1. Kondisi pasien
a. Alasan MRS
Pasien mengeluh tidak bisa makan sejak empat hari yang lalu, mual disertai dengan muntah.
b. TTV
RR : 18 x/menit Suhu : 36,5 oC
Nadi : 76 x/menit TD : 100/70 mmHg
c. Data focus
Data subjektif
- Mengeluh merasa lemah
- Tidak bsa menelan makanan
- Mengeluh mual setiap melihat makanan
Data obyektif
- Muntahan terlihat berwarna kekuningan
- Berbau asam
- Pasien tampak lemas
2. Diagnose Keperawatan
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan asupan oral, mual, muntah ditandai dengan pasien mengeluh tidak bisa menelan makanan,pasien tampak lemas.
3. Tujuan
Pasien mendapatkan asupan nutrisi harian sesuai dengan kebutuhan metabolik.
4. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaboratif dalam pemasangan NGT ( SOP terlampir).
STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Tahap Orientasi
Selamat pagi pak…. Bagaimana keadaan bapak pagi ini, perkenalan nama saya wayan, pagi ini saya akan membantu bapak untuk pemasangan selang lambung. Selang lambung ini akan saya masukkan ke lambung bapak melalui hidung dengan tujuan memasukan makanan dan minuman untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum bapak, lama perasat ini dilakuka kurang lebih selama 15 menit. Saya mohon kejasamanya ya pak agar tindakan ini bisa berjalan dengan lancar sehingga kebutuhan makan dan minum bapak juga cepet terpenuhi dan bapak cepat sembuh.
2. Tahap kerja
- Sebelum saya memulainya apakah ada yang ingin bapak tanyakan ?
- Maaf ya pak untuk memudahkan tindakan ini saya akan bantu bapak untuk mengatur posisi yang tepat dimana bapak tidur dengan kepala agak lebih tinggi sehingga saya dapat dengan mudah memasukkan selangnya. Nah cukup ….pak!, Meskipun saya tadi sudah mencuci tangan diluar saya juga perlu memakai sarung tangan.Sebelum saya memasukkan selang, saya akan mengukur terlebih dahulu seberapa panjang selang yang harus dimasukkan, kemudian saat saya masukkan selang, kalau misalnya bapak merasa tidak enak pada saat saya memasukkan selang nantinya bapak bisa mengangkat tangan sebagai tanda, saat selang dimasukkan bapak juga bisa sambil menelan dan bernafas melalui mulut.Nah bapak sudah mengertikan?
- Nah pak alatnya sudah siap bisa kita mulai pak tindakannya? bagian mana dari hidung bapak yang bisa dimasukkan selang,kiri atau kanan? kalau begitu saya akan mulai dengan mengukurkan selangnya dulu, selang saya beri jelly atau pelumas dulu agar bapak tidak merasakan sakit dan selang menjadi licin sehingga mudah memasukannya.
- Tolong dagu bapak agak dinaikkan sehingga saya dapat dengan mudah memasukkan selang.
- Nah selangnya sekarang sudah masuk sampai batas yang telah ditentukan , selanjutnya saya akan mengetes apakah selang benar-benar sudah masuk kelambung……, ya sudah pak…., Saya akan beri plester selangnya agar tidak muda lepas, pada bagian pipi yang mana pak ?
3. Tahap Terminasi
S : pasien mengatakan kurang nyaman tetapi masih bisa bernafas melalui hidung
O : selang dapat terpasang dengan baik ,tidak ada pendarahan
- Terima kasih ya bu atas kerjasamanya, bapak telah banyak menbantu saya sehingga saya dapat bekerja dengan tenang.
- Tolong selangnya jangan ditarik ya pak dan jepitan pada selang ini jangan dibuka.
4.Kontrak yang akan datang
Bu...,karena tindakannya sudah selesai sekarang saya mau permisi dulu dan pada saat makan siang nanti saya akan kembali lagi untuk memberikan bapak makan melalui selang ini,saya ada dikamar sebelah dan bapak boleh memanggil saya kalau ada yang dibutuhkan.
REKOMENDASI
-Sebelum difiksasi NGT tidak boleh dilepas
-Insersi NGT dengan pinset
-Fiksasi dimulai dan diakhiri dibatang hidung
06 April 2009
LBM SYOK HIVOPOLEMIK
LATAR BELAKANG MASALAH (LBM) 2
Seorang laki – laki berusia 30 tahun, dengan berlumuran darah dibawa ke unit gawat darurat dalam keadaan tidak sadar, akibat kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan pengkajian yang dilakukan oleh perawat didapat luka terbuka pada daerah kepala dan femur. Kulit tubuh pasien teraba dingin, frekuensi nafas cepat dan dalam, perdarahan masih tampak keluar dari luka di kepala , femur dan wajah ,pasien dinyatakan dalam kondisi tidak stabil
Tugas Mahasiswa
Membuat sebanyak mungkin pertanyaan yang mungkin timbul setelah membaca LBM di atas.
1. Apa penyebab pasien berlumuran darah ?
2. Seberapa parah penderitaan pasien hingga dibawa keunit gawat darurat ?
3. Apa yang menyebabkan pasien tidak sadar ?
4. Seberapa luas lukapsien dikepala, dan femur ny ?
5. Mengapa kulit tubuh pasien teraba dingin?
6. Apayang menyhebabkan frekuensiu nafas pasien cepatdan dalam?
7. Apa dasarnya /gejala yang menyertai menyetakan pasien dalam kondisi tidak stabil ?
PERTANYAAN TEORITIS MINIMAL DAN ALTERNATIF JAWABAN
Isikan pertanyaan yang diusulkan beserta alternatif jawabanya
1. Bagaimana mengklasifikasikan syok untuk memudahkan memberikan penanganan ?
Klasifikasi Syock :
a. Syock hipoveolenik
b. Syock distributif (berubahnya tonusvaskuler akibat neurohormonal)
c. Syock kardiogenik (kegagalan pompa jantung)
d. Syock septik
e. Syock obstruktif (obstuksi persision dan jalan keluar jantung)
2. Bagaimana mekanisme syok ( Akibat kecelakaan lalulintas ) disertai dengan perdarahan ?
Stadium Syock
a. Kompensasi :
Komposisi tubuh dengan meningkatkan reflek syarpatis yaitu meningkatnya resistensi sistemik dimana hanya terjadi detruksi selektif pada organ penting. TD sistokis normal, dioshalik meningkat akibat resistensi arterial sistemik disamping TN terjadi peningkatan skresi vaseprsin dan aktivasi sistem RAA. menitestasi khusus talekicad, gaduh gelisah, kulit pucat, kapir retil > 2 dok.
b. Dekompensasi
Mekanisme komposisi mulai gagal, cadiac sulfat made kuat perfusi jaringan memburuk, terjadilah metabolisme anaerob. karena asam laktat menumpuk terjadilah asidisif yang bertambah berat dengan terbentuknya asan karbonat intrasel. Hal ini menghambat kontraklilitas jantung yang terlanjur pada mekanisme energi pompa Na+K di tingkat sel. pada syock juga terjadi pelepasan histamin akibat adanya smesvar namun bila syock berlanjut akan memperburuk keadaan, dimana terjadi vasodilatasi disfori & peningkatan permeabilitas kapiler sehingga volume venous return berkurang yang terjadi timbulnya depresi miocard.
Maniftrasi klinis : TD menurun, porfsi teriter buruk olyserci, asidosis, napas kusmaul.
c. Irreversibel
Gagal kompensasi berlanjut dengan kuratian sel dan disfungsi sistem nultragon, cadangan ATP di keper dan jantung habis (sintesa baru 2 jam). terakhir kematian walausirkulasi dapat pulih manifestasi klinis : TD taktenkur, nadi tak teraba, kesadaran (koma), anuria.
3. Bagaimana penanganan syok hipovolemik?
Target utama, pengelolaan syock adalah mencukupi penyediaan oksigen oleh darah, untuk jantung (oksigen deliverip)
a. Oksigenasi adekuat, hindari hyroksemia.
Tujuan utama meningkatkan kandungan oksigen arteri (CaO2) dengan mempertahankan saturasi oksigen (SaO2) 98 – 100 % dengan cara :
1. Membebaskan jalan nafas.
2. Oksigenasi adekuat, pertahankan pada > 65 = 7 mmHg.
3. Kurangi rasa sakit & auxietas.
b. Suport cadiovaskuler sistem.
1. Therapi cairan untuk meningkatkan preload
pasang akses vaskuler secepatnya.
resusitasi awal volume di berikan 10 – 30 ml/Kg BB cairan kastolord atau kalois secepatnya (< 20 menit). dapat diulang 2 – 3 kali sampai tekanan darah dan perfusi perifer baik.Menurut konsesus Asia Afrika I (1997).
1). cairan kaloid lebih dianjurkan sebagai therapi intiab yang dianjurkan kaloid atau kristoloid.
2). therapi dopaadv berdasarkan respon klinis, perfusi perifer, cup, mep sesuai unsur.
2. Obat-obatan inetropik untuk mengobati disretmia, perbaikan kontraklitas jantung tanpa menambah konsumsi oksigen miocard.
1). Dopevin (10 Kg/Kg/mut) meningkatkan vasokmstrokuta.
2). Epineprin : Meningkat tekanan perfusi myocard.
3). Novepheriphin : mengkatkan tekanan perfusi miocard.
4). Dobtanine : meningkatkan cardiak output.
5). Amiodarone : meningkatkan kontraklitas miocard, luas jantung, menurunkan tekanan pembuluh darah sitemik.
TIU DAN TPK MINIMAL
1. Memahami pengertian tentang unsur-unsur cairan tubuh dan regulasi
a. Menjelaskan tentang jumlah cairan tubuh
b. Menjelaskan cairan intraseluler (CIS) dan cairan ekstraseluler (CES)
c. Menjelaskan akibat-akibat yang dapat terjadi karena kekurangan cairan tubuh
d. Menjelaskan gejala-gejala yang dapat timbul akibat kekurangan cairan tubuh
e. Mekanisme dasar pengukuran volume cairan
f. Prinsip dasar keseimbangan CIS dan CES
2. Memahami tentang hemodinamik
a. Menjelaskan yang dimaksud dengan hemodinamik
b. Menjelaskan macam-macam dan jenis hemodinamik
c. Menjelaskan cara pengukuran dan pemantauan hemodinamik
d. Menjelaskan batas-batas normal hemodinamik
e. Menjelaskan akibat-akibat yang terjadi bila hemodinamik diluar batas normal
f. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya hemodinamik
g. Menyebutkan alat alat yang dipakai untuk mengukur hemodinamik
3. Memahami tentang syok
a. Menjelaskan definisi syok
b. Menjelaskan patofisiologik syok
c. Membandingkan tanda-tanda klinik dari tiap tahapan syok
d. Menggambarkan kerusakan organ yang dapat terjadi pada saat syok
e. Membandingkan penyebab, patofisiologi, serta tanda dan gejala :
1) Syok hipovolemik
2) Syok kardiogenik
3) Syok septik
4) Syok neurologik
5) Syok anafilaktik
4. Memahami penatalaksanaan keperawatan syok
a. Menjelaskan penatalaksanaan pada pasien syok secara umum
b. Memahami proses keperawatan pada syok hipovolemik
1) Menetapkan pengkajian yang harus dilakukan pada pasien syok hipovolemik
2) Menyebutkan diagnosa keperawatan/masalah kolaborasi yang mungkin muncul pada pasien dengan syok hipovolemik
3) Menyebutkan rencana keperawatan pada pasien syok hipovolemik
• Tujuan
• Kriteria hasil
• Intervensi
• Rasional
1. Memahami pengertian tentang unsur-unsur cairan tubuh dan regulasi
a. Menjelaskan tentang jumlah cairan tubuh
b. Menjelaskan cairan intraseluler (CIS) dan cairan ekstraseluler (CES)
c. Menjelaskan akibat-akibat yang dapat terjadi karena kekurangan cairan tubuh
d. Menjelaskan gejala-gejala yang dapat timbul akibat kekurangan cairan tubuh
e. Mekanisme dasar pengukuran volume cairan
f. Prinsip dasar keseimbangan CIS dan CES
Tubuh sebagian besar terdiri dari air. Air dan zat-zat yang terkandung didalamnya yang terdapat didalam tubuh disebut juga cairan tubuh berfungsi menjadi pengangkut zat makanan ke seluruh sel tubuh dan mengeluarkan bahan sisa dari hasil metabolisme sel untuk menunjang berlangsungnya kehidupan. Jumlah cairan tubuh berbeda-beda tergantung dari usia, jenis kelamin, dan banyak atau sedikitnya lemak tubuh.
