun 2008
No Tahun Jumlah pasien
1 2006 185 orang
2 2007 217 orang
3 2008 225 orang
Sumber : Catatan medis ruang ICCU RSUP Sanglah
Meningkatnya jumlah pasien angina pektoris dari tahun ke tahun memungkinkan meningkatnya jumlah pasien yang mengalami kecemasan.
Peran perawat sangat penting dalam upaya penanggulangan kecemasan dan berupaya agar pasien tidak merasa cemas melalui asuhan keperawatan komprehensif secara biopsikososialspiritual. Penanganan kecemasan selain dilakukan oleh perawat juga dilakukan oleh dokter dengan farmakoterapi seperti pemberian obat Diazepam 5 mg dapat diberikan sampai tiga kali sehari. Pemberian asuhan keperawatan dan terapi saja ternyata tidak cukup, tetapi peran keluarga untuk memberikan dukungan sosial merupakan kunci utama. Kuntjoro (2002) memberi contoh nyata yang paling sering kita lihat dan alami adalah bila ada seseorang yang sakit dan terpaksa dirawat dirumah sakit, maka sanak saudara ataupun teman-teman biasanya datang berkunjung. Dengan kunjungan tersebut maka orang yang sakit tentu merasa mendapat dukungan sosial.
Dukungan sosial ( Social support ) didefinisikan oleh Gottlieb (dalam Kuntjoro 2002) sebagai informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Pendapat senada dikemukakan juga oleh Sarason (dalam Kuntjoro 2002) yang mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan menghargai dan menyayangi kita. Dalam hal ini pasien dengan angina pektoris yang memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapatkan saran atau kesan yang menyenangkan Kurangnya perhatian dan dukungan dari lingkungan sosial dapat menimbulkan konflik atau keguncangan atau kecemasan sehingga mempengaruhi proses penyembuhan pasien dan juga mempengaruhi lamanya pengobatan.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dukungan sosial terhadap pasien angina pektoris sangat diperlukan dalam menjalani perawatan di ruang intensif. Dukungan sosial sangat diperlukan dalam mengatasi berbagai masalah psikologis yang terjadi. Jika dukungan sosial terhadap pasien angina pektoris sesuai dengan harapan maka permasalahan psikologis seperti halnya kecemasan akan dapat dikurangi atau dicegah. Untuk meyakinkan hal tersebut dibutuhkan penelitian untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat kecemasan pada pasien angina pektoris yang dirawat di ruang ICCU RSUP Sanglah
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dibuat suatu rumusan masalah sebagai berikut :
“ Apakah ada Hubungan antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Angina Pektoris di Ruang ICCU RSUP Sanglah Denpasar ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien angina pektoris.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi dukungan sosial keluarga terhadap pasien angina pektoris di ruang ICCU RSUP Sanglah Denpasar.
b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pada pasien angina pektoris di ruang ICCU RSUP Sanglah Denpasar.
c. Menganalisis hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien angina pektoris diruang ICCU RSUP Sanglah Denpasar.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat secara teoritis.
Manfaat secara teoritis dari penelitian ini yaitu dapat digunakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dibidang keperawatan kardiovaskuler khususnya pada masalah hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien angina pektoris dan dapat digunakan sebagai referensi untuk melaksanakan penelitian selanjutnya dengan lebih sempurna.
2. Manfaat Secara Praktis
Dengan mengetahui hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien angina pektoris maka dapat dilaksanakan suatu penanganan terhadap respon pasien tersebut dalam memberikan KIE ( komonikasi, informasi, edukasi ) sehingga proses penyembuhan pasien berjalan dengan optimal. Dalam hal ini dukungan sosial juga dapat diberikan oleh keluarga pasien untuk mendampinginya pada saat-saat tertentu dengan tetap memperhatikan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pihak rumah sakit.