Tubuh kita terdiri atas 60 % air, sementara 40 % sisanya merupakan zat padat seperti protein, lemak, dan mineral. Proporsi cairan tubuh menurun dengan pertambahan usia, dan pada wanita lebih rendah dibandingkan pria karena wanita memiliki lebih banyak lemak disbanding pria, dan lemak mengandung sedikit air. Sementara neonatus atau bayi sangat rentan terhadap kehilangan air karena memiliki kandungan air yang paling tinggi dibandingkan dengan dewasa. Kandungan air pada bayi lahir sekitar 75 % berat badan, usia 1 bulan 65 %, dewasa pria 60 %, dan wanita 50 %.
Zat-zat yang terkandung dalam cairan tubuh antara lain adalah air, elektrolit, trace element, vitamin, dan nutrien-nutrien lain seperti protein, karbohidrat, dan lemak. Dengan makan dan minum maka tubuh kita akan tercukupi akan kebutuhan nutrient-nutrien tersebut.
Air dan elektrolit yang masuk ke dalam tubuh akan dikeluarkan dalam waktu 24 jam dengan jumlah yang kira-kira sama melalui urin, feses, keringat, dan pernafasan. Tubuh kita memiliki kemampuan untuk mempertahankan atau memelihara keseimbangan ini yang dikenal dengan homeostasis.
Namum demikian, terapi cairan parenteral dibutuhkan jika asupan melalui oral tidak memadai atau tidak dapat mencukupi. Sebagai contoh pada pasien koma, anoreksia berat, perdarahan banyak, syokhipovolemik , mual muntah yang hebat, atau pada keadaan dimana pasien harus puasa lama karena akan dilakukan pembedahan. Selain itu dalam keadaan tertentu, terapi cairan dapat digunakan sebagai tambahan untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau untuk menjaga keseimbangan asam-basa
Cairan tubuh menempati kompartmen intrasel dan ekstrasel. 2/3 bagian dari cairan tubuh berada di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan 1/3 bagian berada di luar sel (cairan ekstrasel/CES). CES dibagi cairan intravaskuler atau plasma darah yang meliputi 20% CES atau 15% dari total berat badan; dan cairan intersisial yang mencapai 80% CES atau 5% dari total berat badan. Selain kedua kompatmen tersebut, ada kompartmen lain yang ditempati oleh cairan tubuh, yaitu cairan transel. Namun volumenya diabaikan karena kecil, yaitu cairan sendi, cairan otak, cairan perikard, liur pencernaan, dll. Ion Na+ dan Cl- terutama terdapat pada cairan ektrasel, sedangkan ion K+ di cairan intrasel. Anion protein tidak tampak dalam cairan intersisial karena jumlahnya paling sedikit dibandingkan dengan intrasel dan plasma.
Perbedaan komposisi cairan tubuh berbagai kompartmen terjadi karena adanya barier yang memisahkan mereka. Membran sel memisahkan cairan intrasel dengan cairan intersisial, sedangkan dinding kapiler memisahkan cairan intersisial dengan plasma. Dalam keadaan normal, terjadi keseimbangan susunan dan volume cairan antar kompartmen. Bila terjadi perubahan konsentrasi atau tekanan di salah satu kompartmen, maka akan terjadi perpindahan cairan atau ion antar kompartemen sehingga terjadi keseimbangan kembali.
Perpindahan Substansi Antar Kompartmen
Setiap kompartmen dipisahkan oleh barier atau membran yang membatasi mereka. Setiap zat yang akan pindah harus dapat menembus barier atau membran tersebut. Bila substansi zat tersebut dapat melalui membran, maka membran tersebut permeabel terhadap zat tersebut. Jika tidak dapat menembusnya, maka membran tersebut tidak permeabel untuk substansi tersebut. Membran disebut semipermeable (permeabel selektif) bila beberapa partikel dapat melaluinya tetapi partikel lain tidak dapat menembusnya.
Perpindahan substansi melalui membran ada yang secara aktif atau pasif. Transport aktif membutuhkan energi, sedangkan transport pasif tidak membutuhkan energi.
Difusi
Partikel (ion atau molekul) suatu substansi yang terlarut selalu bergerak dan cenderung menyebar dari daerah yang konsentrasinya tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah sehingga konsentrasi substansi partikel tersebut merata. Perpindahan partikel seperti ini disebut difusi. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju difusi ditentukan sesuai dengan hukum Fick (Fick’s law of diffusion). Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Peningkatan perbedaan konsentrasi substansi.
2. Peningkatan permeabilitas.
3. Peningkatan luas permukaan difusi.
4. Berat molekul substansi.
5. Jarak yang ditempuh untuk difusi.
Osmosis
Bila suatu substansi larut dalam air, konsentrasi air dalam larutan tersebut lebih rendah dibandingkan konsentrasi air dalam larutan air murni dengan volume yang sama. Hal ini karena tempat molekul air telah ditempati oleh molekul substansi tersebut. Jadi bila konsentrasi zat yang terlarut meningkatkan, konsentrasi air akan menurun.Bila suatu larutan dipisahkan oleh suatu membran yang semipermeabel dengan larutan yang volumenya sama namun berbeda konsentrasi zat terlarut, maka terjadi perpindahan air/zat pelarut dari larutan dengan konsentrasi zat terlarut lebih tinggi. Perpindahan seperti ini disebut dengan osmosis.
Filtrasi
Filtrasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara dua ruang yang dibatasi oleh membran. Cairan akan keluar dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Jumlah cairan yang keluar sebanding dengan besar perbedaan tekanan, luas permukaan membran dan permeabilitas membran. Tekanan yang mempengaruhi filtrasi ini disebut tekanan hidrostatik.
Transport aktif
Transport aktif diperlukan untuk mengembalikan partikel yang telah berdifusi secara pasif dari daerah yang konsentrasinya rendah ke daerah yang konsentrasinya lebih tinggi. Perpindahan seperti ini membutuhkan energi (ATP) untuk melawan perbedaan konsentrasi. Contoh: Pompa Na-K.
Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
1. Pengaturan volume cairan ekstrasel.
Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri dengan menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume cairan ekstrasel dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume plasma. Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah jangka panjang.
Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake dan output) air. Untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada keseimbangan antara air yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh. hal ini terjadi karena adanya pertukaran cairan antar kompartmen dan antara tubuh dengan lingkungan luarnya. Water turnover dibagi dalam: 1. eksternal fluid exchange, pertukaran antara tubuh dengan lingkungan luar; dan 2. Internal fluid exchange, pertukaran cairan antar pelbagai kompartmen, seperti proses filtrasi dan reabsorpsi di kapiler ginjal.
Memeperhatikan keseimbangan garam. Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga perlu dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan keluarannya. Permasalahannya adalah seseorang hampir tidak pernah memeprthatikan jumlah garam yang ia konsumsi sehingga sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi, seseorang mengkonsumsi garam sesuai dengan seleranya dan cenderung lebih dari kebutuhan. Kelebihan garam yang dikonsumsi harus diekskresikan dalam urine untuk mempertahankan keseimbangan garam.
Ginjal mengontrol jumlah garam yang dieksresi dengan cara:
1. Mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate (GFR).
2. Mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal
Jumlah Na+ yang direasorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan mengontrol tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+ dan retensi Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+ meningkatkan retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri.Selain sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atau hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air. Hormon ini disekresi leh sel atrium jantung jika mengalami distensi peningkatan volume plasma. Penurunan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi urine sehingga mengembalikan volume darah kembali normal.
2. Pengaturan Osmolaritas cairan ekstrasel.
Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu larutan. semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau semakin rendah konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke area yang konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih rendah).
Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat menmbus membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium menrupakan solut yang banyak ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam menentukan aktivitas osmotik cairan ekstrasel. sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Distribusi yang tidak merata dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua ion ini bertanggung jawab dalam menetukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini.
Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan dilakukan melalui:
• Perubahan osmolaritas di nefron
Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritas yang pada akhirnya akan membentuk urine yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh secara keseluruhan di dukstus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan yang isosmotik di tubulus proksimal (300 mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars decending sangat permeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan cairan di dalam lumen tubulus menjadi hiperosmotik.
Dinding tubulus ansa henle pars acenden tidak permeable terhadap air dan secara aktif memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsobsi garam tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus koligen menjadi hipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen bervariasi bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urine yang dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantung pada ada tidaknya vasopresis (ADH).
• Mekanisme haus dan peranan vasopresin (antidiuretic hormone/ADH)
peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (>280 mOsm) akan merangsang osmoreseptor di hypotalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hypotalamus yang mensintesis vasopresin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya di duktus koligen. ikatan vasopresin dengan reseptornya di duktus koligen memicu terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di membrane bagian apeks duktus koligen. Pembentukkan aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urine yang terbentuk di duktus koligen menjadi sedikit dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di dalam tubuh tetap dipertahankan.
Pengaturan Neuroendokrin dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Sebagai kesimpulan, pengaturan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit diperankan oleh system saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat informasi adanya perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit melalui baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotikus, osmoreseptor di hypotalamus, dan volume reseptor atau reseptor regang di atrium. Sedangkan dalam sistem endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh mengalami kekurangan cairan adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ADH dengan meningkatkan reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika terjadi peningkatan volume cairan tubuh, maka hormone atriopeptin (ANP) akan meningkatkan eksresi volume natrium dan air.
Perubahan volume dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa keadaan.Faktor lain yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit di antaranya ialah umur, suhu lingkungan, diet, stres, dan penyakit.
Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H bebas dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35. Jika pH <7,35 dikatakan asidosi, dan jika pH darah >7,45 dikatakan alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
1. pembentukkan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan bikarbonat.
2. katabolisme zat organik
3. disosiasi asam organik pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi melepaskan ion H.
Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:
1. perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
2. mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh
3. mempengaruhi konsentrasi ion K
Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H seperti nilai semula dengan cara:
1. mengaktifkan sistem dapar kimia
2. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernafasan
3. mekasnisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan
Ada 4 sistem dapar:
1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat
2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam karbonat
4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.
Ada 4 kategori ketidakseimbangan asam-basa, yaitu:
1. Asidosis respiratori, disebabkan oleh retensi CO2 akibat hipoventilasi. Pembentukkan H2CO3 meningkat, dan disosiasi asam ini akan meningkatkan konsentrasi ion H.
2. Alkalosis metabolik, disebabkan oleh kehilangan CO2 yang berlebihan akibat hiperventilasi. Pembentukan H2CO3 menurun sehingga pembentukkan ion H menurun.
3. Asidosis metabolik, asidosis yang bukan disebabkan oleh gangguan ventilasi paru, diare akut, diabetes melitus, olahraga yang terlalu berat dan asidosis uremia akibat gagal ginjal akan menyebabkan penurunan kadar bikarbonat sehingga kadar ion H bebas meningkat.
4. Alkalosis metabolik., terjadi penurunan kadar ion H dalam plasma karena defiensi asam non-karbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat meningkat. Hal ini terjadi karena kehilangan ion H karena muntah-muntah dan minum obat-obat alkalis. Hilangnya ion H akan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk menetralisir bikarbonat, sehingga kadar bikarbonat plasma meningkat,untuk mengkompensasi gangguan keseimbangan asam-basa tersebut, fungsi pernapasan dan ginjal sangat penting.
Parameter Hemodinamik
a. Tekanan vena sentral (CVP)
Cara Pengukuran CVP
Central Venouse Pressure
Link: Central Venous Catheter
http://www.scribd.com/doc/3438819/CENTRL-VENOUSE-PRESSURE-CVP#
Tekanan vena sentral secara langsung merefleksikan tekanan pada atrium kanan. Secara tidak langsung menggambarkan beban awal jantung kanan atau tekanan ventrikel kanan pada akhir diastole. Menurut Gardner dan Woods nilai normal tekanan vena sentral adalah 3-8 cmH2O atau 2-6 mmHg. Sementara menurut Sutanto (2004) nilai normal CVP adalah 4 – 10 mmHg.
Tempat Penusukan Kateter
Pemasangan kateter CVP dapat dilakukan secara perkutan atau dengan cutdown melalui vena sentral atau vena perifer, seperti vena basilika, vena sephalika, vena jugularis interna/eksterna dan vena subklavia.
Gelombang CVP
Gelombang CVP terdiri dari, gelombang:
a= kontraksi atrium kanan
c= dari kontraksi ventrikel kanan
x= enggambarkan relaksasi atrium triskuspid
v= penutupan katup trikuspid
y= pembukaan katup trikuspid
Cara Pengukuran CVP
Pengukuran CVP secara nonivasif dapat dilakukan dengan cara mengukur tekanan vena jugularis. Secara invasif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) memasang kateter CVP yang ditempatkan pada vena kava superior atau atrium kanan, teknik pengukuran dptemnggunakan manometer air atau transduser, 2) Melalui bagian proksimal kateter arteri pulmonalis . Pengukuran ini hanya dapat dilakukan dengan menggunakan sistem transduser.
Tekanan Vena Jugularis
Pasien dalam posisi berbaring setengah duduk,kemudian perhatikan; 1) denyut vena jugularis interna, denyut ini tidak bisa diraba tetapi bisa dilihat. Akan tampak gel a (kontraksi atrium), c (awal kontraksi ventrikel-katup trikuspid menutup), gel v (pengisian atrium-katup trikuspid masih menutup), 2) normal,pengembungan vena setinggi manubrium sterni, 3) ila lebih tinggi bearti tekanan hidrostatik atrium kanan meningkat, misal pada gagal jantung kanan . Menurut Kadir A (2007), dalam keadaan normal vena jugularis tidak pernah membesar, bila tekanan atrium kanan (CVP) naik sampai 10 mmHg vena jugulais akan mulai membesar. Tinggi CVP= reference point tinggi atrium kanan ke angulus ludovici ditambah garis tegak lurus, jadi CPV= 5 + n cmH2O.
Pemantauan CVP dengan Manometer
Persiapan untuk pemasangan
a. Persiapan pasien
Memberikan penjelasan pd klien dan lg ttg:
– tujuan pemasangan,
– daerah pemasangan, &
– prosedur yang akan dikerjakan
b. Persiapan alat
– Kateter CVP
– Set CVP
– Spuit 2,5 cc
– Antiseptik
– Obat anaestesi lokal
– Sarung tangan steril
– Bengkok
– Cairan NaCl 0,9% (25 ml)
– Plester
Persiapan untuk Pengukuran
a. Persiapan Alat
– Skala pegnukur
– Selang penghubung (manometer line)
– Standar infus
– Three way stopcock
– Pipa U
– Set infus
b. Cara Merangkai
– Menghubungkan set infus dg cairan NaCl 0,9%
– Mengeluarkan udara dari selang infuse
– Menghubungkan skala pengukuran dengan threeway stopcock
– Menghubungkan three way stopcock dengan selang infuse
– Menghubungkan manometer line dengan three way stopcock
– Mengeluarkan udara dari manometer line
– Mengisi cairan ke skala pengukur sampai 25 cmH2O
– Menghubungkan manometer line dengan kateter yang sudah terpasang
c. Cara Pengukuran
– Memberikan penjelasan kepada pasien
– Megatur posisi pasien
– Lavelling, adalah mensejajarkan letak jantung (atrium kanan) dengan skala pengukur atau tansduser
– Letak jantung dapat ditentukan dg cara membuat garis pertemuan antara sela iga ke empat (ICS IV) dengan garis pertengahan aksila
– Menentukan nilai CVP, dengan memperhatikan undulasi pada manometer dan nilai dibaca pada akhir ekspirasi
– Membereskan alat-alat
– Memberitahu pasien bahwa tindakan telah selesai
Pemantauan dengan Transduser
Dilakukan pada CVP, arteri pulmonal, kapiler arteri pulmonal, dan tekanan darah arteri sistemik.
a. Persiapan pasien
– Memberikan penjelasan ttg: tujuan pemasangan, daerah pemasangan, dan prosedur yang akan dikerjakan
– Mengatur posisi pasien sesuai dengan daerah pemasangan
b. Persiapan untuk penusukan
– Kateter sesuai kebutuhan
– Set instrumen steril untuk tindakan invasif
– Sarung tangan steril
– Antiseptik
– Obat anestesi lokal
– Spuit 2,5 cc
– Spuit 5 cc/10 cc
– Bengkok
– Plester
c. Persiapan untuk pemantauan
– Monitor
– Tranduser
– Alat flush
– Kantong tekanan
– Cairan NaCl 0,9% (1 kolf)
– Heparin
– Manometer line
– Spuit 1 cc
– Three way stopcock
– Penyanggah tranduser/standar infus
– Pipa U
– Infus set
d. Cara Merangkai
– Mengambil heparin sebanyak 500 unit kemudian memasukkannya ke dalam cairan infuse
– Menghubungkan cairan tsb dg infuse
– Mengeluarkan udara dari selang infuse
– Memasang cairan infus pada kantong tekanan
– Menghubungkan tranduser dg alat infuse
– Memasang threeway stopcock dg alat flush
– Menghubungkan bagian distal selang infus dengan alat flush
– Menghubungkan manometer dg threeway stopcock
– Mengeluarkan udara dari seluruh sistem alat pemantauan (untuk memudahkan beri sedikit tekanan pada kantong tekanan)
– Memompa kantong tekanan sampai 300 mmHg
– Menghubungkan kabel transduser dengan monitor
– Menghubungkan manometer dengan kateter yang sudah terpasang
– Melakukan kalibrasi alat sebelumpengukuran
e. Cara Kalibrasi
– Lavelling
– Menutup threeaway ke arah pasien dan membuka threeway ke arah udara
– Mengeluarkan cairan ke udara
– Menekan tombol kalibrasi sampai pada monitor terlihat angka nol
– Membuka threeway kearah klien dan menutup ke arah udara
– Memastikan gelombang dan nilai tekanan terbaca dengan baik
Peranan Perawat
1. Sebelum Pemasangan
– Mempersiapkan alat untuk penusukan dan alat-alat untuk pemantauan
– Mempersiapkan pasien; memberikan penjelasan, tujuan pemantauan, dan mengatur posisi sesuai dg daerah pemasangan
2. Saat Pemasangan
– Memelihara alat-alat selalu steril
– Memantau tanda dan gejala komplikasi yg dpt terjadi pada saat pemasangan spt gg irama jtg, perdarahan
– Membuat klien merasa nyaman dan aman selama prosedurdilakukan
3. Setelah Pemasangan
– Mendapatkan nilai yang akurat dengan cara: 1) melakukan Zero Balance: menentukan titik nol/letak atrium, yaitu pertemuan antara garis ICS IV dengan midaksila, 2) Zero balance: dilakukan pd setiap pergantian dinas , atau gelombang tidak sesuai dg kondisi klien, 3) melakukan kalibrasi untuk mengetahui fungsi monitor/transduser, setiap shift, ragu terhadap gelombang.
– Mengkorelasikan nilai yg terlihat pada monitor dengan keadaan klinis klien.
– Mencatat nilai tekanan dan kecenderungan perubahan hemodinamik.
– Memantau perubahan hemodinamik setelah pemberian obat-obatan.
– Mencegah terjadi komplikasi & mengetahui gejala & tanda komplikasi (spt. Emboli udara, balon pecah, aritmia, kelebihan cairan,hematom, infeksi,penumotorak, rupture arteri pulmonalis, & infark pulmonal).
– Memberikan rasa nyaman dan aman pada klien.
– Memastikan letak alat2 yang terpasang pada posisi yang tepat dan cara memantau gelombang tekanan pada monitor dan melakukan pemeriksaan foto toraks (CVP, Swan gans).
b. Tekanan arteri pulmonalis
c. Tekanan kapiler arteri pulmonalis
d. Tekanan atrium kiri
e. Tekanan ventrikel kanan
f. Curah jantung
g. Tekanan arteri sistemik
2 Memahami tentang hemodinamik
a. Menjelaskan yang dimaksud dengan hemodinamik
b. Menjelaskan macam-macam dan jenis hemodinamik
c. Menjelaskan cara pengukuran dan pemantauan hemodinamik
d. Menjelaskan batas-batas normal hemodinamik
e. Menjelaskan akibat-akibat yang terjadi bila hemodinamik diluar batas normal
f. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya hemodinamik
g. Menyebutkan alat alat yang dipakai untuk mengukur hemodinamik
PERGERAKAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
1. Sirkulasi cairan dan elektrolit terjadi dalam 3 fase yaitu:
a. Plasma darah bergerak diseluruh tubuh melalui system sirkulasi.
b. Cairan interstisiil dan komponennya bergerak diantara kapiler darah dan sel
c. Cairan dan substansinya bergerak dari cairan interstitiil ke dalam sel
Ketiga fase ini disebut metode pergerakan /hemodinamik, diantaranya:
- Difusi
- Osmosa
- Transport aktif
- Filtrasi
2. Keseimbangan cairan yakni intake dan output
a. Pemasukan:
• 1500 – 3500/hari
• masuk lewat mekanisme haus akan mengakibatkan dehidrasi sel dan kelebihan angiotensin II, pendarahan dan penurunan cardiac output.
b. Keluar: 2300 ml/hari terdiri dari
• 1500 dikeluarkan oleh ginjal
• 500 dikeluarkan I WL
• 300 dikeluarkan noticcable I WL
3. Keseimbangan elektrolit
Elektrolit yang terbanyak dalam tubuh adalah
- Kation = Na, K, Ca
- Anion = Cl
Natrium
- Konsentrasi normal diatur oleh ADH (aldosteron)
- Fungsi utama : mempertahankan keseimbangan cairan baik intra dan ekstrasel à pompa Na dan K
Kalium
- Kation utama dalam intrasel
- Sumber : pisang, jeruk, kentang
- Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal à aldosteron
- Fungsi : untuk relaksasi otot
Kalsium
- Sumber: susu dan produknya
- Fungsi :
• Sbg pembentukkan tulang
• Sbg transmisi impuls saraf
• Untk kontraksi otot
• Membantu proses pembekuan darah
• Membantu proses enzim tertentu
Clorida
- Ion besar pada cairan ekstrasel
- Fungsi: mempertahankan tekanan osmotik darah
4. Keseimbangan asam dan basa
a. Dapat digambarkan oleh konsentrasi hidrogen (H+) dan hidroksil (OH-)
b. Satuan pengukuran à pH à 1-14
– Asam pH < 7
– Basa pH > 7
– Plasma darah à 7,35-7,45
– Asidosis apabila H+ sedikit dengan cairan ekstrasel dan pH < 7,35
– Alkalosis à plasma kurang H+ dan pH > 7,45
3. Memahami tentang syok
a. Menjelaskan definisi syok
b. Menjelaskan patofisiologik syok
c. Membandingkan tanda-tanda klinik dari tiap tahapan syok
d. Menggambarkan kerusakan organ yang dapat terjadi pada saat syok
e. Membandingkan penyebab, patofisiologi, serta tanda dan gejala :
1) Syok hipovolemik
2) Syok kardiogenik
3) Syok septik
4) Syok neurologik
5) Syok anafilaktik
SYOK
DEFINISI
Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai; syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah dan kematian sel maupun jaringan.
Syok (renjatan) adalah kumpulan gejala-gejala yang diakibatkan oleh karena gangguan perfusi jaringan yaitu aliran darah ke organ tubuh tidak dapat mencukupi kebutuhannya
Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).
Syok digolongkan ke dalam beberapa kelompok:
1. Syok kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung)
2. Syok hipovolemik ( akibat penurunan volume darah)
3. Syok anafilaktik (akibat reaksi alergi)
4. Syok septik (berhubungan dengan infeksi)
5. Syok neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).
PENYEBAB
Syok bisa disebabkan oleh:
a. Perdarahan (syok hipovolemik)
b. Dehidrasi (syok hipovolemik)
c. Serangan jantung (syok kardiogenik)
d. Gagal jantung (syok kardiogenik)
e. Trauma atau cedera berat
f. Infeksi (syok septik)
g. Reaksi alergi (syok anafilaktik)
PATOFISIOLOGI
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara mengaktifkan 4 sistem major fisiologi tubuh:
1. sistem hematologi,
System hematologi berespon kepada perdarahan hebat yag terjadi secara akut dengan mengaktifkan cascade pembekuan darah dan mengkonstriksikan pembuluh darah (dengan melepaskan thromboxane A2 lokal) dan membentuk sumbatan immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak akan mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara subsekuen akan menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang dibentuk. Kurang lebih 24 jam diperlukan untuk pembentukan sumbatan fibrin yang sempurna dan formasi matur
2. sistem kardiovaskular,
Sistem kardiovaskular awalnya berespon kepada syok hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meninggikan kontraktilitas myocard, dan mengkonstriksikan pembuluh darah jantung. Respon ini timbul akibat peninggian pelepasan norepinefrin dan penurunan tonus vagus (yang diregulasikan oleh baroreseptor yang terdapat pada arkus karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh darah paru. System kardiovaskular juga merespon dengan mendistribusikan darah ke otak, jantung, dan ginjal dan membawa darah dari kulit, otot, dan GI.
3. sistem renal .
System urogenital (ginjal) merespon dengan stimulasi yang meningkatkan pelepasan rennin dari apparatus justaglomerular. Dari pelepasan rennin kemudian dip roses kemudian terjadi pembentukan angiotensi II yang memiliki 2 efek utama yaitu memvasokontriksikan pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada kortex adrenal. Adrenal bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secra aktif dan konservasi air.
4. sistem neuroendokrin.
System neuroendokrin merespon hemoragik syok dengan meningkatkan sekresi ADH. ADH dilepaskan dari hipothalmus posterior yang merespon pada penurunan tekanan darah dan penurunan pada konsentrasi sodium. ADH secara langsung meningkatkan reabsorsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distal. Ductus colletivus dan the loop of Henle
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok , yaitu:
1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70 mmHg.
4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.
Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti:
(1) Turunnya turgor jaringan;
(2) Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta (3) Bola mata cekung.
Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi, asidosis metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat.
Tempat metabolisme laktat terutama adalah di hati dan sebagian di ginjal. Pada insufisiensi hepar, glukoneogenesis hepatik terhambat dan hepar gagal melakukan metabolisme laktat. Pemberian HCO3 (bikarbonat) pada asidosis ditangguhkan sebelum pH darah turun menjadi 7,2. Apabila pH 7,0–7,15 dapat digunakan 50 ml NaHCO3 8,4% selama satu jam. Sementara, untuk pH < 7,0 digunakan rumus 2/2 x berat badan x kelebihan basa.
4. Memahami penatalaksanaan keperawatan syok
a. Menjelaskan penatalaksanaan pada pasien syok secara umum
b. Memahami proses keperawatan pada syok hipovolemik
1). Menetapkan pengkajian yang harus dilakukan pada pasien syok hipovolemik
2). Menyebutkan diagnosa keperawatan/masalah kolaborasi yang mungkin muncul pada pasien dengan syok hipovolemik
3). Menyebutkan rencana keperawatan pada pasien syok hipovolemik
• Tujuan
• Kriteria hasil
• Intervensi
• Rasional
Penatalaksanaan harus agresif dan langsung berespon kepada terapi dari pada terpaku pada klasifikasi.
a. Class I (kehilangan darah sekitar 0-15%)
Pada keadaan dimana tidak ada komplikasi, hanya takikardi yang minimal yang terlihat.
Umumnya , tidak ada perubahan pada tekanan darah, denyut dan tekanan nadi, dan rate pernafasan.
Perlambatan pada pengisian kapiler sekitar lebih dari 3 detik mengindikasikan kehilangan volume sebesar 10 %.
b. Class II (kehilangan darah sekitar 15-30%)
Gejala klinik termasuk takikardi (rate > 100x/mnt), takipnea, penurunan tekanan nadi, kulit mulai dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan kecemasan.
Penurunan tekanan nadi ialah akibat peningkatan katekolamine, yang mengakibatkan peningkatan resistensi vascular perifer, dan peningkatan tekanan diastolic.
c. Class III (kehilangan darah sekitar 30-40%)
Pada point ini, pasien umumnya mengalami takipnea dan takikardi,penurunan tekanan darah sistolik, oligouria, dan perubahan pada mental status, sepeti konfusi.
Pasien tanpa trauma atau kehilangan cairan, 30-40 % sangat kecil pada kehilangan darah yang dapat mengakibatkan penurunan takanan sistolik.
Kebanyakan dari pasien pada class ini membutuhkan transfuse darah, tetapi pemilihan untuk mengunakan darah harus sesuai dengan kebutuhan.
d. Class IV (kehilangan darah sekitar >40%)
Gejala termasuk : takikardi, penurunan tekana darah sistolik, menyempitnya tekanan nadi (diastoliknya tak terhitung), penurunan atau tidak ada produksi urin, dingin dan pucat pada kulit.
Pada kasus perdarahan seperti ini memerlukan penatalaksanaan yang secepatnya.
Pada pasien trauma, perdarahan selalu di asumsikan sebagai penyebab shock. Walau begitu, kita harus memikirkan kausa lain yang bias menyebabkan syok. Antara lain cardiac tamponade, tension pneumothoraks dan spinal cord injury.
I. Penatalaksanaan Syock
Target utama, pengelolaan syock adalah mencukupi penyediaan oksigen oleh darah, untuk jantung (oksigen deliverip)
c. Oksigenasi adekuat, hindari hyroksemia.
Tujuan utama meningkatkan kandungan oksigen arteri (CaO2) dengan mempertahankan saturasi oksigen (SaO2) 98 – 100 % dengan cara :
1. Membebaskan jalan nafas.
2. Oksigenasi adekuat, pertahankan pada > 65 = 7 mmHg.
3. Kurangi rasa sakit & auxietas.
d. suport cadiovaskuler sistem.
1. Therapi cairan untuk meningkatkan preload
pasang akses vaskuler secepatnya.
resusitasi awal volume di berikan 10 – 30 ml/Kg BB cairan kastolord atau kalois secepatnya (< 20 menit). dapat diulang 2 – 3 kali sampai tekanan darah dan perfusi perifer baik.
Menurut konsesus Asia Afrika I (1997).
1). cairan kaloid lebih dianjurkan sebagai therapi intiab yang dianjurkan kaloid atau kristoloid.
2). therapi dopaadv berdasarkan respon klinis, perfusi perifer, cup, mep sesuai unsur.
2. Obat-obatan inetropik untuk mengobati disretmia, perbaikan kontraklitas jantung tanpa menambah konsumsi oksigen miocard.
1). Dopevin (10 Kg/Kg/mut) meningkatkan vasokmstrokuta.
2). Epinoprin : Meningkat tekanan perfusi myocard.
3). Novepheriphin : mengkatkan tekanan perfusi miocard.
4). Dobtanine : meningkatkan cardiak output.
5). Amiodarone : meningkatkan kontraklitas miocard, luas jantung, menurunkan tekanan pembuluh darah sitemik.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai pertolongan pertama dalam menghadapi syok:
Posisi Tubuh
1. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.
2. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan napas.
3. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.
4. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh lainnya.
5. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan dengan posisi telentang datar.
6. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali.
Pertahankan Respirasi
1. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.
2. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas (Gudel/oropharingeal airway).
3. Berikan oksigen 6 liter/menit
4. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT.
Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).
Cari dan Atasi Penyebab
Syok Hipovolemik
Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.
Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada dibetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial.
Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang.
Penanggulangan
Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.
Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus:
Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia
Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan.
Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 2--5 µg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8--12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cairan.
II. Pengkajian primer
1. Air way : - Apakah ada obstruksi? lendir?
- Menjaga jalan nafas manual (Head alt left manufaktur)
- Menguasai jalan nafas dengan alat (Nasi/Nophoing, inkubasi)
2. Breathing: - RR
- dispneo ? SaO2 > 95 % ?
- responsitilasi
3. Ciculapis : - HR, kualitas nadi
- Perfusi kulit
- TD
- Praduksi urine
III. Diagnosa dan Intervensi Perawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan COP, venus retunpress
a. Tujuan : - Mempertahankan hemodinamik
- Status mental stabil
b. Intervensi :
1). Monitor tanda vital, perfusi perifer, intake dan output
2). Lakukan pemeriksaan BGA sesuai administrasi.
3). Berikan Oksigonasi adekuat.
4). Berikan dehidrasi parenteral sesuai advis
Seorang laki – laki berusia 30 tahun, dengan berlumuran darah dibawa ke unit gawat darurat dalam keadaan tidak sadar, akibat kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan pengkajian yang dilakukan oleh perawat didapat luka terbuka pada daerah kepala dan femur. Kulit tubuh pasien teraba dingin, frekuensi nafas cepat dan dalam, perdarahan masih tampak keluar dari luka di kepala , femur dan wajah ,pasien dinyatakan dalam kondisi tidak stabil
Tugas Mahasiswa
Membuat sebanyak mungkin pertanyaan yang mungkin timbul setelah membaca LBM di atas.
1. Apa penyebab pasien berlumuran darah ?
2. Seberapa parah penderitaan pasien hingga dibawa keunit gawat darurat ?
3. Apa yang menyebabkan pasien tidak sadar ?
4. Seberapa luas lukapsien dikepala, dan femur ny ?
5. Mengapa kulit tubuh pasien teraba dingin?
6. Apayang menyhebabkan frekuensiu nafas pasien cepatdan dalam?
7. Apa dasarnya /gejala yang menyertai menyetakan pasien dalam kondisi tidak stabil ?
PERTANYAAN TEORITIS MINIMAL DAN ALTERNATIF JAWABAN
Isikan pertanyaan yang diusulkan beserta alternatif jawabanya
1. Bagaimana mengklasifikasikan syok untuk memudahkan memberikan penanganan ?
Klasifikasi Syock :
a. Syock hipoveolenik
b. Syock distributif (berubahnya tonusvaskuler akibat neurohormonal)
c. Syock kardiogenik (kegagalan pompa jantung)
d. Syock septik
e. Syock obstruktif (obstuksi persision dan jalan keluar jantung)
2. Bagaimana mekanisme syok ( Akibat kecelakaan lalulintas ) disertai dengan perdarahan ?
Stadium Syock
a. Kompensasi :
Komposisi tubuh dengan meningkatkan reflek syarpatis yaitu meningkatnya resistensi sistemik dimana hanya terjadi detruksi selektif pada organ penting. TD sistokis normal, dioshalik meningkat akibat resistensi arterial sistemik disamping TN terjadi peningkatan skresi vaseprsin dan aktivasi sistem RAA. menitestasi khusus talekicad, gaduh gelisah, kulit pucat, kapir retil > 2 dok.
b. Dekompensasi
Mekanisme komposisi mulai gagal, cadiac sulfat made kuat perfusi jaringan memburuk, terjadilah metabolisme anaerob. karena asam laktat menumpuk terjadilah asidisif yang bertambah berat dengan terbentuknya asan karbonat intrasel. Hal ini menghambat kontraklilitas jantung yang terlanjur pada mekanisme energi pompa Na+K di tingkat sel. pada syock juga terjadi pelepasan histamin akibat adanya smesvar namun bila syock berlanjut akan memperburuk keadaan, dimana terjadi vasodilatasi disfori & peningkatan permeabilitas kapiler sehingga volume venous return berkurang yang terjadi timbulnya depresi miocard.
Maniftrasi klinis : TD menurun, porfsi teriter buruk olyserci, asidosis, napas kusmaul.
c. Irreversibel
Gagal kompensasi berlanjut dengan kuratian sel dan disfungsi sistem nultragon, cadangan ATP di keper dan jantung habis (sintesa baru 2 jam). terakhir kematian walausirkulasi dapat pulih manifestasi klinis : TD taktenkur, nadi tak teraba, kesadaran (koma), anuria.
3. Bagaimana penanganan syok hipovolemik?
Target utama, pengelolaan syock adalah mencukupi penyediaan oksigen oleh darah, untuk jantung (oksigen deliverip)
a. Oksigenasi adekuat, hindari hyroksemia.
Tujuan utama meningkatkan kandungan oksigen arteri (CaO2) dengan mempertahankan saturasi oksigen (SaO2) 98 – 100 % dengan cara :
1. Membebaskan jalan nafas.
2. Oksigenasi adekuat, pertahankan pada > 65 = 7 mmHg.
3. Kurangi rasa sakit & auxietas.
b. Suport cadiovaskuler sistem.
1. Therapi cairan untuk meningkatkan preload
pasang akses vaskuler secepatnya.
resusitasi awal volume di berikan 10 – 30 ml/Kg BB cairan kastolord atau kalois secepatnya (< 20 menit). dapat diulang 2 – 3 kali sampai tekanan darah dan perfusi perifer baik.Menurut konsesus Asia Afrika I (1997).
1). cairan kaloid lebih dianjurkan sebagai therapi intiab yang dianjurkan kaloid atau kristoloid.
2). therapi dopaadv berdasarkan respon klinis, perfusi perifer, cup, mep sesuai unsur.
2. Obat-obatan inetropik untuk mengobati disretmia, perbaikan kontraklitas jantung tanpa menambah konsumsi oksigen miocard.
1). Dopevin (10 Kg/Kg/mut) meningkatkan vasokmstrokuta.
2). Epineprin : Meningkat tekanan perfusi myocard.
3). Novepheriphin : mengkatkan tekanan perfusi miocard.
4). Dobtanine : meningkatkan cardiak output.
5). Amiodarone : meningkatkan kontraklitas miocard, luas jantung, menurunkan tekanan pembuluh darah sitemik.
TIU DAN TPK MINIMAL
1. Memahami pengertian tentang unsur-unsur cairan tubuh dan regulasi
a. Menjelaskan tentang jumlah cairan tubuh
b. Menjelaskan cairan intraseluler (CIS) dan cairan ekstraseluler (CES)
c. Menjelaskan akibat-akibat yang dapat terjadi karena kekurangan cairan tubuh
d. Menjelaskan gejala-gejala yang dapat timbul akibat kekurangan cairan tubuh
e. Mekanisme dasar pengukuran volume cairan
f. Prinsip dasar keseimbangan CIS dan CES
2. Memahami tentang hemodinamik
a. Menjelaskan yang dimaksud dengan hemodinamik
b. Menjelaskan macam-macam dan jenis hemodinamik
c. Menjelaskan cara pengukuran dan pemantauan hemodinamik
d. Menjelaskan batas-batas normal hemodinamik
e. Menjelaskan akibat-akibat yang terjadi bila hemodinamik diluar batas normal
f. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya hemodinamik
g. Menyebutkan alat alat yang dipakai untuk mengukur hemodinamik
3. Memahami tentang syok
a. Menjelaskan definisi syok
b. Menjelaskan patofisiologik syok
c. Membandingkan tanda-tanda klinik dari tiap tahapan syok
d. Menggambarkan kerusakan organ yang dapat terjadi pada saat syok
e. Membandingkan penyebab, patofisiologi, serta tanda dan gejala :
1) Syok hipovolemik
2) Syok kardiogenik
3) Syok septik
4) Syok neurologik
5) Syok anafilaktik
4. Memahami penatalaksanaan keperawatan syok
a. Menjelaskan penatalaksanaan pada pasien syok secara umum
b. Memahami proses keperawatan pada syok hipovolemik
1) Menetapkan pengkajian yang harus dilakukan pada pasien syok hipovolemik
2) Menyebutkan diagnosa keperawatan/masalah kolaborasi yang mungkin muncul pada pasien dengan syok hipovolemik
3) Menyebutkan rencana keperawatan pada pasien syok hipovolemik
• Tujuan
• Kriteria hasil
• Intervensi
• Rasional
1. Memahami pengertian tentang unsur-unsur cairan tubuh dan regulasi
a. Menjelaskan tentang jumlah cairan tubuh
b. Menjelaskan cairan intraseluler (CIS) dan cairan ekstraseluler (CES)
c. Menjelaskan akibat-akibat yang dapat terjadi karena kekurangan cairan tubuh
d. Menjelaskan gejala-gejala yang dapat timbul akibat kekurangan cairan tubuh
e. Mekanisme dasar pengukuran volume cairan
f. Prinsip dasar keseimbangan CIS dan CES
Tubuh sebagian besar terdiri dari air. Air dan zat-zat yang terkandung didalamnya yang terdapat didalam tubuh disebut juga cairan tubuh berfungsi menjadi pengangkut zat makanan ke seluruh sel tubuh dan mengeluarkan bahan sisa dari hasil metabolisme sel untuk menunjang berlangsungnya kehidupan. Jumlah cairan tubuh berbeda-beda tergantung dari usia, jenis kelamin, dan banyak atau sedikitnya lemak tubuh.
Tubuh kita terdiri atas 60 % air, sementara 40 % sisanya merupakan zat padat seperti protein, lemak, dan mineral. Proporsi cairan tubuh menurun dengan pertambahan usia, dan pada wanita lebih rendah dibandingkan pria karena wanita memiliki lebih banyak lemak disbanding pria, dan lemak mengandung sedikit air. Sementara neonatus atau bayi sangat rentan terhadap kehilangan air karena memiliki kandungan air yang paling tinggi dibandingkan dengan dewasa. Kandungan air pada bayi lahir sekitar 75 % berat badan, usia 1 bulan 65 %, dewasa pria 60 %, dan wanita 50 %.
Zat-zat yang terkandung dalam cairan tubuh antara lain adalah air, elektrolit, trace element, vitamin, dan nutrien-nutrien lain seperti protein, karbohidrat, dan lemak. Dengan makan dan minum maka tubuh kita akan tercukupi akan kebutuhan nutrient-nutrien tersebut.
Air dan elektrolit yang masuk ke dalam tubuh akan dikeluarkan dalam waktu 24 jam dengan jumlah yang kira-kira sama melalui urin, feses, keringat, dan pernafasan. Tubuh kita memiliki kemampuan untuk mempertahankan atau memelihara keseimbangan ini yang dikenal dengan homeostasis.
Namum demikian, terapi cairan parenteral dibutuhkan jika asupan melalui oral tidak memadai atau tidak dapat mencukupi. Sebagai contoh pada pasien koma, anoreksia berat, perdarahan banyak, syokhipovolemik , mual muntah yang hebat, atau pada keadaan dimana pasien harus puasa lama karena akan dilakukan pembedahan. Selain itu dalam keadaan tertentu, terapi cairan dapat digunakan sebagai tambahan untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau untuk menjaga keseimbangan asam-basa
Cairan tubuh menempati kompartmen intrasel dan ekstrasel. 2/3 bagian dari cairan tubuh berada di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan 1/3 bagian berada di luar sel (cairan ekstrasel/CES). CES dibagi cairan intravaskuler atau plasma darah yang meliputi 20% CES atau 15% dari total berat badan; dan cairan intersisial yang mencapai 80% CES atau 5% dari total berat badan. Selain kedua kompatmen tersebut, ada kompartmen lain yang ditempati oleh cairan tubuh, yaitu cairan transel. Namun volumenya diabaikan karena kecil, yaitu cairan sendi, cairan otak, cairan perikard, liur pencernaan, dll. Ion Na+ dan Cl- terutama terdapat pada cairan ektrasel, sedangkan ion K+ di cairan intrasel. Anion protein tidak tampak dalam cairan intersisial karena jumlahnya paling sedikit dibandingkan dengan intrasel dan plasma.
Perbedaan komposisi cairan tubuh berbagai kompartmen terjadi karena adanya barier yang memisahkan mereka. Membran sel memisahkan cairan intrasel dengan cairan intersisial, sedangkan dinding kapiler memisahkan cairan intersisial dengan plasma. Dalam keadaan normal, terjadi keseimbangan susunan dan volume cairan antar kompartmen. Bila terjadi perubahan konsentrasi atau tekanan di salah satu kompartmen, maka akan terjadi perpindahan cairan atau ion antar kompartemen sehingga terjadi keseimbangan kembali.
Perpindahan Substansi Antar Kompartmen
Setiap kompartmen dipisahkan oleh barier atau membran yang membatasi mereka. Setiap zat yang akan pindah harus dapat menembus barier atau membran tersebut. Bila substansi zat tersebut dapat melalui membran, maka membran tersebut permeabel terhadap zat tersebut. Jika tidak dapat menembusnya, maka membran tersebut tidak permeabel untuk substansi tersebut. Membran disebut semipermeable (permeabel selektif) bila beberapa partikel dapat melaluinya tetapi partikel lain tidak dapat menembusnya.
Perpindahan substansi melalui membran ada yang secara aktif atau pasif. Transport aktif membutuhkan energi, sedangkan transport pasif tidak membutuhkan energi.
Difusi
Partikel (ion atau molekul) suatu substansi yang terlarut selalu bergerak dan cenderung menyebar dari daerah yang konsentrasinya tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah sehingga konsentrasi substansi partikel tersebut merata. Perpindahan partikel seperti ini disebut difusi. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju difusi ditentukan sesuai dengan hukum Fick (Fick’s law of diffusion). Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Peningkatan perbedaan konsentrasi substansi.
2. Peningkatan permeabilitas.
3. Peningkatan luas permukaan difusi.
4. Berat molekul substansi.
5. Jarak yang ditempuh untuk difusi.
Osmosis
Bila suatu substansi larut dalam air, konsentrasi air dalam larutan tersebut lebih rendah dibandingkan konsentrasi air dalam larutan air murni dengan volume yang sama. Hal ini karena tempat molekul air telah ditempati oleh molekul substansi tersebut. Jadi bila konsentrasi zat yang terlarut meningkatkan, konsentrasi air akan menurun.Bila suatu larutan dipisahkan oleh suatu membran yang semipermeabel dengan larutan yang volumenya sama namun berbeda konsentrasi zat terlarut, maka terjadi perpindahan air/zat pelarut dari larutan dengan konsentrasi zat terlarut lebih tinggi. Perpindahan seperti ini disebut dengan osmosis.
Filtrasi
Filtrasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara dua ruang yang dibatasi oleh membran. Cairan akan keluar dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Jumlah cairan yang keluar sebanding dengan besar perbedaan tekanan, luas permukaan membran dan permeabilitas membran. Tekanan yang mempengaruhi filtrasi ini disebut tekanan hidrostatik.
Transport aktif
Transport aktif diperlukan untuk mengembalikan partikel yang telah berdifusi secara pasif dari daerah yang konsentrasinya rendah ke daerah yang konsentrasinya lebih tinggi. Perpindahan seperti ini membutuhkan energi (ATP) untuk melawan perbedaan konsentrasi. Contoh: Pompa Na-K.
Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
1. Pengaturan volume cairan ekstrasel.
Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri dengan menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume cairan ekstrasel dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume plasma. Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah jangka panjang.
Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake dan output) air. Untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada keseimbangan antara air yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh. hal ini terjadi karena adanya pertukaran cairan antar kompartmen dan antara tubuh dengan lingkungan luarnya. Water turnover dibagi dalam: 1. eksternal fluid exchange, pertukaran antara tubuh dengan lingkungan luar; dan 2. Internal fluid exchange, pertukaran cairan antar pelbagai kompartmen, seperti proses filtrasi dan reabsorpsi di kapiler ginjal.
Memeperhatikan keseimbangan garam. Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga perlu dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan keluarannya. Permasalahannya adalah seseorang hampir tidak pernah memeprthatikan jumlah garam yang ia konsumsi sehingga sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi, seseorang mengkonsumsi garam sesuai dengan seleranya dan cenderung lebih dari kebutuhan. Kelebihan garam yang dikonsumsi harus diekskresikan dalam urine untuk mempertahankan keseimbangan garam.
Ginjal mengontrol jumlah garam yang dieksresi dengan cara:
1. Mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate (GFR).
2. Mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal
Jumlah Na+ yang direasorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan mengontrol tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+ dan retensi Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+ meningkatkan retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri.Selain sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atau hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air. Hormon ini disekresi leh sel atrium jantung jika mengalami distensi peningkatan volume plasma. Penurunan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi urine sehingga mengembalikan volume darah kembali normal.
2. Pengaturan Osmolaritas cairan ekstrasel.
Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu larutan. semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau semakin rendah konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke area yang konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih rendah).
Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat menmbus membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium menrupakan solut yang banyak ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam menentukan aktivitas osmotik cairan ekstrasel. sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Distribusi yang tidak merata dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua ion ini bertanggung jawab dalam menetukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini.
Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan dilakukan melalui:
• Perubahan osmolaritas di nefron
Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritas yang pada akhirnya akan membentuk urine yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh secara keseluruhan di dukstus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan yang isosmotik di tubulus proksimal (300 mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars decending sangat permeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan cairan di dalam lumen tubulus menjadi hiperosmotik.
Dinding tubulus ansa henle pars acenden tidak permeable terhadap air dan secara aktif memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsobsi garam tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus koligen menjadi hipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen bervariasi bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urine yang dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantung pada ada tidaknya vasopresis (ADH).
• Mekanisme haus dan peranan vasopresin (antidiuretic hormone/ADH)
peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (>280 mOsm) akan merangsang osmoreseptor di hypotalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hypotalamus yang mensintesis vasopresin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya di duktus koligen. ikatan vasopresin dengan reseptornya di duktus koligen memicu terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di membrane bagian apeks duktus koligen. Pembentukkan aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urine yang terbentuk di duktus koligen menjadi sedikit dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di dalam tubuh tetap dipertahankan.
Pengaturan Neuroendokrin dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Sebagai kesimpulan, pengaturan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit diperankan oleh system saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat informasi adanya perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit melalui baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotikus, osmoreseptor di hypotalamus, dan volume reseptor atau reseptor regang di atrium. Sedangkan dalam sistem endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh mengalami kekurangan cairan adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ADH dengan meningkatkan reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika terjadi peningkatan volume cairan tubuh, maka hormone atriopeptin (ANP) akan meningkatkan eksresi volume natrium dan air.
Perubahan volume dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa keadaan.Faktor lain yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit di antaranya ialah umur, suhu lingkungan, diet, stres, dan penyakit.
Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H bebas dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35. Jika pH <7,35 dikatakan asidosi, dan jika pH darah >7,45 dikatakan alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
1. pembentukkan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan bikarbonat.
2. katabolisme zat organik
3. disosiasi asam organik pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi melepaskan ion H.
Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:
1. perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
2. mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh
3. mempengaruhi konsentrasi ion K
Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H seperti nilai semula dengan cara:
1. mengaktifkan sistem dapar kimia
2. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernafasan
3. mekasnisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan
Ada 4 sistem dapar:
1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat
2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam karbonat
4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.
Ada 4 kategori ketidakseimbangan asam-basa, yaitu:
1. Asidosis respiratori, disebabkan oleh retensi CO2 akibat hipoventilasi. Pembentukkan H2CO3 meningkat, dan disosiasi asam ini akan meningkatkan konsentrasi ion H.
2. Alkalosis metabolik, disebabkan oleh kehilangan CO2 yang berlebihan akibat hiperventilasi. Pembentukan H2CO3 menurun sehingga pembentukkan ion H menurun.
3. Asidosis metabolik, asidosis yang bukan disebabkan oleh gangguan ventilasi paru, diare akut, diabetes melitus, olahraga yang terlalu berat dan asidosis uremia akibat gagal ginjal akan menyebabkan penurunan kadar bikarbonat sehingga kadar ion H bebas meningkat.
4. Alkalosis metabolik., terjadi penurunan kadar ion H dalam plasma karena defiensi asam non-karbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat meningkat. Hal ini terjadi karena kehilangan ion H karena muntah-muntah dan minum obat-obat alkalis. Hilangnya ion H akan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk menetralisir bikarbonat, sehingga kadar bikarbonat plasma meningkat,untuk mengkompensasi gangguan keseimbangan asam-basa tersebut, fungsi pernapasan dan ginjal sangat penting.
Parameter Hemodinamik
a. Tekanan vena sentral (CVP)
Cara Pengukuran CVP
Central Venouse Pressure
Link: Central Venous Catheter
http://www.scribd.com/doc/3438819/CENTRL-VENOUSE-PRESSURE-CVP#
Tekanan vena sentral secara langsung merefleksikan tekanan pada atrium kanan. Secara tidak langsung menggambarkan beban awal jantung kanan atau tekanan ventrikel kanan pada akhir diastole. Menurut Gardner dan Woods nilai normal tekanan vena sentral adalah 3-8 cmH2O atau 2-6 mmHg. Sementara menurut Sutanto (2004) nilai normal CVP adalah 4 – 10 mmHg.
Tempat Penusukan Kateter
Pemasangan kateter CVP dapat dilakukan secara perkutan atau dengan cutdown melalui vena sentral atau vena perifer, seperti vena basilika, vena sephalika, vena jugularis interna/eksterna dan vena subklavia.
Gelombang CVP
Gelombang CVP terdiri dari, gelombang:
a= kontraksi atrium kanan
c= dari kontraksi ventrikel kanan
x= enggambarkan relaksasi atrium triskuspid
v= penutupan katup trikuspid
y= pembukaan katup trikuspid
Cara Pengukuran CVP
Pengukuran CVP secara nonivasif dapat dilakukan dengan cara mengukur tekanan vena jugularis. Secara invasif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) memasang kateter CVP yang ditempatkan pada vena kava superior atau atrium kanan, teknik pengukuran dptemnggunakan manometer air atau transduser, 2) Melalui bagian proksimal kateter arteri pulmonalis . Pengukuran ini hanya dapat dilakukan dengan menggunakan sistem transduser.
Tekanan Vena Jugularis
Pasien dalam posisi berbaring setengah duduk,kemudian perhatikan; 1) denyut vena jugularis interna, denyut ini tidak bisa diraba tetapi bisa dilihat. Akan tampak gel a (kontraksi atrium), c (awal kontraksi ventrikel-katup trikuspid menutup), gel v (pengisian atrium-katup trikuspid masih menutup), 2) normal,pengembungan vena setinggi manubrium sterni, 3) ila lebih tinggi bearti tekanan hidrostatik atrium kanan meningkat, misal pada gagal jantung kanan . Menurut Kadir A (2007), dalam keadaan normal vena jugularis tidak pernah membesar, bila tekanan atrium kanan (CVP) naik sampai 10 mmHg vena jugulais akan mulai membesar. Tinggi CVP= reference point tinggi atrium kanan ke angulus ludovici ditambah garis tegak lurus, jadi CPV= 5 + n cmH2O.
Pemantauan CVP dengan Manometer
Persiapan untuk pemasangan
a. Persiapan pasien
Memberikan penjelasan pd klien dan lg ttg:
– tujuan pemasangan,
– daerah pemasangan, &
– prosedur yang akan dikerjakan
b. Persiapan alat
– Kateter CVP
– Set CVP
– Spuit 2,5 cc
– Antiseptik
– Obat anaestesi lokal
– Sarung tangan steril
– Bengkok
– Cairan NaCl 0,9% (25 ml)
– Plester
Persiapan untuk Pengukuran
a. Persiapan Alat
– Skala pegnukur
– Selang penghubung (manometer line)
– Standar infus
– Three way stopcock
– Pipa U
– Set infus
b. Cara Merangkai
– Menghubungkan set infus dg cairan NaCl 0,9%
– Mengeluarkan udara dari selang infuse
– Menghubungkan skala pengukuran dengan threeway stopcock
– Menghubungkan three way stopcock dengan selang infuse
– Menghubungkan manometer line dengan three way stopcock
– Mengeluarkan udara dari manometer line
– Mengisi cairan ke skala pengukur sampai 25 cmH2O
– Menghubungkan manometer line dengan kateter yang sudah terpasang
c. Cara Pengukuran
– Memberikan penjelasan kepada pasien
– Megatur posisi pasien
– Lavelling, adalah mensejajarkan letak jantung (atrium kanan) dengan skala pengukur atau tansduser
– Letak jantung dapat ditentukan dg cara membuat garis pertemuan antara sela iga ke empat (ICS IV) dengan garis pertengahan aksila
– Menentukan nilai CVP, dengan memperhatikan undulasi pada manometer dan nilai dibaca pada akhir ekspirasi
– Membereskan alat-alat
– Memberitahu pasien bahwa tindakan telah selesai
Pemantauan dengan Transduser
Dilakukan pada CVP, arteri pulmonal, kapiler arteri pulmonal, dan tekanan darah arteri sistemik.
a. Persiapan pasien
– Memberikan penjelasan ttg: tujuan pemasangan, daerah pemasangan, dan prosedur yang akan dikerjakan
– Mengatur posisi pasien sesuai dengan daerah pemasangan
b. Persiapan untuk penusukan
– Kateter sesuai kebutuhan
– Set instrumen steril untuk tindakan invasif
– Sarung tangan steril
– Antiseptik
– Obat anestesi lokal
– Spuit 2,5 cc
– Spuit 5 cc/10 cc
– Bengkok
– Plester
c. Persiapan untuk pemantauan
– Monitor
– Tranduser
– Alat flush
– Kantong tekanan
– Cairan NaCl 0,9% (1 kolf)
– Heparin
– Manometer line
– Spuit 1 cc
– Three way stopcock
– Penyanggah tranduser/standar infus
– Pipa U
– Infus set
d. Cara Merangkai
– Mengambil heparin sebanyak 500 unit kemudian memasukkannya ke dalam cairan infuse
– Menghubungkan cairan tsb dg infuse
– Mengeluarkan udara dari selang infuse
– Memasang cairan infus pada kantong tekanan
– Menghubungkan tranduser dg alat infuse
– Memasang threeway stopcock dg alat flush
– Menghubungkan bagian distal selang infus dengan alat flush
– Menghubungkan manometer dg threeway stopcock
– Mengeluarkan udara dari seluruh sistem alat pemantauan (untuk memudahkan beri sedikit tekanan pada kantong tekanan)
– Memompa kantong tekanan sampai 300 mmHg
– Menghubungkan kabel transduser dengan monitor
– Menghubungkan manometer dengan kateter yang sudah terpasang
– Melakukan kalibrasi alat sebelumpengukuran
e. Cara Kalibrasi
– Lavelling
– Menutup threeaway ke arah pasien dan membuka threeway ke arah udara
– Mengeluarkan cairan ke udara
– Menekan tombol kalibrasi sampai pada monitor terlihat angka nol
– Membuka threeway kearah klien dan menutup ke arah udara
– Memastikan gelombang dan nilai tekanan terbaca dengan baik
Peranan Perawat
1. Sebelum Pemasangan
– Mempersiapkan alat untuk penusukan dan alat-alat untuk pemantauan
– Mempersiapkan pasien; memberikan penjelasan, tujuan pemantauan, dan mengatur posisi sesuai dg daerah pemasangan
2. Saat Pemasangan
– Memelihara alat-alat selalu steril
– Memantau tanda dan gejala komplikasi yg dpt terjadi pada saat pemasangan spt gg irama jtg, perdarahan
– Membuat klien merasa nyaman dan aman selama prosedurdilakukan
3. Setelah Pemasangan
– Mendapatkan nilai yang akurat dengan cara: 1) melakukan Zero Balance: menentukan titik nol/letak atrium, yaitu pertemuan antara garis ICS IV dengan midaksila, 2) Zero balance: dilakukan pd setiap pergantian dinas , atau gelombang tidak sesuai dg kondisi klien, 3) melakukan kalibrasi untuk mengetahui fungsi monitor/transduser, setiap shift, ragu terhadap gelombang.
– Mengkorelasikan nilai yg terlihat pada monitor dengan keadaan klinis klien.
– Mencatat nilai tekanan dan kecenderungan perubahan hemodinamik.
– Memantau perubahan hemodinamik setelah pemberian obat-obatan.
– Mencegah terjadi komplikasi & mengetahui gejala & tanda komplikasi (spt. Emboli udara, balon pecah, aritmia, kelebihan cairan,hematom, infeksi,penumotorak, rupture arteri pulmonalis, & infark pulmonal).
– Memberikan rasa nyaman dan aman pada klien.
– Memastikan letak alat2 yang terpasang pada posisi yang tepat dan cara memantau gelombang tekanan pada monitor dan melakukan pemeriksaan foto toraks (CVP, Swan gans).
b. Tekanan arteri pulmonalis
c. Tekanan kapiler arteri pulmonalis
d. Tekanan atrium kiri
e. Tekanan ventrikel kanan
f. Curah jantung
g. Tekanan arteri sistemik
2 Memahami tentang hemodinamik
a. Menjelaskan yang dimaksud dengan hemodinamik
b. Menjelaskan macam-macam dan jenis hemodinamik
c. Menjelaskan cara pengukuran dan pemantauan hemodinamik
d. Menjelaskan batas-batas normal hemodinamik
e. Menjelaskan akibat-akibat yang terjadi bila hemodinamik diluar batas normal
f. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya hemodinamik
g. Menyebutkan alat alat yang dipakai untuk mengukur hemodinamik
PERGERAKAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
1. Sirkulasi cairan dan elektrolit terjadi dalam 3 fase yaitu:
a. Plasma darah bergerak diseluruh tubuh melalui system sirkulasi.
b. Cairan interstisiil dan komponennya bergerak diantara kapiler darah dan sel
c. Cairan dan substansinya bergerak dari cairan interstitiil ke dalam sel
Ketiga fase ini disebut metode pergerakan /hemodinamik, diantaranya:
- Difusi
- Osmosa
- Transport aktif
- Filtrasi
2. Keseimbangan cairan yakni intake dan output
a. Pemasukan:
• 1500 – 3500/hari
• masuk lewat mekanisme haus akan mengakibatkan dehidrasi sel dan kelebihan angiotensin II, pendarahan dan penurunan cardiac output.
b. Keluar: 2300 ml/hari terdiri dari
• 1500 dikeluarkan oleh ginjal
• 500 dikeluarkan I WL
• 300 dikeluarkan noticcable I WL
3. Keseimbangan elektrolit
Elektrolit yang terbanyak dalam tubuh adalah
- Kation = Na, K, Ca
- Anion = Cl
Natrium
- Konsentrasi normal diatur oleh ADH (aldosteron)
- Fungsi utama : mempertahankan keseimbangan cairan baik intra dan ekstrasel à pompa Na dan K
Kalium
- Kation utama dalam intrasel
- Sumber : pisang, jeruk, kentang
- Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal à aldosteron
- Fungsi : untuk relaksasi otot
Kalsium
- Sumber: susu dan produknya
- Fungsi :
• Sbg pembentukkan tulang
• Sbg transmisi impuls saraf
• Untk kontraksi otot
• Membantu proses pembekuan darah
• Membantu proses enzim tertentu
Clorida
- Ion besar pada cairan ekstrasel
- Fungsi: mempertahankan tekanan osmotik darah
4. Keseimbangan asam dan basa
a. Dapat digambarkan oleh konsentrasi hidrogen (H+) dan hidroksil (OH-)
b. Satuan pengukuran à pH à 1-14
– Asam pH < 7
– Basa pH > 7
– Plasma darah à 7,35-7,45
– Asidosis apabila H+ sedikit dengan cairan ekstrasel dan pH < 7,35
– Alkalosis à plasma kurang H+ dan pH > 7,45
3. Memahami tentang syok
a. Menjelaskan definisi syok
b. Menjelaskan patofisiologik syok
c. Membandingkan tanda-tanda klinik dari tiap tahapan syok
d. Menggambarkan kerusakan organ yang dapat terjadi pada saat syok
e. Membandingkan penyebab, patofisiologi, serta tanda dan gejala :
1) Syok hipovolemik
2) Syok kardiogenik
3) Syok septik
4) Syok neurologik
5) Syok anafilaktik
SYOK
DEFINISI
Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai; syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah dan kematian sel maupun jaringan.
Syok (renjatan) adalah kumpulan gejala-gejala yang diakibatkan oleh karena gangguan perfusi jaringan yaitu aliran darah ke organ tubuh tidak dapat mencukupi kebutuhannya
Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).
Syok digolongkan ke dalam beberapa kelompok:
1. Syok kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung)
2. Syok hipovolemik ( akibat penurunan volume darah)
3. Syok anafilaktik (akibat reaksi alergi)
4. Syok septik (berhubungan dengan infeksi)
5. Syok neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).
PENYEBAB
Syok bisa disebabkan oleh:
a. Perdarahan (syok hipovolemik)
b. Dehidrasi (syok hipovolemik)
c. Serangan jantung (syok kardiogenik)
d. Gagal jantung (syok kardiogenik)
e. Trauma atau cedera berat
f. Infeksi (syok septik)
g. Reaksi alergi (syok anafilaktik)
PATOFISIOLOGI
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara mengaktifkan 4 sistem major fisiologi tubuh:
1. sistem hematologi,
System hematologi berespon kepada perdarahan hebat yag terjadi secara akut dengan mengaktifkan cascade pembekuan darah dan mengkonstriksikan pembuluh darah (dengan melepaskan thromboxane A2 lokal) dan membentuk sumbatan immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak akan mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara subsekuen akan menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang dibentuk. Kurang lebih 24 jam diperlukan untuk pembentukan sumbatan fibrin yang sempurna dan formasi matur
2. sistem kardiovaskular,
Sistem kardiovaskular awalnya berespon kepada syok hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meninggikan kontraktilitas myocard, dan mengkonstriksikan pembuluh darah jantung. Respon ini timbul akibat peninggian pelepasan norepinefrin dan penurunan tonus vagus (yang diregulasikan oleh baroreseptor yang terdapat pada arkus karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh darah paru. System kardiovaskular juga merespon dengan mendistribusikan darah ke otak, jantung, dan ginjal dan membawa darah dari kulit, otot, dan GI.
3. sistem renal .
System urogenital (ginjal) merespon dengan stimulasi yang meningkatkan pelepasan rennin dari apparatus justaglomerular. Dari pelepasan rennin kemudian dip roses kemudian terjadi pembentukan angiotensi II yang memiliki 2 efek utama yaitu memvasokontriksikan pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada kortex adrenal. Adrenal bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secra aktif dan konservasi air.
4. sistem neuroendokrin.
System neuroendokrin merespon hemoragik syok dengan meningkatkan sekresi ADH. ADH dilepaskan dari hipothalmus posterior yang merespon pada penurunan tekanan darah dan penurunan pada konsentrasi sodium. ADH secara langsung meningkatkan reabsorsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distal. Ductus colletivus dan the loop of Henle
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok , yaitu:
1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70 mmHg.
4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.
Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti:
(1) Turunnya turgor jaringan;
(2) Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta (3) Bola mata cekung.
Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi, asidosis metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat.
Tempat metabolisme laktat terutama adalah di hati dan sebagian di ginjal. Pada insufisiensi hepar, glukoneogenesis hepatik terhambat dan hepar gagal melakukan metabolisme laktat. Pemberian HCO3 (bikarbonat) pada asidosis ditangguhkan sebelum pH darah turun menjadi 7,2. Apabila pH 7,0–7,15 dapat digunakan 50 ml NaHCO3 8,4% selama satu jam. Sementara, untuk pH < 7,0 digunakan rumus 2/2 x berat badan x kelebihan basa.
4. Memahami penatalaksanaan keperawatan syok
a. Menjelaskan penatalaksanaan pada pasien syok secara umum
b. Memahami proses keperawatan pada syok hipovolemik
1). Menetapkan pengkajian yang harus dilakukan pada pasien syok hipovolemik
2). Menyebutkan diagnosa keperawatan/masalah kolaborasi yang mungkin muncul pada pasien dengan syok hipovolemik
3). Menyebutkan rencana keperawatan pada pasien syok hipovolemik
• Tujuan
• Kriteria hasil
• Intervensi
• Rasional
Penatalaksanaan harus agresif dan langsung berespon kepada terapi dari pada terpaku pada klasifikasi.
a. Class I (kehilangan darah sekitar 0-15%)
Pada keadaan dimana tidak ada komplikasi, hanya takikardi yang minimal yang terlihat.
Umumnya , tidak ada perubahan pada tekanan darah, denyut dan tekanan nadi, dan rate pernafasan.
Perlambatan pada pengisian kapiler sekitar lebih dari 3 detik mengindikasikan kehilangan volume sebesar 10 %.
b. Class II (kehilangan darah sekitar 15-30%)
Gejala klinik termasuk takikardi (rate > 100x/mnt), takipnea, penurunan tekanan nadi, kulit mulai dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan kecemasan.
Penurunan tekanan nadi ialah akibat peningkatan katekolamine, yang mengakibatkan peningkatan resistensi vascular perifer, dan peningkatan tekanan diastolic.
c. Class III (kehilangan darah sekitar 30-40%)
Pada point ini, pasien umumnya mengalami takipnea dan takikardi,penurunan tekanan darah sistolik, oligouria, dan perubahan pada mental status, sepeti konfusi.
Pasien tanpa trauma atau kehilangan cairan, 30-40 % sangat kecil pada kehilangan darah yang dapat mengakibatkan penurunan takanan sistolik.
Kebanyakan dari pasien pada class ini membutuhkan transfuse darah, tetapi pemilihan untuk mengunakan darah harus sesuai dengan kebutuhan.
d. Class IV (kehilangan darah sekitar >40%)
Gejala termasuk : takikardi, penurunan tekana darah sistolik, menyempitnya tekanan nadi (diastoliknya tak terhitung), penurunan atau tidak ada produksi urin, dingin dan pucat pada kulit.
Pada kasus perdarahan seperti ini memerlukan penatalaksanaan yang secepatnya.
Pada pasien trauma, perdarahan selalu di asumsikan sebagai penyebab shock. Walau begitu, kita harus memikirkan kausa lain yang bias menyebabkan syok. Antara lain cardiac tamponade, tension pneumothoraks dan spinal cord injury.
I. Penatalaksanaan Syock
Target utama, pengelolaan syock adalah mencukupi penyediaan oksigen oleh darah, untuk jantung (oksigen deliverip)
c. Oksigenasi adekuat, hindari hyroksemia.
Tujuan utama meningkatkan kandungan oksigen arteri (CaO2) dengan mempertahankan saturasi oksigen (SaO2) 98 – 100 % dengan cara :
1. Membebaskan jalan nafas.
2. Oksigenasi adekuat, pertahankan pada > 65 = 7 mmHg.
3. Kurangi rasa sakit & auxietas.
d. suport cadiovaskuler sistem.
1. Therapi cairan untuk meningkatkan preload
pasang akses vaskuler secepatnya.
resusitasi awal volume di berikan 10 – 30 ml/Kg BB cairan kastolord atau kalois secepatnya (< 20 menit). dapat diulang 2 – 3 kali sampai tekanan darah dan perfusi perifer baik.
Menurut konsesus Asia Afrika I (1997).
1). cairan kaloid lebih dianjurkan sebagai therapi intiab yang dianjurkan kaloid atau kristoloid.
2). therapi dopaadv berdasarkan respon klinis, perfusi perifer, cup, mep sesuai unsur.
2. Obat-obatan inetropik untuk mengobati disretmia, perbaikan kontraklitas jantung tanpa menambah konsumsi oksigen miocard.
1). Dopevin (10 Kg/Kg/mut) meningkatkan vasokmstrokuta.
2). Epinoprin : Meningkat tekanan perfusi myocard.
3). Novepheriphin : mengkatkan tekanan perfusi miocard.
4). Dobtanine : meningkatkan cardiak output.
5). Amiodarone : meningkatkan kontraklitas miocard, luas jantung, menurunkan tekanan pembuluh darah sitemik.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai pertolongan pertama dalam menghadapi syok:
Posisi Tubuh
1. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.
2. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan napas.
3. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.
4. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh lainnya.
5. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan dengan posisi telentang datar.
6. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali.
Pertahankan Respirasi
1. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.
2. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas (Gudel/oropharingeal airway).
3. Berikan oksigen 6 liter/menit
4. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT.
Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).
Cari dan Atasi Penyebab
Syok Hipovolemik
Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.
Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada dibetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial.
Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang.
Penanggulangan
Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.
Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus:
Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia
Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan.
Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 2--5 µg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8--12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cairan.
II. Pengkajian primer
1. Air way : - Apakah ada obstruksi? lendir?
- Menjaga jalan nafas manual (Head alt left manufaktur)
- Menguasai jalan nafas dengan alat (Nasi/Nophoing, inkubasi)
2. Breathing: - RR
- dispneo ? SaO2 > 95 % ?
- responsitilasi
3. Ciculapis : - HR, kualitas nadi
- Perfusi kulit
- TD
- Praduksi urine
III. Diagnosa dan Intervensi Perawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan COP, venus retunpress
a. Tujuan : - Mempertahankan hemodinamik
- Status mental stabil
b. Intervensi :
1). Monitor tanda vital, perfusi perifer, intake dan output
2). Lakukan pemeriksaan BGA sesuai administrasi.
3). Berikan Oksigonasi adekuat.
4). Berikan dehidrasi parenteral sesuai advis
contoh judul proposal
1. Pengaruh Massage Rubbing Punggung Menggunakan Tangan Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Primigravida Inpartu Kala I Fase Aktif.
2. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Hepatitis B Dengan Partisipasi Ibu Mengimunisasi Batita
3. Pengaruh Teknik Relaksasi Napas Dalam Terhadap Penurunan Persepsi Nyeri Pada Pasien Primigravida Inpartu Kala I Fase Aktif.
4. Pengaruh Peran Orang Tua Terhadap Kejadian School Phobia Pada Anak Usia Prasekolah
5. Studi Komparasi Perkembangan Anak Usia Toddler Pada Anak Yang Lahir Prematur Dan Yang Lahir Aterm
6. Hubungan Pengetahuan Dan Sikaptentang K.E.P (Kurang Energi Protein) Dengan Perilaku Orang Tua Dalam Meningkatkan Status Gizi Balita Dengan K.E.P
7. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Asi Dengan Pola Laktasi Pada Bayi Baru Lahir Sampai Umur 4 Bulan
8. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keparahan Pnemonia Pada Anak Usia 2 Bulan Sampai 5 Tahun Yang Dirawat
9. Hubungan Antara Pengetahuan Perawat Dan Pelaksanaan Perawatan Luka Episiotomi Pada Persalinan Normal
10. Hubungan Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Perilaku Pencegahan Osteoporosis Pada Wanita Pre Menopause
11. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Bidan Dalam Intervensi Keperawatan Pada Bayi Resiko Tinggi Hipotermi
12. Efektivitas Pemberian Makanan Tambahan Terhadap Pertumbuhan Dan Perkembangan Balita
2. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Hepatitis B Dengan Partisipasi Ibu Mengimunisasi Batita
3. Pengaruh Teknik Relaksasi Napas Dalam Terhadap Penurunan Persepsi Nyeri Pada Pasien Primigravida Inpartu Kala I Fase Aktif.
4. Pengaruh Peran Orang Tua Terhadap Kejadian School Phobia Pada Anak Usia Prasekolah
5. Studi Komparasi Perkembangan Anak Usia Toddler Pada Anak Yang Lahir Prematur Dan Yang Lahir Aterm
6. Hubungan Pengetahuan Dan Sikaptentang K.E.P (Kurang Energi Protein) Dengan Perilaku Orang Tua Dalam Meningkatkan Status Gizi Balita Dengan K.E.P
7. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Asi Dengan Pola Laktasi Pada Bayi Baru Lahir Sampai Umur 4 Bulan
8. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keparahan Pnemonia Pada Anak Usia 2 Bulan Sampai 5 Tahun Yang Dirawat
9. Hubungan Antara Pengetahuan Perawat Dan Pelaksanaan Perawatan Luka Episiotomi Pada Persalinan Normal
10. Hubungan Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Perilaku Pencegahan Osteoporosis Pada Wanita Pre Menopause
11. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Bidan Dalam Intervensi Keperawatan Pada Bayi Resiko Tinggi Hipotermi
12. Efektivitas Pemberian Makanan Tambahan Terhadap Pertumbuhan Dan Perkembangan Balita